Claim Missing Document
Check
Articles

Peranan Dan Kedudukan Justice Collabolator (JC) Dalam Sistem Peradilan Pidana Indonesia Mohd. Yusuf Daeng M; Dewiwaty Dewiwaty; Felix Rhenaldy Marpaung; Rindyani Mariana; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.14101

Abstract

Dalam menyelesaikan perkara dalam sistem peradilan pidana, tersangka dalam suatu peristiwa pidana yang sedang di sidangkan dapat dijadikan sebagai saksi kunci yang membantu para penegak hukum dalam memecahkan suatu permasalahan demi mencapai kebenaran dalam peristiwa pidana tersebut. Justice collabulator (JC) adalah penjahat yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam menyelesaikan suatu kasus. Dalam sejarahnya, JC pertama kali dikenal di Italia, ketika seorang anggota mafia bernama Joseph Valachi bersaksi atas kejahatan yang dilakukan kelompoknya. Negara selanjutnya yang mengikuti implementasi JC adalah Amerika dan Australia. Di Indonesia sendiri, penggunaan JC sudah diatur dalam hukum positif. Mengenai peran dan kedudukan JC ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang dalam perkembangannya telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Kemudian, JC juga diatur dalam Surat Edaran MA Nomor 4 Tahun 2011, Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, dan LPSK tentang Perlindungan Pelapor , Saksi Pelapor, dan Saksi Kolaborasi. Namun, semua undang-undang positif tersebut belum mampu memberikan kejelasan dan kepastian mengenai kedudukan dan peran KU dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Padahal, JC memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian suatu kasus pidana, salah satu kasus yang saat ini menjadi perhatian di Indonesia yaitu pembunuhan terhadap brigadir yang dilakukan oleh seorang Perwira Tinggi dengan dibantu beberapa anggota Polri lainnya adalah contohnya. peran JC yang sangat besar dalam membuka tabir kegelapan suatu kasus yang bahkan dibarengi dengan terhalangnya keadilan dari para penegak hukum itu sendiri. Dalam penelitian ini akan ditelaah kedudukan dan peranan JC dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji posisi dan peran Justice Collaborator (JC) dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Hasil kajian ini akan memberikan beberapa rekomendasi mengenai penguatan posisi dan peran JC dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.
Analisis Hukuman Mati Sebagai Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Prespektif Efektivitas Hukum Mohd. Yusuf Daeng M; Fanny Fanny; Tri Endang Kumala; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.14102

Abstract

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang merugikan negara dan masyarakat secara luas. Dan Tindak pidana korupsi merupakan tindakan ilegal yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok yang memiliki wewenang atau pengaruh di dalam suatu lembaga atau institusi untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain dengan cara-cara yang tidak sah atau melanggar hukum. Tindak pidana korupsi sering kali terjadi dalam bentuk suap, penggelapan, penyalahgunaan wewenang, atau pencucian uang. Oleh karena itu, pemerintah dan lembaga hukum di seluruh dunia telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menghukum pelaku tindak pidana korupsi. Pemberantasan tindak pidana korupsi didasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan hukuman bagi koruptor diatur dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Salah satu hukuman yang dikenakan adalah hukuman mati. Namun, efektifitas hukuman mati dalam mencegah tindak pidana korupsi masih diperdebatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas hukuman mati sebagai upaya pencegahan tindak pidana korupsi dari perspektif efektivitas hukum dan Penerapan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi Di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis deskriptif. Sumber data yang digunakan adalah bahan pustaka, yaitu peraturan perundang-undangan, dokumen dan jurnal terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hukuman Mati Sebagai Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Berdasarkan Prespektif Efektivitas Hukum, pada dasarnya hukuman mati akan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana korupsi, dan hukuman mati kepada pelaku tindak pidana korupsi dapat menjadi satu salah cara mencegah perbuatan korupsi semakin banyak dan meminimalisir perbuatan korupsi. Penerapan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi Di Indonesia telah menjadi topik yang kontroversial selama beberapa tahun terakhir. Banyak orang percaya bahwa hukuman mati adalah bentuk keadilan yang tepat bagi para koruptor yang telah merugikan negara dan masyarakat dengan tindakan mereka yang tidak bermoral. Dan Penerapan Hukuman Mati Terhadap Pelaku Korupsi belum pernah dilaksanakan oleh negara Indonesia, karena beberapa hal yang menjadi kontroversi terkait penerapan hukuman mati. Pertama, ada kemungkinan terjadinya kesalahan yang tidak dapat diperbaiki jika seseorang dihukum mati. Kedua, hukuman mati dapat dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia karena merampas hak hidup seseorang. Oleh karena itu, penerapan hukuman mati harus dilakukan dengan sangat hati-hati dan hanya dalam kasus-kasus yang sangat serius dan terbukti secara kuat. Kesimpulan dari jurnal ini adalah bahwa meskipun hukuman mati merupakan hukuman yang sangat berat dan kontroversial, namun dapat menjadi alat yang efektif dalam mencegah tindak pidana korupsi. Namun, kita harus memperhatikan hal-hal yang menjadi kontroversi dan menerapkan hukuman mati dengan sangat hati-hati.
Dasar Hukum Pengembalian Berkas Perkara Oleh Jaksa Terhadap Penyidik Mohd. Yusuf Daeng M; Sukrizal Sukrizal; William Alfred; Geofani Milthree Saragih
Jurnal Pendidikan dan Konseling (JPDK) Vol. 5 No. 2 (2023): Jurnal Pendidikan dan Konseling
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jpdk.v5i2.14105

Abstract

Kejaksaan merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan di bidang penuntutan. Sedangkan Jaksa dalam menjalankan fungsinya bekerja atas nama rakyat dalam melakukan tugasnya menuntut seseorang yang diduga melakukan tindak pidana. Proses prapenuntutan sering terjadi, sehingga berkas perkara bolak balik dari penyidik ke Jaksa Penuntut Umum, kurang lengkapnya berkas perkara akan membawa dampak dalam proses prapenuntutan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum dalam prapenuntutan. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus, perundangan, dan analisis. Hasil penelitian diperoleh sebagai berikut, karena tidak adanya satu ketentuan yang memberikan pembatasan berapa kali berkas perkara dapat dikembalikan, hal ini dapat dikaitkan dengan tujuan hukum terhadap hak asasi seseorang, serta demi kepastian hukum bagi pencari keadilan, maka pengembalian hasil penyidikan ataupun hasil penyidik tambahan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada penyidik, haruslah memiliki kriteria pembatasan yang tegas. Akibat yang ditimbulkan bila berkas perkara tidak dikembalikan dari pihak Jaksa Penuntut Umum apabila dalam tujuh hari tidak mengembalikan berkas perkara maka berkas perkara penyidikan dianggap selesai.
Tinjauan Terhadap Kekuatan-Kekuatan Sosial Dan Fungsi Hukum Dalam Masyarakat Mohd. Yusuf Daeng M; Mike Trisnawati; Suyanti Suyanti; Chairiah Chairiah; Geofani Milthree Saragih
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.306

Abstract

Di dalam setiap masyarakat terdapat suatu kekuatan sosial (social forces) yang dapat berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Kekuatan sosial adalah faktor yang sangat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini karena hukum yang akan diberlakukan pasti akan menghadapi kekuatan-kekuatan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Setidaknya, terdapat beberapa faktor-faktor berpengaruh dalam kekuatan sosial. Pembahasan ini menjadi salah satu isu krusial yang dikaji di dalam sosiologi hukum. Pada dasarnya, gejala sosial memiliki kaitan yang erat dengan pembahasan di dalam penelitian ini. Mengenai fungsi hukum di dalam masyarakat juga menjadi isu penting yang akan dibahas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dengan mengaitkan pokok pembahasan terhadap topik utama di dalam penelitian ini yakni mengenai Hak Asasi Manusia. Hasil dari penelitian ini akan memperlihatkan faktor-faktor kekuatan sosial yang mempengaruhi hukum yaitu kekuatan uang, kekuatan politik, kekuatan massa dan teknologi baru. Kemudian, penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat manfaat sosiologi hukum dalam memahami seberapa jauh fungsi penegakan hukum di tengah-tengah masyarakat
Analisis Yuridis Terhadap Tanggung Jawab Rumah Sakit Terhadap Kelalaian Yang Dilakukan Oleh Tenaga Medis Rumah Sakit Mohd. Yusuf Daeng M; Murni Kurniyanti Siregar; Sabari Yanto; April Hidayat; Geofani Milthree Saragih
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.321

Abstract

Tidak semua pelayanan rumah sakit dapat berfungsi optimal di rumah sakit dalam memberikan pelayanan kesehatan. Terkadang pelayanan kesehatan yang diberikan dalam hal ini sering terabaikan sehingga menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti : meninggal dunia, lumpuh, cacat dll, yang dalam hal ini merupakan musibah yang tidak diinginkan. Rumah sakit sebagai organisasi badan usaha di bidang kesehatan mempunyai peranan penting dalam mewujudkan derajat kesehatan masyarakat secara optimal. Oleh karena itu rumah sakit dituntut agar mampu mengelola kegiatannya, dengan mengutamakan pada tanggung jawab para professional di bidang kesehatan, khususnya tenaga medis dan tenaga keperawatan dalam menjalankan tugas dan kewenangannya. Tidak selamanya layanan medis yang diberikan oleh dokter dan tenaga medis lainnya yang ada di rumah sakit, dapat memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan semua pihak. Ada kalanya layanan tersebut terjadi kelalaian dokter dan tenaga medis lainnya yang menimbulkan malapetaka; seperti misalnya cacat, lumpuh atau bahkan meninggal dunia. Kalau hal itu terjadi, maka pasien atau pihak keluarganya sering menuntut ganti rugi.
Analisis Yuridis Terhadap Kelalaian Medis (Malpraktik) Yang Dilakukan Oleh Tenaga Kesehatan Mohd. Yusuf Daeng M; Aulia Azriyani; Hariyana Tsai; Helen Helen; Sarmalina Sarmalina; Geofani Milthree Saragih
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.322

Abstract

Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkin setiap orang produktif secara ekonomis. Karena itu kesehatan merupakan dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hukum kesehatan adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan dan penerapanya pada hukum perdata, hukum administrasi, dan hukum pidana. Negara Indonesia dalam hal kasus hukum malpraktik memiliki grafik yang meningkat dari tahun ke tahun. Kejadian tersebut ditandai dengan adanya kesadaran masyarakat umum untuk memperoleh keadilan khususnya bidang kesehatan. Dewasa ini sering muncul kasus - kasus dalam pelayanan kesehatan yang mengakibatkan kinerja dokter diragukan serta mengancam keberlangsungan karir seorang dokter. Literature review ini menggunakan metode yang bersifat yuridis normatif dan review artikel, yaitu dengan mengkaji dan menganalisis dari beberapa referensi. Referensi tersebut didapatkan melalui google scholar. Resiko medis dapat terjadi karena resiko dari tindakan medis muncul secara tiba-tiba diluar perkiraan dokter serta tidak dapat dihindari oleh dokter dan adapula yang timbul karena tindakan medis tersebut dilarang atau dibatasi oleh undang – undang karena tindakan medis tersebut mengandung resiko yang besar. Untuk mencegah dan menyelesaikannya, Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktek kedokteran dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan sudah jelas mengatur tentang perlindungan hukum terhadap tenaga medis dan sanksi hukum terhadap tenaga medis.
Tinjauan Yuridis Terhadap Pelayanan Kesehatan Tradisional Dan Pertanggung Jawaban Hukum Terkait Mohd. Yusuf Daeng M; Desy Permata Karni; Ratna Astri Andhini; Saadah Kurniawati; Geofani Milthree Saragih
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.323

Abstract

Dalam upaya untuk mendapatkan kesehatan, seseorang tidak hanya mempercayakan kepada jasa kesehatan medis seperti dokter tetapi masih banyak mempercayakan kesembuhan dari penyakitnya kepada pengobatan tradisonal seperti dukun, tabib, dan lain sebagainya. Pelayanan kesehatan tradisional merupakan bentuk pengobatan alternatif yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan kesehatan masyarakat. pengembangan pelayanan kesehatan tradisional bersamaan dengan antusiasme terhadap pengobatan tradisional, hal itu menegaskan Pemerintah memiliki tugas untuk meningkatkan dan memantau perawatan medis Tradisi sebagai bentuk perlindungan masyarakat. Metode penelitian ini merupakan metode penelitian hukum normatif yuridis. Dengan teknik pengumpulan data yang bersumber dari studi kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini menunjukkan minat masyarakat terhadap pengobatan tradisional ini tinggi. Hasil Pembahasannya bahwa bentuk pertanggungjawaban pidana atas kelalaian pengobat tradisional yang mengakibatkan luka berat atau kematian hingga saat ini masih diatur dengan KUHP, yaitu pasal 359 KUHP dan pasal 360 KUHP jo. 361 KUHP.
Tinjauan Batas Minimal Usia Pengendara Bermotor Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Terhadap Psikologis Anak Dibawah Umur 17 Tahun Mohd. Yusuf Daeng M; Yovie Suryani; Vivi Alviana; Weny Apriliani
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.324

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah sebagai kontribusi untuk meninjau batas minimal usia pengendara bermotor berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas terhadap psikologis anak dibawah umur 17 tahun. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia mencapai ratusan juta unit, yang mana 80% nya merupakan sepeda motor, hal ini menimbulkan masalah dimana tingginya angka pengendara motor dibawah umur, ditambah angka kecelakaan yang melibatkan pengendara dibawah umur sangatlah besar, bahkan di salah satu daerah, yaitu di daerah Riau angka korban dibawah umur hampir menyentuh setengah dari total korban kecelakaan pengguna kendaraan bermotor, sehingga hal ini secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi masa depan bangsa. Secara aturan telah ditentukan bahwa anak dibawah umur tidak diperkenankan untuk mendapatkan surat izin mengemudi sebelum mencapai usia 17 tahun, namun banyak faktor yang membuat pelanggaran seperti ini terjadi. Penelitian ini akan mengulas faktor yang menentukan diaturnya batas minimal usia pengendara motor, mulai dari faktor pubertas yang mempengaruhi perkembangan fisik anak dibawah umur, pengaruh lingkungan yang menjadi faktor pendorong tingkah laku yang membahayakan, hingga faktor pola asuh orang tua yang menjadi salah satu faktor krusial dalam menentukan perkembangan anak dibawah umur. Metode yang digunakan oleh penulis adalah menggunakan pendekatan yuridis normatif, artinya bahan hukum yang dipakai sebagai kajian adalah data sekunder.
Kajian Terhadap Informed Consent Dalam Mengatasi Konflik Antara Dokter Dan Pasien Mohd. Yusuf Daeng M; Intan Doloksaribu; Ade Dian Anggraini; Roza Rita; Geofani Milthree Saragih
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.326

Abstract

Peran komunikasi medis sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan medis karena dengan bahasa, kata, dan intonasi yang tepat, dokter tahu cara menggali informasi dan dapat mengetahui apa yang dibutuhkan pasien. Peran informed consent pada perjanjian medis antara Dokter dengan pasien bertujuan untuk mencegah adanya tuntutan malpraktik dari pasien yang disebabkan oleh kesenjangan pengetahuan antara pasien sebagai pihak yang awam terhadap dunia kesehatan dan dokter sebagai pihak professional diperlukan pelaksanaan mekanisme informed consent. Bagi dokter informed consent memberikan rasa aman dalam menjalankan tindakan medis terhadap pasien, sekaligus dapat dijadikan sebagai alat pembelaan diri terhadap kemungkinan adanya tuntutan atau gugatan dari pasien atau keluarganya bila suatu saat timbul akibat yang tidak dikehendaki. Sedangkan dari segi pasien, informed consent merupakan merupakan perwujudan dari hak pasien dimana pasien berhak mendapatkan informasi tentang penyakit yang dideritanya, tindakan medis apa yang hendak dilakukan, kemungkinan yang akan terjadi atas pengambilan keputusan tindakan medis.
Relevansi Antara Kekuatan-Kekuatan Sosial Dan Fungsi Hukum Dalam Masyarakat Mohd. Yusuf Daeng M; Mory Johanes Sinaga; Firdaus Firdaus; Geofani Milthree Saragih
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 2 (2023): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/innovative.v3i2.327

Abstract

Setiap masyarakat memiliki satu atau lebih kekuatan sosial yang dapat bertindak sebagai alat untuk mencapai tujuan. Kekuatan sosial merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penegakan hukum. Hal ini karena hukum yang akan diberlakukan pasti akan menghadapi kekuatan-kekuatan sosial yang ada di tengah-tengah masyarakat. Setidaknya, terdapat beberapa faktor-faktor berpengaruh dalam kekuatan sosial. Pembahasan ini menjadi salah satu isu krusial yang dikaji di dalam sosiologi hukum. Pada dasarnya, gejala sosial memiliki kaitan yang erat dengan pembahasan di dalam penelitian ini. Mengenai fungsi hukum di dalam masyarakat juga menjadi isu penting yang akan dibahas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif yuridis dengan mengaitkan pokok pembahasan terhadap topik utama di dalam penelitian ini yakni mengenai Hak Asasi Manusia. Hasil dari penelitian ini akan memperlihatkan faktor-faktor kekuatan sosial yang mempengaruhi hukum yaitu kekuatan uang, kekuatan politik, kekuatan massa dan teknologi baru. Kemudian, penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat manfaat sosiologi hukum dalam memahami seberapa jauh fungsi penegakan hukum di tengah-tengah masyarakat.
Co-Authors A.N Leo Gustian Abdul Fitri Achmad Zacky Addinul Addinul Ade Dian Anggraini Ady Kuswanto Ahmad Firli Ahmad Khomeini Nasution Akbar Kurniawan Amirson Amirson Amrillazi Amrillazi Andry Juliansen Angely Aulia Prameswari Angga Afriandi Annisa Berliani April Hidayat Arif Arman Arlenggo Guswandi Armen Armen Aslim Junaidi Asmen Ridhol Audrey Monica Napitupulu Aulia Azriyani Awi Ruben Ayu Novita Sari Bambang Keristian Benni Wiro Purba Bernando Pasaribu Bestley Bestley Boyche Arilaso Sinaga Candra Herianto Sinaga Chairiah Chairiah Desy Permata Karni Devi Alya Sabila Dewanta Simanjorang Dewiwaty Dewiwaty Dian Jeasy Lestari Dian Pramana Putra Disman Jaya Sianturi Donna Arliena Dwi Franata Tarigan Dwi Restianti Ningsih Ega Saputra Elfuadi Ihsan Elvi Rahmi Erja Napogos Fadly YD Fahmi Fahmi Fanny Fanny Fauza Rahma Mauli Felix Rhenaldy Marpaung Fhauzan Ramon Filzah Fadhilah Firdaus Firdaus Fitri Yani Fradhil Mensa Franky Franky Fuad Aprima Geofani Milthree Saragih Geofani Milthree Saragih Hans R. Hutapea Hariyana Tsai Harvej Jansen Sipahutar Helen Helen Hendy Wismar Hengki Hengki Indra Lamhot Sihombing Intan Doloksaribu Irwan Adi Itoni Itoni Jammaris Febri Jeffrianto Napitupulu Jefri Tarigan Johannes P. Sipayung Kristina Sri Devi Haloho Kurniawan Ade Wijaya Laurensia Anggi Clarita Lilia Angela Lina Lina M. Tho Bagus Alfido Mahfuzoh Mahfuzoh Mangaratua Samosir Marcello Marcello Melanie Widjaja Mike Trisnawati Mory Johanes Sinaga Muh Chandra Alfarez Zai Muhammad Irfan Muhammad Irsyad Murni Kurniyanti Siregar Musa Sahat Tobing Musmulyadi Musmulyadi Nanda Nanda Nely Nely Ogi Cahyadi Arta Patrison Patrison Putri Kurnia R. Frizki Fildo Mayri Rachman Ma'ruf Rahmat Hidayat Raja Abdullah Raja Putra Reyhan Rakha Diof Alghani Ratna Astri Andhini Raudo Perdana Rehulina Manita Renaldy Yudhista Indrasari Resty Anugrah Yanti Ribka Eunike Lubis Richardo Nezar M Rida Warda Kurnia Rieke Alfitra Bella Rijen Gurning Rikardo Marpaung Rinaldi Rinaldi Rindyani Mariana Ronaldo Tunas Januar Roni Maka Suci Roza Rita Rudy Yohanes Saadah Kurniawati Sabari Yanto Saerly Agustin Sartono Samsari AS Samson Hasonangan Sitorus Santa Delima Hutabarat Sapta Sapta Sarmalina Sarmalina Sri Agustina Sri Heri Perwitasari Sukrizal Sukrizal Sulthon Sekar Jagat Suyanti Suyanti Tengku Raisya Lopi Tri Endang Kumala Vivi Alviana Weny Apriliani Wiliam Louis William Alfred Yovie Suryani Yudha Kezia Putra Purba