cover
Contact Name
Muhammad Hatta
Contact Email
muhammad.hatta@unimal.ac.id
Phone
+6285277684276
Journal Mail Official
jurnalcendekia@lps2h.com
Editorial Address
Jln. Darussalam, No. 31, Desa Kampung Jawa Baru, Kec. Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Provinsi Aceh, Kode Pos 24315
Location
Kota lhokseumawe,
Aceh
INDONESIA
Cendekia: Journal of Law, Social and Humanities
ISSN : -     EISSN : 29859174     DOI : https://doi.org/10.5281/zenodo.8115579
Law, economics, politics, education, communication, Islamic law, government science, and other social science fields
Articles 30 Documents
Manfaat Ilmu Forensik dalam Hukum Pidana Cut Khairunnisa; Zulfan
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 1 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (257.348 KB)

Abstract

Ilmu kedokteran Forensik merupakan salah satu disiplin ilmu yang menerapkan ilmu kedokteran klinis terhadap manusia khususnya korban kejahatan. Ilmu forensik selalu dikaitkan dengan penegakkan hukum khususnya aspek hukum hukum pidana. Hasil pembahasan ditemukan bahwa manfaat ilmu forensik terhadap penegakan hukum pidana adalah untuk menemukan kebenaran dan keadilan baik terhadap kasus terbaru maupun kasus-kasus yang sudah lama. Dalam ilmu kedokteran Forensik identifikasi merupakan hal yang penting sehingga dengan disiplin ilmu tersebut kasus yang sudah lamapun bisa terungkap. Dalam penyidikan suatu kasus kejahatan, observasi terhadap bukti fisik dan interpretasi dari hasil analisis barang bukti merupakan alat utama dalam penyidikan sehingga mendapatkan informasi dan fakta yang sesungguhnya. Dalam penyidikan, ada beberapa kendala yang dihadapi oleh penyidik misalnya kasus mutilasi, kesulitannya adalah mengidentifikasi korban, penyebab kematian dan lain-lain. Untuk menemukan kebenaran tersebut penyidik membutuhkan ahli forensik.
Metode Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia Mahdi Abdullah Syihab; Muhammad Hatta
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 1 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (308.621 KB)

Abstract

Teroris bukan merupakan bentuk kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes against peace and security of mankind). Upaya pemberantasan teroris di Indonesia diawali dengan diterbitkannya Pemerintah Indonesia menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1 Tahun 2002. Setahun kemudian, pada tanggal 4 April 2003 Perpu tersebut disahkan menjadi Undang-Undang dengan No. 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Teroris. Pencegahan dan penanggulangan terorisme membutuhkan suatu kejasama secara menyeluruh. Selain kualitas dan kuantitas aparat yang telah dibentuk pemerintah juga perlu adanya dukungan terhadap kepedulian masyarakat. Salah satu, penyebab terjadinya teroris adalah ideologi atau pemahaman agama yang salah dan menyimpang. Oleh karena itu harus ada upaya kontra idiologi teroris khususnya pemahaman tentang jihad yang benar sesuai dengan ajaran agama.
Kedudukan Informed Consent Dalam Pelayanan Kesehatan di Indonesia Cut Sidrah Nadira; Cut Khairunnisa
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 1 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (255.829 KB)

Abstract

Semua orang berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas di Indonesia. Dalam menjalankan pelayanan kesehatan di Indonesia, dokter harus menerapkan prinsip informed consent berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Prinsip Informed Consent adalah hak asasi pasien dalam pelayanan kesehatan yang didasarkan kepada Hak Dasar Individu. Hak dasar individu inilah yang ditafsirkan ke dalam Hak atas badan sendiri pasien yaitu hak untuk menentukan tindakan medis apa yang disetujui atau diinginkan oleh pasien. Prinsip informed consent dapat melindungi diri pasien karena dengan menerapkan prinsip Informed Consent pasien sudah mengetahui sejak awal jenis rawatan apa yang dilaksanakan terhadap dirinya. Prinsip informed consent memberikan hak kepada pasien untuk menentukan atau memilih tindakan medis apa yang terbaik bagi dirinya atau pasienlah yang menentukan “nasib” dirinya sendiri berdasarkan informasi-informasi yang diberikan oleh pihak dokter.
Strategi Komunikasi Satgas Covid-19 Dalam Penerapan Protokol Kesehatan di Warung Kopi Kota Lhokseumawe Khairunnisa; Muhammad Fazil; Cut Andyna; Masriadi; Halida Bahri
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 1 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (532.866 KB)

Abstract

Strategi komunikasi yang dilakukan oleh Satgas Covid-19 Lhokseumawe dalam penerapan protokol warung kopi ada dua yaitu strategi komunikasi langsung berupa sosialisasi dan strategi komunikasi bermedia dengan cara membagikan surat edaran walikota, poster, dan spanduk di setiap warung kopi serta juga membuat situs web Covid-19 Lhokseumawe agar memudahkan masyarakat dalam mencari informasi seputar Covid-19. Selain itu, protokol kesehatan yang diterapkan di warung kopi tersebut adalah menyediakan tempat cuci tangan, menyediakan poster atau spanduk mengenai imbauan memakai masker, menjaga jarak aman antarmeja agar tidak saling berdekatan, dan tidak mengadakan acara yang bisa menimbulkan kerumunan, serta jumlah konsumen yang berkurang akibat aturan mengurangi mobilitas. Hambatan yang sering ditemukan oleh Satgas Covid-19 Lhokseumawe dalam penerapan protokol kesehatan di warung kopi adalah kurangnya kesadaran masyarakat dalam menaati protokol kesehatan.
Penerapan Hukuman Adat Terhadap Pelaku Jarimah Khalwat di Aceh Tamiang Mustafa; Bukhari; Bastiar; Sumiadi; Husni
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 1 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (376.468 KB)

Abstract

Tindakan khalwat merupakan perbuatan tercela dan khalwat merupakan jarimah yang melanggar hukum Islam dan masuk ke dalam kategori jarimah ta`zir. Penyelesaian jarimah khalwat di Aceh Tamiang dapat dilakukan secara litigasi melalu Mahkamah Syar`iyah dan penyelesaian melalui peradilan adat. Namun, Dalam Pasal 24 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat  menentukan bahwa penyelesaian tindak pidana khalwat terlebih dahulu melalui peradilan adat. Mekanisme penyelesaian jarimah khalwat terlebih dahulu diselesaikan melalui peradilan adat menggunakan pendekatan musyarawah-mufakat melalui rapat desa atau disebut Rapat Adat Gampong (RAG) dengan menerapkan hukuman adat seperti hukuman membayar denda, kenduri, dimandikan dan pasangan khalwat tersebut di nikahkan. Pertimbangan penerapan hukuman adat adalah penyelesaian perkara lebih efektif dan efisiensi serta tingkat kepercayaan dan kepatuhan masyarakat sangat tinggi.
Kedudukan Asas Legalitas dalam Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia Johari; Joelman Subaidi; T. Yudi Afrizal; Fatahillah
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 1 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (303.162 KB)

Abstract

Asas legalitas merupakan asas hukum pidana yang paling tua dan hampir ditemukan diseluruhhukum pidana nasional di dunia. Keberadaan asas ini secara sederhana adalah untuk melindungi warganegara dari kesewenang-wenangan penguasa. Menguatnya isu hak asasi manusia turut memberikan sumbangsih bagi perkembangan asas legalitas, baik dari hukum pidana nasional maupun hukum pidanainternasional. Asas Legalitas adalah asas di mana suatu perbuatan pidana hanya dapat dijatuhi pidana jika telah ada aturan yang mengatur sebelum perbuatan pidana tersebut terjadi. Namun, dalam perkembangannya asas legalitas tidak lagi bersifat absolut khususnya terhadap delik-delik khusus seperti delik korupsi, narkoba, teorisme dan pelanggaran HAM berat. Apabila suatu perbuatan pidana telah terjadi dan belum terdapat aturan tertulis yang mengaturnya, maka asas legalitas/asas retroaktif dapat dikesampingkan dengan pengecualian atau alasan tertentu.
Pelaksanaan Peradilan In Absentia di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh Ardiansyah Girsang; Muhammad Hatta; Herinawati
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 2 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (948.127 KB)

Abstract

Secara yuridis formal, pelaksanaan peradilan in Absentia telah diatur dalam Pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana korupsi. Namun hanya terbatas pada tindak pidana korupsi yang telah mengakibatkan kerugian keuangan negara yang nyata. Peradilan in absentia telah dilaksanakan dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh Nomor: 26/Pid.Sus-TPK/2017/PN Bna dengan tujuan untuk percepatan proses pemberantasan tindak pidana korupsi di di wilayah hukum Banda Aceh. Tujuan peradilan secara in absentia adalah untuk mempercepat dan mengurangi tunggakan perkara di pengadilan sehingga terciptanya kepastian hukum, kemanfaat hukum dan keadailan. Dalam membuat putusannya, hakim membuat pertimbangan sesuai dengan fakta-fakta hukum dan alat-alat bukti yang dihadirkan ke persidangan.
Penerapan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Minyak dan Gas Bumi Terhadap Pelaku Penambang Minyak Ilegal di Wilayah Hukum Kabupaten Aceh Timur Safwadinur Safwadinur; Elidar Sari
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 2 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (801.756 KB)

Abstract

Penambangan minyak secara illegal di Kabupaten Aceh Timur yang mengakibatkan terjadinya ledakan dan kebakaran hingga adanya korban jiwa. Kegiatan penambangan minyak secara illegal ini melanggar Pasal 52 Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengenai Eksplorasi atau Eksploitasi tanpa mempunyai Kontrak Kerja Sama. Penegakan hukum terhadap kegiatan penambangan minyak illegal di wilayah hukum Kabupaten Aceh Timur tersebut belum berjalan efektif. hal ini disebabkan kurangnya kesadaran hukum masyarakat, faktor penegakan hukum, dan faktor peran pemerintah. Upaya aparat penegak hukum untuk menanggulangi kegiatan penambangan minyak illegal di wilayah hukum Kabupaten Aceh Timur adalah seperti meningkatkan pembinaan, mendorong pemerintah daerah, memberikan sosialisasi terhadap masyarakat, mengubah pola pikir, menggunakan pendekatan sosial, melakukan penertiban, melakukan penegakan hukum, dan membuat regulasi berupa rancangan Qanun Tahun 2022 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi di Aceh.
Penetapan Status Tersangka Oleh Hakim Melalui Proses Persidangan Dalam Perspektif Pembaruan Hukum Acara Pidana Tri Purnama; Sulaiman
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 2 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (888.178 KB)

Abstract

Penetapan status tersangka berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dilakukan oleh Penyidik/PPNS dalam tahap penyidikan. Namun, dalam penanganan tindak pidana khusus di bidang kehutanan, hakim juga memiliki kewenangan menetapkan status tersangka. Penetapan status tersangka oleh hakim didasari terungkapnya fakta di persidangan dengan diperolehnya bukti-bukti mengenai keterlibatan pihak-pihak lain untuk dimintai pertanggungjawaban pidana. Ternyata dalam persidangan perkara pidana umum, hakim seringkali menemukan fakta dimana ada orang lain yang sebenarnya patut dimintai pertanggungjawaban pidana, tetapi tidak ditetapkan sebagai tersangka sejak tahap penyidikan. Namun, hakim tidak dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka di pengadilan, karena KUHAP sama sekali tidak memberikan ruang bagi hakim untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, sungguhpun telah diperoleh bukti permulaan yang cukup yang telah diuji di persidangan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kewenangan dan proses penetapan status tersangka oleh hakim melalui proses persidangan dalam perspektif pembaruan hukum acara pidana. Penelitian ini merupakan penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan hukum dan pendekatan kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder atau dokumentasi dengan tekni pengumpulan data dengan cara menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kewenangan khusus yang diberikan oleh Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan kepada hakim untuk menetapkan status tersangka dapat dijadikan landasan bagi pembaruan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penetapan status tersangka dapat dilakukan oleh hakim melalui 2 (dua) cara, yaitu: (1) Perintah hakim dalam putusan sela dan (2) Perintah hakim dalam putusan akhir. Hakim dalam pertimbangan hukum dan amar putusan dalam putusan sela dan putusan akhir mencantumkan penetapan tersangka terhadap saksi dan/atau pihak lain tersebut dan memerintahkan Penuntut Umum agar melaksanakan putusan tersebut dan melakukan penuntutan terhadapnya. Disarankan kepada pembentuk undang-undang supaya melakukan merevisi terhadap KUHAP dengan memasukkan pokok-pokok perubahan pada Bab XVI Pemeriksaan di Sidang Pengadilan, sehingga memberi kewenangan hakim untuk menetapkan status tersangka berdasarkan fakta di persidangan. Kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia perlu membuat Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) yang memberi kewenangan kepada hakim untuk menetapkan status tersangka melalui proses persidangan demi memberikan keadilan serta menghindari proses penegakan hukum yang diskriminatif kepada terdakwa. Kata kunci: penetapan, tersangka, hakim, pembaharuan KUHAP
Penanggulangan Tindak Pidana Balapan Liar di Kabupaten Aceh Tengah Sofyan Kurniawan; Muhammad Nur
Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora Vol. 1 No. 2 (2023): Cendekia : Jurnal Hukum, Sosial dan Humaniora
Publisher : Lembaga Pusat Studi Sosial dan Humaniora [LPS2H]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (800.771 KB)

Abstract

Tindak pidana balapan liar berdampak negatif terhadap pelaku dan masyarakat yang berada disekitar dilokasi balapan liar. Tindakan balapan liar bukan saja adu gensi, skil dan kecepan kendaraan tetapi juga dibarengi dengan tindakan perjudian dan minum-minuman keras. Penanggulangan tindak pidana balapan liar dapat dilakukan melalui dua jalur yaitu penal dan non penal. Namun, dalam prakteknya, penanggulangan balapan liar lebih mengutamakan non penal. Penelitian ini menyarankan supaya penegak hukum lebih serius dan cepat merespon keluhan atau laporan dari masyarakat disekita tempat balapan liar dilakukan. Kemudian, untuk menyalurkan bakat anak-anak muda di Takengon, maka diharapkan pemerintah dapat membangun lintasan balapan resmi di wilayah Tekangon, Aceh Tengah. Walaupun tidak selevel sirkuit, tetapi diharapkan pemerintah daerah membangun tempat balapan skala kecil dan menyelenggarakan even-even otomotif khususnya menyangkut dengan olah raga balapan kendaraan bermotor atau sejenisnya.

Page 1 of 3 | Total Record : 30