cover
Contact Name
I KETUT MUDITE ADNYANE
Contact Email
adnyane@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
acta.vet.indones@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bogor,
Jawa barat
INDONESIA
ACTA VETERINARIA INDONESIANA
ISSN : 23373207     EISSN : 23374373     DOI : -
Core Subject : Health,
Acta Veterinaria Indonesiana (Indonesian Veterinary Journal) mempublikasikan artikel-artikel dalam bentuk: penelitian, ulasan, studi kasus, dan komunikasi singkat yang berkaitan dengan berbagai aspek ilmu dalam bidang kedokteran hewan, biomedis, peternakan dan bioteknologi. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris. Acta Veterinaria Indonesiana diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Hewan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia. Terbit dua kali dalam satu tahun pada bulan Januari dan Juli. [ISSN 2337-3202, E-ISSN 2337-4373]
Arjuna Subject : -
Articles 248 Documents
Performa dan Kecernaan Pakan Ayam Broiler yang diberi Hormon Testosteron dengan Dosis Bertingkat . Andriyanto; Aryani Sismin Satyaningtijas; Raden Yufiandri; Regina Wulandari; Vinda Mulyetti Darwin; Santa Nova A Siburi
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 1 (2015): Januari 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (130.894 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.1.29-37

Abstract

Testosteron merupakan salah satu hormon anabolik yang dapat memacu pertumbuhan massa otot dan tulang. Hormon testosteron mampu merangsang sekresi growth hormone yang berperan dalam pertumbuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian hormon testosteron dengan dosis bertingkat terhadap performa dan kecernaan pakan ayam broiler. Sebanyak 44 ekor ayam broiler berumur 15 hari dengan rata-rata bobot badan antara 650 ± 71 g dibagi menjadi 4 kelompok (K, T1, T2, dan T3). K adalah kelompok kontrol; T1, T2, dan T3 adalah kelompok yang diberi testosteron dosis 1, 2, dan 4 mg per ekor. Parameter yang diukur adalah bobot badan, konsumsi pakan, rasio konversi pakan, serta persentase kandungan nutrisi (di dalam pakan dan feses). Hasil penelitian menunjukkan pemberian testosteron dosis 1 dan 4 mg dapat meningkatkan pertambahan bobot badan harian secara signifikan (p<0,05) pada ayam broiler yang berumur antara 15 dan 18 hari. Testosteron dosis 2 mg meningkatkan bobot badan harian secara signifikan (p<0,05) pada ayam broiler yang berumur antara 21 dan 24 hari. Konsumsi pakan, rasio konversi pakan, dan kecernaan pakan ayam broiler yang diberi hormon testosteron tidak menunjukkan perbedaan dibanding dengan kontrol. Akan tetapi, pada kelompok yang diberi testosteron dosis 4 mg, nilai kecernaan lemak, protein, dan karbohidrat cenderung meningkat.Kata kunci: broiler, kecernaan, pertambahan bobot badan harian, proksimat, testosteron (Broiler Chickens Performance and Feed Digestibility Treated with Multi-Dose Testosterone Hormone)Testosterone is one of the anabolic hormone that can trigger the growth of muscle mass and bone. Testosterone hormone can stimulate secretion of growth hormone that has a role in growth. The aim of this research was to observe the administration of multi-dose testosterone hormone on broiler chickens performance and feed digestibility. Fourty four broiler chickens 15 days old with average weight 650 ± 71 g were divided into 4 groups (K, T1, T2, and T3). K was control group; T1, T2, and T3 were groups which given testosterone dose 1, 2, and 4 mg each chicken. Parameters measured were body weight, feed consumption, feed conversion ratio (FCR), and nutritions percentage (in feed and feces). The results showed that testosterone dose 1 and 4 mg could increase the daily body weight gain significantly (p<0.05) in broiler chickens aged between 15 and 18 days old. Testosterone dose 2 mg could increase the daily body weight gain significantly (p<0.05) in broiler chickens aged between 21 and 24 days old. Feed consumption, FCR, and feed digestibility of chickens given testosterone did not show any difference compare with control. However, in group which given testosterone dose 4 mg, the digestibility values of fat, protein, and carbohydrates tended to increase.Keywords: broiler, digestibility, daily body weight gain, proximate, testosterone
Kinetika Kadar Enrofloksasin dan Histopatologi Otot Broiler setelah Pemberian Enrofloksasin Dosis Tunggal secara Intravena Agustina Dwi Wijayanti; Florensia Situmorang; Akhmad Ridwan Siregar; Novida Ariyani
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 1 (2015): Januari 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (649.287 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.1.38-43

Abstract

Residu obat pada broiler akibat pemberian antibiotik sebelum panen dapat menurunkan kualitas karkas. Kerugian yang diakibatkan oleh residu pada jaringan selain terdeteksinya sejumlah obat, juga adanya kelainan patologis akibat akumulasi obat pada jaringan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek residu yang timbul terhadap otot akibat pemberian enrofloksasin dosis 50 mg/kg berat badan secara intravena satu minggu sebelum panen. Sebanyak 18 ekor broiler strain New Loghman dipelihara sejak day old chick (DOC) hingga umur 30 hari dan mencapai berat badan rata-rata 1,0-1,5 kg. Sebanyak 15 ekor ayam disuntik enrofloksasin dosis 50 mg/kg berat badan melalui vena brachialis. Tiga ekor ayam disuntik NaCl fisiologis sebagai kontrol. Pada jam ke-1, hari ke-1, 3, 5, dan 7 setelah injeksi, masing-masing 3 ekor ayam perlakuan diambil darah dan dikorbankan untuk diambil otot bagian dada. Darah dimasukkan dalam tabung mengandung heparin, selanjutnya disentrifus 2500 g dan dikoleksi plasmanya. Otot dada dimasukkan ke dalam formalin 10% untuk selanjutnya dibuat preparat histologinya. Hasil analisis kadar enrofloksasin dalam plasma dilakukan secara kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) dan preparat histologi otot diwarnai dengan Hematoxilin eosin (HE). Hasil pengukuran kadar obat menunjukkan residu pada hari ke-1, 3, 5 dan 7 berturut-turut adalah 11,91 ± 1,28; 0,61 ± 0,06; 0,51 ± 0,01; 0,36 ± 0,02; 0,21 ± 0,14 μg/mL. Deskripsi preparat histologi menunjukkan adanya infiltrasi heterofil dan limfosit pada hari ke-3 dan ke-5 setelah injeksi, dan gambaran otot normal pada hari ke-7. Kadar enroflokasin pada otot mulai hari ke-1 hingga hari ke-7 setelah injeksi masih melebihi batas maksimum residu enrofloksasin yang diperbolehkan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI).Kata kunci: kadar enrofloksasin, otot broiler, histopatologi (The Enrofloxacine Level and Histopathological Feature of Broiler Muscle after Intravenous Single Dose Injection of Enrofloxacin)Drug residue in broiler due to the antibiotic application pre harvest may impair the quality of carcas. The loss of quality of carcas would be reflected by the high level of drug substance and also by the feature of hispathological changes in the muscle. The research conducted to know the level of enrofloxacin and the histological changes in broiler muscle after intravenous single dose of enrofloxacin 50 mg/kg bw. The 18 of New Loghman day old chicks were maintained until 30 days and gained 1,5-2,0 kg of body weight. The dose of 50 mg/kg bw enrofloxacin injected intravenously to 15 chickens, while 3 chickens were injected 1 mL of NaCl 0.9% as control. The abdominal muscle and blood sampling conducted at 1 hour, day-1, 3, 5, and 7 post injection by decapitation of 3 chickens for each interval. Blood collected into heparinized tubes, then centrifuged 2500 g to find plasma. The drug residue in muscles were extracted and analyzed using high performance liquid chromatography. The muscle were collected into formalin 10% then processed to histopathology preparation using Hematoxilin-Eosin staining. The result showed the level of drugs in 1 hour, day 1,3,5 and 7 post injection were 11,91 ± 1,28; 0,61 ± 0,06; 0,51 ± 0,01; 0,36 ± 0,02; 0,21 ± 0,14 μg/mL, respectively. These levels were still above the maximum limit of residue of enrofloxacin in tissue according to Standar Nasional Indonesia (SNI). The feature of histopathology preparation showed some levels of heterophyle and lymphocyte infiltration on day 3 and 5, but no histological changes in day 7. The levels of enrofloxacin of all intervals until 7 days post injection were still above the Maximum Residue Limits according to Standar Nasional Indonesia (SNI).Keywords: enrofloxacin level, broiler muscle, histopathology
Profil Kreatinin dan Nitrogen Urea Darah pada Anak Sapi Friesian Holstein yang Disuplementasi Zn Sus Derthi Widhyari; Anita Esfandiari; Aditia Dwi Cahyono
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 2 (2015): Juli 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (150.41 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.2.45-50

Abstract

Parameter kreatinin dan nitrogen urea darah atau blood urea nitrogen (BUN) dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat adanya gangguan fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kreatinin dan BUN dalam serum anak sapi Friesian Holstein (FH) yang diberi suplementasi mineral Zn di dalam pakan. Penelitian ini menggunakan 9 ekor anak sapi FH yang sehat secara klinis dan umur berkisar antara 6-10 bulan. Hewan dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok tanpa suplementasi Zn, kelompok yang diberi suplementasi Zn sebesar 60 ppm, dan kelompok yang diberi suplementasi Zn sebesar 120 ppm. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis sebelum pemberian Zn dan setiap bulan setelah pemberian Zn selama 3 bulan. Sampel darah dalam bentuk serum dianalisis untuk kadar kreatinin dan BUN menggunakan alat spektrofotometer. Hasil pemeriksaan memperlihatkan bahwa kadar kreatinin darah berkisar antara 0,64 sampai 0,77 mg/dL, dan kadar BUN berkisar antara 8 sampai 19 mg/dL. Kadar kreatinin dan BUN darah pada anak sapi FH masih berada pada kisaran normal. Oleh karena itu suplementasi Zn 60 ppm maupun 120 ppm yang diberikan selama tiga bulan pada anak sapi FH relatif aman dan tidak menggangu fungsi ginjal.Kata kunci: mineral Zn, BUN, kreatinin, anak sapi Friesian Holstein. (Creatinin and Blood Urea Nitrogen Profiles on Friesian Holstein Calves Supplemented by Zn)Creatinine and blood urea nitrogen (BUN) can be used for indicator renal disfuction. The objective of this experiment was to study the concentration of creatinine and blood urea nitrogen in Friesian Holstein (FH) calves, received feed supplemented by Zn. Nine healthy Holstein calves, 6-10 months old were used in this experiment. The calves were devided into 3 groups, consisted of three calves, i.e. no supplementation (control), 60 ppm and 120 ppm of Zn supplementation. Blood sample were collected from jugular vein, before dan after supllementation Zn every month untill 3 months. Blood urea nitrogen and creatinine concentrations in serum were analysed using spectrophotometer. Results of the experiment had indicated that the creatinine and BUN concentration ranging between 0,64-0,77 mg/dL and 8-19 mg/dL, respectively. In conclusion, concentration of creatinine and Blood urea nitrogen were in a normal range. So the supplementation of Zn 60 and 120 ppm were given for three months in Friesian Holstein calves relatively safe for renal function.Keywords: zinc, blood urea nitrogen, creatinine, Friesian Holstein calves.
Perilaku Memelihara Burung Paruh Bengkok di Maluku Utara Irfan Rosyadi; Bambang Tetuka; Eben Embeua; Erfa Mukaram; Nyong Barakai; Ronal Djorebe
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 2 (2015): Juli 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1068.953 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.2.51-57

Abstract

Kajian tentang pemeliharaan burung paruh bengkok di Maluku Utara telah dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Juli 2012. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei dengan melakukan wawancara terhadap 800 responden rumah tangga di 2 kota di Maluku Utara, yaitu Ternate dan Tobelo. Sebanyak 28 pertanyaan diajukan kepada responden terkait kepemilikan burung, cara mendapatkan, cara pemeliharaan, alasan memelihara, serta persepsi terhadap perilaku memelihara burung terkait dengan kelestariannya. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13,6 % rumah tangga memelihara burung. Jenis yang paling banyak dipelihara adalah burung paruh bengkok, seperti kasturi ternate Lorius garrulus (68,2%), kemudian disusul secara berurut-urut kakatua putih Cacatua alba (10,1 %), nuri bayan Eclectus roratus (7,3 %) dan nuri kalung-ungu Eos squamata (16%), sementara jenis lainnya adalah nuri kepala hitam Lorius lory, serta bukan jenis paruh bengkok seperti julang irian Rhyticeros plicatus, merpati Columba livia, dan pergam kaca mata Ducula perspicillata dengan jumlah kira-kira sama. Alasan memelihara burung paling banyak adalah karena bisa menirukan kata (75,3%). Burung biasanya dipelihara dengan merantai kakinya di gantungan kayu (71%) dan pemelihara juga mencabut bulu sayap burung untuk mencegahnya terbang (34%). Rendahnya pengetahuan terhadap pemeliharaan burung berdampak pada tidak terpenuhinya kesejahteraan burung peliharaan dan rendahnya kesadaran terhadap kelestarian burung menjadi ancaman utama kepunahan burung di alam.Kata kunci: paruh bengkok, perilaku memelihara burung, Maluku Utara, wawancara(Parrot Bird-Keeping in North Maluku)Information of parrots bird keeping in North Maluku is available since the study has been conducted during April until July 2012. We interviewed 800 households in Ternate and Tobelo, North Maluku with total of 28 questions. The Questions were about the ownership of the birds, how to get, reason and how to keep care, as well as the perception of bird conservation related to bird-keeping. The results showed 13.6% of households keeping birds. Chattering lory Lorius garrulus were found to be the most popular pet (68.2%), followed by white cockatoo Cacatua alba (10.1%), eclectus parrot Eclectus roratus (7.3%) and violet-necked lory Eos squamata (16% ), the rest is divided equally respectively black-capped lory Lorius lory, and non-parrot species; blyth’s hornbill Rhyticeros plicatus, rock dove Columba livia, spectacled imperial-pigeon Ducula perspicillata. Birds were usually found with chained legs on wooden hangers (71%) and about 34% bird found with the flight feather hacked off to prevent escape. The concern for animal welfare were relatively low as well as for bird conservation.Keywords: Parrot, bird-keeping, Ternate, Tobelo North Maluku, interview
Kesempurnaan Kematian Sapi setelah Penyembelihan dengan dan tanpa Pemingsanan Berdasarkan Parameter Waktu Henti Darah Memancar Herwin Pisestyani; Nadhear Nadadyanha Dannar; Koekoeh Santoso; Hadri Latif
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 2 (2015): Juli 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (106.717 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.2.58-63

Abstract

Parameter untuk mengetahui hewan sapi sempurna setelah disembelih yaitu dengan melihat refleks kelopak mata dan atau waktu henti darah memancar. Menurut EFSA (2004) kematian merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan respirasi fisiologis dan sirkulasi darah telah berhenti sebagai akibat dari pusat sistem tersebut di batang otak secara permanen kehilangan fungsi karena kekurangan oksigen dan energi. Waktu henti darah memancar merupakan indikasi bahwa jantung sudah tidak dapat memompa darah keluar dari tubuh karena tidak ada lagi asupan oksigen darah dalam jantung, sehingga hewan tersebut dapat dikatakan mati. Tujuan dari penelitian ini untuk menghitung waktu henti darah memancar pada penyembelihan sapi dengan metode pemingsanan dan tanpa pemingsanan yang dipotong di rumah potong hewan ruminansia besar (RPHRB), sehingga diperoleh data rataan waktu hewan mati sempurna. Tiga puluh ekor sapi Brahman Cross dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu, sebanyak 15 ekor yang disembelih dengan pemingsanan (kelompok 1) dan sebanyak 15 ekor yang disembelih tanpa pemingsanan (kelompok 2). Waktu henti darah memancar dihitung sesaat setelah hewan disembelih sampai darah berhenti memancar. Hasil dari penelitian diperoleh rataan waktu henti darah memancar pada sapi yang dipingsankan sebelum disembelih adalah sebesar 3,02 menit dan rataan waktu henti darah memancar pada sapi yang disembelih tanpa pemingsanan adalah sebesar 2,13 menit. Selang waktu henti darah memancar antara sapi yang dipingsankan dengan sapi yang tidak dipingsankan sebelum disembelih adalah 53,4 detik. Waktu henti darah memancar dipengaruhi oleh perlakuan hewan sebelum pemotongan, yaitu dengan atau tanpa pemingsanan.Kata kunci: Pemingsanan, sapi, tanpa pemingsanan, waktu henti darah (The Perfect Cow Died after Slaughtered by Stunning and Non Stunning Methods According to Gushing Blood Downtime)Palpebra reflex and gushing blood downtime can be used as parameters to see animals death after slaughtered. Stop bleeding time was an indication that the heart is unable to pump blood out of the body due to no more oxygen in the blood of the heart, so that the cattle can be said has been dead perfectly. The aims of this study was to calculate the stop bleeding time of cattle slaughtered by stunning and non stunning methods, thus obtained the avaraging data of perfectly death time of animals. Thirty catlles’s Brahman Cross divided into two treatment groups, firstly 15 cattle’s were slaughtered by stunning method (group 1) and the second one 15 cattle’s were slaughtered by non stunning method (group 2). Blood gushing downtime was calculated immediately after the animal is slaughtered until the blood stops radiating. The results showed the average blood gushing downtime in cattles that were stunning before slaughtered is 3.02 minutes and the average time to stop blood gushing in cattles of non stunning group is 2.13 minutes. The interval blood gushing downtime between the cattles slaughtered by stunning and non stunning was 53.4 seconds. Blood gushing downtime was affected by the treatment of animals before they were slaughtered.Keywords: cattle, gushing blood downtime, non stunning, stunning.
Uji Efektivitas Jangka Panjang Kombinasi Ekstrak Buah Cabe Jawa dan Biji Mahoni Sebagai Penambah Stamina pada Tikus Putih Jantan . Yulianita; E Mulyati Effendi
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 2 (2015): Juli 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (181.123 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.2.64-69

Abstract

Buah cabe jawa dan biji mahoni secara tunggal telah diteliti memiliki aktivitas sebagai peningkat stamina. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektifitas dari kombinasi ekstrak buah cabe jawa dan biji mahoni sebagai penambah stamina pada tikus putih jantan dan untuk mengetahui adanya efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan jangka panjang. Hewan uji yang digunakan sejumlah 35 ekor tikus putih jantan yang dibagi dalam 7 kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih. Kelompok tersebut terdiri dari biji mahoni, buah cabe jawa, kombinasi buah cabe jawa-biji mahoni (2:1), buah cabe jawa-biji mahoni (1:1), buah cabe jawa-Biji mahoni (1:2), kontrol (-) dan kontrol (+). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kombinasi ekstrak buah cabe jawa-biji mahoni (2:1) dan (1:2) tidak berbeda nyata dengan efektivitas pemberian ekstrak cabe jawa dan biji mahoni secara tunggal, dan kontrol positif masih memiliki nilai peningkat stamina tertinggi dengan nilai rata-rata daya tahan renang sebesar 529 detik. Penggunaan kombinasi ekstrak buah cabe jawa-biji mahoni yang paling efektif adalah pada hari ke-3.Kata kunci: stamina, buah cabe jawa, biji mahoni (Long Term Effectiveness Experiment Combination of Javanese Long Pepper Fructus and Mahogany Bean Extract as a Stimulant to Male Rat)Javanese long pepper fructus and mahogany bean have a stimulant effect on body stamina. This research purposed to test the effectiveness of the combination of extract of javanese long pepper fructus and mahogany bean in long use for increasing stamina in male rats. A number of 35 male rats were used for testing and divided into 7 groups. Each group consisted of 5 rats. The group consists of mahogany bean, javanese long pepper fructus, javanese long pepper fructus-mahogany bean (2:1), javanese long pepper fructus-mahogany bean (1:1), javanese long pepper fructus-mahogany bean (1:2), control (-) and control (+). The result showed that administration of javanese long pepper extract-mahagony bean extract (2:1) and (1:2) do not show the effectiveness with javanese long pepper extract and mahagony bean extract in single use, and the positif control still show the high stimulant activity with the average value swimming endurance time of 529 seconds. Utilizing combination Javanese long pepper extractmahagony bean extract more effective in 3rd day.Keywords: stamina, javanese long pepper fructus, mahogany bean
Deteksi Residu Hormon Trenbolon Asetat pada Sapi Siap Potong Impor asal Australia Rifky Danial; Hadri Latif; Agustin Indrawati
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 2 (2015): Juli 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (180.149 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.2.70-76

Abstract

Trenbolon asetat (TBA) merupakan hormon penggertak pertumbuhan yang diimplankan ke sapi untuk meningkatkan berat badan dan mengefisiensi konversi pakan. Penggunaan TBA dapat meninggalkan residu dalam urin dan dapat menyebabkan efek negatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis keberadaan residu TBA dalam urin sapi siap potong impor dari Australia. Ukuran sampel dihitung dengan menggunakan rumus deteksi penyakit dan sampel dipilih secara acak. Sebanyak 60 sampel dianalisis menggunakan enzim-linked immunosorbent assay (ELISA). Tes menunjukkan bahwa sebanyak 100% urin sapi siap potong dari Australia mengandung residu TBA dengan konsentrasi yang bervariasi. Konsentrasi residu TBA < 2 part per billion (ppb) terdeteksi pada 37 sampel (61,67%), konsentrasi residu TBA 2-4 ppb terdeteksi pada 7 sampel (7%), dan konsentrasi residu TBA > 4 ppb terdeteksi pada 16 sampel (26,67%). Hasil positif menunjukkan bahwa sapi potong asal Australia mengandung residu hormon trenbolon asetat (TBA).Kata kunci: ELISA, residu, sapi potong impor, trenbolon asetat, urin (Detection of Trenbolone Acetate Hormone Residues in Imported Slaughter Cattle from Australia)Trenbolone acetate (TBA) is a growth hormone promoter which is implanted into cattle to increase weight gain and feed conversion efficiency. The use of TBA can leave residue in urine and may cause negative effects. The objective of this research was to analyze the presence of the TBA residue in imported slaughter cattle urine from Australia. Cattle urine samples were collected from Animal Quarantine Installation. Sample size was calculated using the formula of detect disease and selected by random sampling. A total of 60 samples of cattle urine were analyzed for level of trenbolone acetate residues by using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. The test showed that positive results in all of urine samples (100%) of slaughter cattle imported from Australia with variation in TBA residues concentrations. The concentration of residual TBA < 2 ppb were detected in 37 samples (61.67%), the residual concentration of TBA 2-4 ppb were detected in 7 samples (7%), and the concentration of residual TBA > 4 ppb were detected in 16 samples (26.67%). Total of 60 urine samples contained TBA residues. The presence of TBA residues with concentration above 4 ppb was 16 samples (26.7%). Positive results in the samples was indicated the Australian cattle contains trenbolone acetate (TBA) residue.Keywords: ELISA, residue, imported slaughter cattle, trenbolone acetate, urine
Studi Histokimia Sebaran Karbohidrat Usus Biawak Air (Varanus salvator) Sri Wahyuni; . Zuchri; . Hamny; Muhammad Jalaluddin; I Ketut Mudite Adnyane
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 3 No. 2 (2015): Juli 2015
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1034.948 KB) | DOI: 10.29244/avi.3.2.77-84

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui sebaran karbohidrat pada usus biawak air dengan metode histokimia. Organ usus dari satu ekor biawak jantan dewasa dikoleksi melalui prosedur perfusi dan selanjutnya difiksasi dengan larutan paraformaldehid 4%. Usus biawak dibagi menjadi enam bagian, yaitu bagian I sampai VI dan selanjutnya diproses menjadi preparat histologi. Deteksi sebaran karbohidrat pada lapisan mukosa usus dilakukan dengan pewarnaan alcian blue (AB) pH 2,5 untuk karbohidrat asam dan periodic acid schiff (PAS) untuk karbohidrat netral. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebaran karbohidrat asam ditemukan pada sel goblet pada keenam bagian usus dengan intensitas reaksi sedang (++) sampai kuat (+++), dan tidak ditemukan pada struktur usus lainnya. Sebaran karbohidrat netral ditemukan di seluruh permukaan jaringan usus dengan intensitas reaksi lemah (+) sedangkan intensitas reaksi sedang (++) sampai kuat (+++) ditemukan pada sel goblet. Jumlah sel goblet penghasil karbohidrat asam dan netral pada usus bagian I-IV lebih sedikit (+~++) dibandingkan usus bagian V-VI (+++). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sebaran karbohidrat asam dan netral ditemukan diseluruh bagian usus dengan intensitas pewarnaan yang bervariasi. Jumlah sel goblet yang terdeteksi menghasilkan kedua jenis karbohidrat tersebut lebih banyak ditemukan pada usus bagian kaudal.Kata kunci: jaringan usus, sel goblet, karbohidrat asam dan netral, Varanus salvator. (Histochemical Study of Intestinal Carbohydrates Distribution in the Water Monitor (Varanus salvator))The objective of this study was to elaborate the distribution of carbohydrate in intestine tissue of water monitor using histochemical method. Intestinal organ from an adult male water monitor was collected after perfused and subsequently fixed in paraformaldehyde 4%. Intestinal organ was divided to six regions e.g. I to VI and then processed to histological slides. The carbohydrate distribution on the mucosal surface of intestinal tissue was stained with alcian blue (AB) pH 2.5 for detect the acid carbohydrates and periodic acid Schiff (PAS) for the neutral carbohydrates. The results showed that the distribution of acid carbohydrates found in the goblet cells at the I to VI regions with vary intensity of staining reaction with good staining (++) to intense staining (+++), whereas other intestinal structures did not contain the acid carbohydrates. Furthermore, the distribution of neutral carbohydrates was found in the whole intestinal tissue with weak reaction (+), while good staining (++) to intense staining (+++) was appeared in the goblet cells. Additionally, the number of goblet cells containing acid and neutral carbohydrates at the I-IV region was fewer (+~++) than at V-VI region (+++). Conclusion of this study is the distribution of acid and neutral carbohydrates appeared in all regions of the intestinal tissue. The large number of goblet cells that secreting both of carbohydrate type was found at the caudal of intestinal tissue.Keywords: intestinal tissue, goblet cells, acid and neutral carbohydrates, Varanus salvator.
Multiple Trichoepithelioma pada Kukang (Nycticebus coucang) Jantan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia: Studi Kasus Nur Purba Priambada; Wendi Prameswari; Fitri Yanti; Karmele Llano Sanchez
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 4 No. 1 (2016): Januari 2016
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (668.344 KB) | DOI: 10.29244/avi.4.1.1-6

Abstract

Berbagai macam neoplasia telah dilaporkan di prosimian tetapi masih sedikit sekali kasus tumor kulit pada kukang yang dilaporkan. Tulisan ini bertujuan untuk membahas kasus multiple trichoepithelioma pada kukang sumatra (N. coucang). Seekor kukang sumatera berjenis kelamin jantan, dewasa, memiliki berat 670 gram, telah diterima oleh Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia (PRP-YIARI), Bogor pada Mei 2014. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sebanyak 18 buah bentukan masa di kulitnya dengan diameter yang bervariasi 5-25 mm dan tersebar di seluruh tubuh mulai dari kaki, tangan, punggung, perut dan dahi. Hasil biopsi jaringan menunjukkan adenoma kelenjar sebaseous dan pemeriksaan histopatologi lanjutan menunjukkan trichoepithelioma. Merujuk dari hasil histopatologi dan keberadaan jumlah tumor yang banyak, maka diagnosa dari kasus ini adalah multiple trichoepithelioma dengan prognosa fausta. Terapi berupa eksisi tumor dengan pembedahan telah dilakukan dan cukup efektif. Masih belum diketahui apakah penyakit ini telah ada pada kukang sejak hidup liar di alam atau terjadi ketika dipelihara dalam lingkungan captive.Kata kunci: kukang, IAR Indonesia, multipel trichoepithelioma, neoplasia (Multiple Trichoepithelioma pada Kukang (Nycticebus coucang) Jantan di Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia: Studi Kasus)A variety of neoplasia have been reported in prosimians, but only a few skin neoplasia were reported in slow lorises. The objective of this case study is to report a case of multiple trichoepithelioma on sumatran slow loris (N. coucang). On May 2014, Pusat Rehabilitasi Primata Yayasan Inisiasi Alam Rehabilitasi Indonesia  (PRP-YIARI), Bogor, has been rescued an adult male Sumatran slow loris with 670 gram of body weight. During the physical examination, he was found with 18 masses in his skin, in varies diameter (5-25 mm) and spread in his whole body from hand, foot, back, stomach and forehead. The result of tissues biopsy shown that the masses were sebaceous gland adenoma, but further histopathological examination shown that it was trichoepithelioma. Due regard of the histopathological result and the amount of the tumour, we diagnosed this case study as multiple trichoepithelioma with good prognosis. Treatment by surgical tumour excision has already done and had quite effective result. It still remind unclear whether this case happen since the slow loris live in the wild or during in captivity.Keywords: slow loris, IAR Indonesia, multiple trichoepithelioma, neoplasia
Deteksi Penyakit Bovine Viral Diarrhea pada Sapi Potong Impor melalui Pelabuhan Tanjung Priok Aditya Primawidyawan; Agustin Indrawati; Denny Widaya Lukman
Acta VETERINARIA Indonesiana Vol. 4 No. 1 (2016): Januari 2016
Publisher : IPB University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (267.354 KB) | DOI: 10.29244/avi.4.1.7-13

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan suatu kajian serologis tentang penyakit bovine viral diarrhea (BVD) dan mendeteksi adanya kaitan pemeliharaan kandang sebagai faktor risiko sumber penularan penyakit BVD pada sapi potong impor. Pengujian screening awal mengggunakan ELISA (enzyme linked immunosorbant assay) Antibodi BVD terhadap 100 sampel serum darah sapi, dan ditemukan 63 positif terhadap adanya antibodi anti BVD. Selanjutnya dilakukan pengujian lanjutan ELISA Antigen BVD dan hasilnya seluruh sampel negatif terhadap Antigen BVD. Hasil positif uji ELISA terhadap antibodi BVD mengindikasikan bahwa sampel mengandung antibodi anti BVD akibat pernah terinfeksi oleh virus BVD secara sementara (transient) atau melalui vaksinasi. Berdasarkan dokumen health certificate dari negara asal tidak terdapat informasi yang jelas terhadap perlakuan vaksinasi BVD pada sapi potong impor. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan screening di negara Indonesia untuk mendeteksi dan melakukan usaha preventif mencegah penyebaran di feedlot. Faktor-Faktor yang mempengaruhi kejadian hasil ELISA antibodi positif BVD, terkait dengan penyebaran penyakit BVD selama dalam masa pemeliharaan dan penggemukkan adalah program biosekuriti pada peternakan dengan nilai (OR=3,316; CI=1,380-7,967), dan pengelolaan limbah kandang dalam peternakan dengan nilai (OR=2,667; CI=1,105-6,434). Hasil ini menunjukkan ada asosiasi antara kedua faktor yang ada pada peternakan dengan kejadian penyakit BVD.Kata kunci: BVD, ELISA antibodi dan antigen, faktor risiko. (Detection and Risk Factors Study of Bovine Viral Diarrhea in Cattle Imports at Tanjung Priok Port)This research was a serological study on bovine viral diarrhea (BVD) and also to detect the relevance of maintenance farm management as a risk factor on the spreads of BVD. The initial screening test was performed using antibody capture enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) to BVD on 100 cattle blood serum samples. The screening test showed that of 63 samples were positive to BVD antibody and 37 samples were negative to BVD antibody. The next screening test was performed using antigen capture ELISA to BVD and all samples showed negative results on BVD antigen. The results of the ELISA test positive for antibodies to BVD indicates that the samples examined anti-BVD antibodies due to BVD virus had been infected by a temporary (transient) or vaccination. Based on the document health certificate from the country of origin there is no clear information on the treatment of BVD vaccination on imports of beef cattle. So, we need a screening examination in the country of Indonesia to detect and perform preventive measures to prevent the spread in feedlots. Relevant factors that affected the occurrence of positive result on BVD antibody detection was farm biosecurity programs with odds ratio (OR) value of 3.316 and confidential interval (CI) value of 1.380-7.967. Further relevant factor was caging waste management with OR value of 2.667 and CI value of 1.105-6.434. There were statistically significant differences (p<0.05) between farm biosecurity programs and caging waste management related to BVD disease incidence.Keywords: BVD, ELISA antibodies and antigen, risk factors

Page 4 of 25 | Total Record : 248