cover
Contact Name
Ihda Shofiyatun Nisa'
Contact Email
jurnaljaksya@gmail.com
Phone
+6282137787572
Journal Mail Official
jurnaljaksya@gmail.com
Editorial Address
Jl. Manunggal No. 10-12, Sukolilo Tuban, Jawa Timur
Location
Kab. tuban,
Jawa timur
INDONESIA
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law
ISSN : -     EISSN : 28093402     DOI : https://doi.org/10.51675/jaksya.v2i2
Core Subject : Religion, Science,
JAKSYA : The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law, Merupakan Jurnal yang diterbitkan oleh Program Studi Hukum Keluarga Islam, Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban. Artikel yang dimuat didalam jurnal Jaksya melingkupi hukum Islam dan hukum perdata Islam.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 50 Documents
Konstitusionalitas Perceraian sebab Perselisihan dan Pertengkaran antara Suami Isteri Aufi Imaduddin
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (348.467 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.138

Abstract

Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi supremasi, maka segala aturan yang berlaku dalam tatanan negara harus sesuai dengan aturan yang ada seperti perkara perkawinan. Perkawinan di Indonesia telah diatur dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dijelaskan dalam undang-undang tersebut tentang tata cara pelaksanaan perkawinan hingga tata cara perceraian beserta akibat hukum yang timbul usai perceraian. Terkait dengan perceraian ini dijelaskan di dalam Pasal 39 ayat (2) huruf f UU No 1 Tahun 1974, kemudian dijabarkan kedalam PP No 9 Tahun 1975 dan juga diatur didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI). Dalam perkembanganya perceraian yang diatur dalam poin “f” di anggap bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sehingga menimbulkan kerugian hukum bagi sekelompok masyarakat. Kemudian dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, Pasal 39 ayat (2) UU No 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam frasa “Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran ...” justru memberikan salah satu jalan keluar ketika suatu perkawinan tidak lagi memberikan kemanfaatan karena perkawinan sudah tidak lagi sejalan dengan maksud perkawinan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 UU No 1 Tahun 1974 serta tidak memberikan kepastian dan keadilan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.
Komparasi Anak Zina dan Anak Angkat Menurut BW dan Hukum Islam Imam Supriyadi
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (440.672 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.139

Abstract

Artikel ini bermula dari, pertama bagaimana agar kita bisa membedakan secara definitif terkait anak zina dan anak angkat dalam perspektif hukum Islam dan BW (Hukum Perdata), kemudian membahas mengenai hak kewarisan anak zina dan anak angkat menurut perspektif hukum Islam dan BW. Anak dalam perspektif BW digolongkan menjadi dua yakni anak sah dan anak tidak sah, yang mana kedudukan anak tidak sah ini menurut perpektif BW tidak dapat mewarisi orang tuanya, kecuali adanya pengakuan dari orang tuanya. Dengan adanya pengakuan tersebut timbullah hubungan keperdataan antara anak luar kawin dan orangtua yang mengakuinya. Sedangkan status anak angkat menurut perspektif Islam itu sendiri ialah hanya sekedar mendapatkan pemeliharaan nafkah (biaya hidup), perawatan terhadap anak dan kasih sayang dari orangtua angkatnya tidak dapat diakui sebagai anak kandung dikarenakan tidak boleh merubah hubungan nasab atau hubungan keturunan antara anak kandung dengan orang tua kandungnya. Sedangkan dalam perpektif BW tidak ada istilah anak angkat, yang ada hanya anak sah dan tidak sah. Pada dasarnya, anak angkat bukanlah ahli waris yang dimaksud dalam Pasal 852 ayat (1) KUHPerdata. Namun, anak angkat dapat memperoleh warisan dengan cara diberi hibah oleh pewaris. Pemberian hibah diatur dalam ketentuan Pasal 957 KUHPerdata
Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelundupan Hukum dalam Perkawinan Campuran Lutfiana Dwi Mayasari
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (399.837 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.140

Abstract

Celah hukum pada pasal 56 UU No 1/1974 acapkali dijadikan salah satu alternatif dan jalan pintas formalisasi pernikahan beda agama di Indonesia. Penyelundupan hukum dalam perkawinan beda agama yang dilakukan tersebut justru dilindungi oleh regulasi. Seperti contoh kasus Dimas Anggara dan Nadine Chandrawinata, perkawinan Yuni Shara dan Henry Siahaan, dan perkawinan sejenis antara pasangan gay Ragil Mahardika dan suaminya Frederik Vollert yang berasal dari Jerman. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif, dan analisis yuridis normatif. Melalui analisis kasus penyelundupan hukum, disimpulkan bahwa terjadi kekosongan hukum. Tidak ada aturan khusus yang mengatur mengenainya.Menyamakan perkawinan campuran dengan kasus penyelundupan hukum jelas bertentangan dengan amanat konstitusi. Perkawinan yang dilakukan oleh pelaku penyelundupan hukum tidak sah baik secara agama maupun secara administratif hukum perkawinan nasional Indonesia.
Penundaan Perkawinan dalam Perspektif Fath Adz-Dzari’ah dan Sadd Adz-Dzari’ah: Studi Kasus di Desa Leteh, Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang Abdul Rozak; Ihda Shofiyatun Nisa'; Arif Sugitanata
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (50.319 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.141

Abstract

Artikel ini berusaha menjelaskan bagaimana alasan-alasan dari masyarakat di Desa Leteh Kecamatan Rembang, Kabupaten Rembang menunda perkawinannya dalam kacamata sadd adz-dzari’ah dan fath adz-dzari’ah. Dengan melakukan wawancara secara mendalam terhadap lima belas orang yang telah memilih untuk menunda perkawinan mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketidakbolehan atau kebolehan penundaan perkawinan dapat digambarkan melalui pertimbangan sadd adz-dzari’ah (yang mengarah pada kerusakan) dan fath adz-dzari’ah (yang mengarah pada kebaikan dan kemaslahatan). Penundaan perkawinan karena alasan ekonomi atau untuk menemukan pasangan yang sesuai dengan harapan dapat dianggap sebagai fath adz-dzari’ah karena hal ini dianggap sebagai langkah bijak untuk menghindari kerusakan dalam rumah tangga. Namun, penundaan perkawinan karena pengalaman kegagalan atau perasaan bahagia tanpa perkawinan dapat dianggap sebagai sadd adz-dzari’ah karena hal ini dapat mengarah pada ketidaksempurnaan hidup dan kesendirian di masa tua.
Nafkah Sebuah Konsekuensi Logis dari Pernikahan Isniyatin Faizah
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (413.903 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.142

Abstract

Pemberian nafkah merupakan kewajiban seorang suami terhadap isteri setelah adanya ikatan pernikahan yang sah, isteri menyerahkan dirinya kepada suaminya, isteri bersedia diajak pindah tempat sesuai dengan keinginan suami, isteri tersebut adalah orang yang telah dewasa, isteri patuh dan taat kepada suami. Dalam hal seperti ini isteri berhak mendapatkan apa yang menjadi haknya selama isteri tidak nusyuz dan tidak ada sebab lain yang akan menyebabkan terhalangnya nafkah, yang mengakui bahwa orang yang menjadi milik orang lain dan diambil manfaatnya maka nafkahnya menjadi tanggungan orang yang menguasainya. Adapun ukuran nafkah itu diukur berdasarkan kebutuhan isteri yang mencakup sandang, pangan dan papan, sedangkan ulama mazhab lain mengatakan disesuaikan kondisi suami, bukan kondisi isteri. Adapun nafkah bagi isteri ghaib ketika akad dilaksanakan dan suami mengetahui bahwa isterinya itu seorang wanita pekerja/karir yang tidak mungkin tinggal di rumah, maka suami tidak berhak meminta isterinya untuk meninggalkan pekerjaannya. Akan tetapi kalau suami memintanya juga, dan isterinya tidak memenuhi permintaannya tersebut, maka kewajiban memberi nafkah kepada isterinya itu tidak menjadi gugur. Apabila suami tidak mengetahui kalau isterinya adalah seorang wanita pekerja/karir ketika akad dilaksanakan, maka suami berhak meminta isterinya meninggalkan pekerjaannya, dan kalau isterinya tidak memenuhi permintaannya tersebut, maka dia tidak berhak atas nafkah.
Waris Lotre Masyarakat Muslim Desa Tunglur Perspektif Konstruksi Sosial M. Syekh Ikhsan Syaifudin
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 1 (2020): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (351.13 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i1.143

Abstract

Masyarakat muslim Desa Tunglur dalam hal pembagian harta warisan menggunakan cara lotre, namun tidak semua harta warisan dibagi secara lotre, hanya barang-barang yang ada di dalam rumah seperti properti, elektronik, dan lain-lain. Jika melihat kondisi masyarakat yang telah mengalami modernisasi dalam berbagai aspek kehidupan, seharusnya tradisi tersebut sudah ditinggalkan, tetapi tradisi waris lotre tetap dilestarikan. Hal ini menjadikan penulis tertarik untuk menela’ah lebih dalam tentang tradisi tersebut. Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif, jenis penelitianya ialah studi kasus dengan menggunakan pendekatan fenomenologi, dan dianalisa dengan teori konstruksi sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, terbentuknya tradisi tersebut adalah dengan beberapa tahapan, 1. Momen eksternalisasi, prosesnya ialah adaptasi diri dengan dunia sosio-kultural, menghasilkan fenomena berupa penyesuaian diri dengan tradisi waris lotre, bahwasanya tradisi tersebut memiliki basis historis dan dasar normatifnya, 2. Momen objektivasi, prosesnya Interaksi diri dengan dunia sosio-kultural, menghasilkan fenomena berupa penyadaran dan keyakinan, bahwa waris lotre merupakan tradisi yang positif, 3. Momen internalisasi, prosesnya identifikasi diri dengan dunia sosio-kultural, menghasilkan fenomena tentang adanya penggolongan sosial berbasis historis, dan melahirkan kelompok yang melestarikanya. Alasan masyarakat muslim Desa Tunglur memenuhi dan memelihara tradisi tersebut karena ingin terhindar dari perselisihan dan perpecahan, bahkan pertengkaran akibat berebut harta.
Peran Penyuluh Agama Islam Non PNS Bidang Perkawinan dalam Upaya Membina Keluarga Sakinah (Studi di KUA Kecamatan Panceng Kabupaten Gresik) Karmuji Karmuji; Nofan Andrian Usmani Putra
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (385.934 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i2.150

Abstract

Keluarga sakinah adalah keluarga yang penuh dengan kecintaan dan rahmat Allah SWT. Tidak ada satupun pasangan suami istri yang tidak mendambakan keluarganya bahagia. Akan tetapi, untuk memperoleh gelar sakinah tersebut tidaklah sangat mudah layaknya membalik telapak tangan, sebab dalam mengarungi rumah tangga pasti banyak sekali problem-problem yang menghambat, baik dibidang ekonomi maupun sosial, material ataupun inmaterial. Melihat hal tersebut, sudah pasti seorang pasangan suami istri membutuhkan yang namanya sebuah bimbingan atau pendidikan pengetahuan tentang konsep berumah tangga agar tercapailah keluarga sakinah tersebut, terutama bagi pasangan suami istri yang notabennya kurang bahkan tidak mengetahui sama sekali cara hidup berumah tangga. Dalam hal ini lembaga yang berwenang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan suatu pernikahan adalah KUA (Kantor Urusan Agama), sebab KUA merupakan lembaga yang pertama kali mengesahkan secara hukum terjadinya suatu pernikahan, baik sah dalam kaca mata hukum Islam maupun hukum umum (Undang-undang). Dan tugas tersebut dalam struktur KUA adalah tugas dari Penyuluh Agama Islam Non PNS Bidang Perkawinan. Hasil penelitian menunjukan bahwa peran Penyuluh Agama Islam Non PNS Bidang Perkawinan adalah sebagai konsultan dalam menyelesaikan masalah dan sebagai corong Kementerian Agama dalam mensyi'arkan ajaran agama terutama dalam hal membangun keluarga yang sakinah. Berdasarkan temuan ini dapat disimpulkan bahwa peran Penyuluh Agama Islam Non PNS Bidang Perkawinan masih belum optimal dan memberikan dampak, sebab masih minimnya fasilitas dalam proses penyuluhan dan angka perceraian tidak mengalami penurunan.
Perbedaan Negara; Penghalang Kewarisan ? Imam Supriyadi; Agnes Nur Inawati; Andika Agung Ferdiansyah
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.07 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i2.151

Abstract

Indonesia memiliki 3 hukum waris yang berlaku, yakni hukum waris adat, hukum waris Islam, dan Hukum waris perdata barat sebagai produk yang diwariskan oleh Belanda saat menjajah Indonesia. Tingginya mobilitas penduduk dari satu negara ke negara lainnya turut menyebabkan terjadinya fenomena perpindahan kewarganegaraan. Begitu pula dengan Warga Negara Indonesia (WNI) yang karena alasan pendidikan, pekerjaan, maupun preferensi lainnya memilih untuk menjadi Warga Negara Asing (WNA). Maka dari itu,apakah perbedaan Negara menjadi sebuah penghalang kewarisan? Jurnal ini menjelaskan bahwa para ulama sepakat berlainan Negara antar-sesama muslim tidak menjadi penghalang untuk mewaris, sebab Negara-negara Islam, walaupun berbeda pemerintahannya, dan jauh jarak yang satu dengan lainnya, di pandang sebagai satu Negara. Hubungan kekuasaan (ishmah) antar Negara-negara tersebut menerapkan prinsip hukum Islam yang sama,meskipun tiap-tiap Negara memiliki perbedaan mengenai bentuk kenegaraan, sistem pemerintah maupun mengenai politik yang dianutnya. Dengan demikian, seorang muslim di mana pun ia berada, ia dapat mewarisi atau diwarisi oleh kaum kerabatnya. Misalnya seorang warga Negara Mesir meninggal dunia,ahli warisnya yang warga Negara Indonesia dapat mewarisinya. Demikian pula sebaliknya.
Peranan Institusi Hukum Islam Suprastruktur dan Infrastruktur dalam Penyelesaian Problematika Masyarakat Yudi Arianto; Muhammad Syekh Ikhsan syaifuddin; Iqlima Iqlima
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 1 No 2 (2020): Oktober
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (449.014 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v1i2.160

Abstract

Abstrak: Institusi hukum Islam mempunyai peranan fital dalam menata dan mengarahkan umat, keberadaannya menjadi garda terdepan untuk memberikan kontrol terhadap problematika yang merebak di tengah masyarakat, oleh karenanya perbedaan yang terdapat ditengah masyarakat harus disikapi dengan bijak, dengan tidak menjadikannya sebagai alasan perpecahan dan kemelut sosial. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Nilai-nilai keislaman sebenarnya telah tumbuh, jauh sebelum Indonesia merdeka, nilai-nilai tersebut kemudian bersinergi dengan aspek kebudayaan dan aspek sosial dalam masyarakat. 2) prinsip-prinsip keislaman yang telah membaur dengan kebudayaan yang ada selanjutnya mampu bertransisi ke dalam pranata-pranata sosial dalam masyarakat, 3) untuk mempertegas kedudukan lembaga infrastruktur dalam masyarakat sehingga mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk warga Negara, maka pemerintah dengan asas kedaulatannya membentuk lembaga Islam yang mempunyai kekuatan hukum mengikat kepada warga Negara Indonesia yang Muslim, wujud keberadaan lembaga suprastruktur. 4) Baik lembaga infrastruktur maupun suprastruktur keduanya mempunyai andil besar dalam memajukan potensi warga Negara terutama yang beragama Islam, keberadaan lembaga tersebut mampu memberikakan kontrol sikap masyarakat yang jauh dari nilai religiuisitas.
Metode Penetapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia (Analisis Penggunaan Qawaid Fiqhiyyah sebagai Dalil Mandiri dalam Fatwa) Moh Mundzir
The Indonesian Journal of Islamic Law and Civil Law Vol 2 No 1 (2021): April
Publisher : Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama Tuban

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (584.391 KB) | DOI: 10.51675/jaksya.v2i1.161

Abstract

Abstrak: Penggunaan qawa‘> id fiqhiyyah sebagai dalil untuk menyelesaikan persoalan- persoalan hukum yang muncul di tengah-tengah masyarakat, sebagaimana dilakukan oleh MUI, tidak dilakukan oleh lembaga-lembaga serupa yang ada pada organisasi sosial- keagamaan di Indonesia seperti NU dan Muhammadiyah. Akibatnya apabila persoalan tersebut tidak ditemukan di dalam pendapat para ulama dalam kitab-kitab fikih, keputusan yang diambil oleh MUI berbeda dengan keputusan oleh LBM NU dan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang sering memberikan status mauqu>f (ditangguhkan) terhadap persoalan yang dihadapi. Oleh karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan: bagaiamana qawa>‘id fiqhiyyah digunakan di dalam penetapan fatwa-fatwa MUI? mengapa MUI menggunakan qawa‘> id fiqhiyyah sebagai dalil dalam fatwa-fatwanya?. Sumber data penelitian ini adalah fatwa MUI tahun 1975-2018, sementara pendekatannya adalah content analysis dan yuridis hukum Islam. Penelitian ini menemukan bahwa penggunaan qawa’id fiqhiyah sebagai dalil (‘adillah al-ahkam) dalam fatwa-fatwa MUI, diposisikan sama sebagaimana posisi al-Sunnah terhadap al-Qur’an yaitu sebagai ta’kid/mu’akkid, tabyin/mubayyin, dan taqriri/taqnin. Dalam kondisi demikian MUI menggunakan qawa’id fiqhiyyah. (prinsip-prinsip yang ada dalam kaidah-kaidah fikih) sebagai pertimbangan utama (dalil mandiri) untuk menyelesaikan persoalan tersebut.