cover
Contact Name
T Surya Reza
Contact Email
fsh.prodihtn@ar-raniry.ac.id
Phone
+6282276101513
Journal Mail Official
fsh.prodihtn@ar-raniry.ac.id
Editorial Address
Kopelma Darussalam, Kec. Syiah Kuala, Kota Banda Aceh, Aceh
Location
Kota banda aceh,
Aceh
INDONESIA
As-Siyadah: Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
ISSN : 29639972     EISSN : 29644208     DOI : -
Core Subject : Religion, Social,
Fokus dan Scop jurnal ini adalah mengenai kelimuan Hukum Tata Negara, Ilmu Politik, Konstitusi, dan Siaysah
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 17 Documents
HAK MATERNITIS TENAGA KERJA PEREMPUAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN (Studi Kasus di Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan) Difa Mutia Dara; Dedy Sumardi
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 1 No 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (504.441 KB)

Abstract

Penelitian ini membahas tentang penerapan hak maternitas tenaga kerja perempuan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 di Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan. Hak maternitas adalah hak-hak kesehatan reproduksi yang terdapat pada perempuan. Hak maternitas merupakan salah satu hak yang diterima para tenaga kerja. Hak maternitas tenaga kerja perempuan telah diatur dalam undang-undang tersebut, akan tetapi terdapat hak-hak maternitas tenaga kerja perempuan yang terabaikan oleh Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan. Studi ini mengkaji bagaimana hak maternitas tenaga kerja perempuan menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan bagaimana Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan memenuhi hak-hak maternitas tenaga kerja perempuan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan yuridis-empiris. Data diperoleh melalui teknik observasi dan wawancara. Berdasarkan hasil analisis data ditemukan bahwa Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan belum sepenuhnya memenuhi hak-hak tenaga kerja perempuan seperti hak mendapatkan cuti menstruasi, dan hak mendapatkan fasilitias menyusui. Hak mendapatkan cuti menstruasi dikarenaka minimnya pengetahuan dari tenaga kerja perempuan, sehingga hak-hak ini sering terabaikan di Kampus Politeknik Industri Teknologi Medan. Sedangkan hak mendapatkan fasilitas menyusui dikarenakan terbatasnya alokasi anggaran Kampus Politeknik Teknologi Kimia Industri Medan untuk menyediakan fasilitas perempuan menyusui atau ibu hamil. Di samping itu juga minimnya pengawasan dan sosialisasi dari dinas tenaga kerja dan transmigrasi.
KONSEP JIZYAH DALAM PANDANGAN IBN RUSYD AL-QURṬUBĪ (Analisis Perspektif Siyāsah Māliyah) Juliani; Safira Mustaqilla
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 1 No 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (932.374 KB)

Abstract

Konsep jizyah dalam kajian hukum Islam termasuk dalam hukum pemerintahan, yaitu kewajiban kafir żimmi untuk mengeluarkan sebagian hartanya pada negara sebagai jaminan keamanan dan keselamatan. Para ulama masih belum padu dalam menetapkan hukum jizyah. Pada penelitian ini secara khusus membahas pendapatIbn Rusyd Al-Qurṭubī. Adapun permasalahan yang diajukan ialah bagaimanakah pandangan Ibn Rusyd Al-Qurṭubī tentang konsep jizyah, dan bagaimana tinjauan siyāsah māliyah terhadap pelaksanaan jizyah dilihat dari pandangan Ibn Rusyd Al-Qurṭubī? Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan jenis penelitian kepustakaan dan pendekatan normatif, data dikumpulkan melalui studi kepustakaan, kemudian dianalisis dengan menggunakan Deskriptif analisis. Hasil penelitian ini bahwa di dalam pandangan Ibn Rusyd Al-Qurṭubī, konsep jizyah termasuk perkara yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah. Kewajiban jizyah diberlakukan pada orang kafir, baik ahl al-kitab (Yahudi dan Nasrani) dan musyrik (politeisme), termasuk kepada orang Majusi. Syarat-syaratnya adalah status mereka adalah kafir zimmi (ahlu żimmah), bukan kafir harbi, laki-laki yang merdeka dan baligh. Adapun jenis jizyah menurut Ibn Rusyd ada dua, yaitu jizyah ṣhulhiyyah dan jizyah ‘unwiyyah. Pelaksanaan jizyah menurut pandangan Ibn Rusyd Al-Qurṭubī sesuai dengan tinjauan siyāsah al-māliyah. Kebijakan pemerintah yang mewajibkan kafir żimmi mengeluarkan jizyah adalah bagian dari jenis kebijakan yang sifatnya politis menyangkut harta (maliyah), harta jizyah menjadi khas negara untuk kepentingan kemaslahatan rakyat, baik muslim maupun non-Muslim (kafir).
TANGGUNG JAWAB BADAN PERTANAHAN NASIONAL DALAM PENGESAHAN SERTIFIKAT GANDA DITINJAU DARI SIYASAH DUSTURIYAH (Studi Penelitian Kantor Wilayah Provinsi Aceh) Basrul Gunadi; Bukhari Ali; Riza Afrian Mustaqim
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 1 No 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (604.616 KB)

Abstract

Pendaftaran tanah di Indonesia bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak sebidang tanah, sehingga pemegang sertifikat mempunyai tanda bukti hak yang kuat. Namun pada faktanya masih banyak yang terjadi permasalahan dalam penerbitan sertifikat hak atas tanah, yaitu permasalahan sertifikat dengan kepemilikan ganda yang diterbitkan oleh BPN, dimana satu bidang tanah dikuasai oleh dua pemilik yang berbeda. Metode penelitian yang digunakan metode penelitian kualitatif yang tergolong dalam penelitian lapangan (field research), yang bersifat deskriptif analisis yang bersumber dari data primer melalui wawancara dan data sekunder dengan mengadakan studi kepustakaan (library research) berupa peraturan, buku, dan karya ilmiah lainnya. Perumusan masalah dalam skripsi ini ialah pertama, bagaimana tanggung jawab Badan Pertanahan Nasional dalam pengesahan sertifikat ganda dan yang kedua, bagaimana pandangan siyasah dusturiyah terhadap pertanggungjawaban BPN dalam pengesahan sertifikat ganda. Dimana BPN menerbitkan sebuah sertifikat sebagai tanda bukti hak atas sebidang tanah akan tetapi mengalami kecacatan pada bagian status kepemilikan karena terdapat dua kepemilikan sertifikat dengan tanah yang sama. Pandangan siyasah dusturiyah mengenai pertanggungjawaban BPN terhadap sertifikat ganda bahwasanya Badan Pertanahan Nasional tidak bertanggungjawab atas sertifikat yang digandakan sementara islam menerangkan setiap manusia memiliki tanggung jawab terhadap dirinya, keluarga dan negara.
KRITERIA CALON ANGGOTA LEGISLATIF (Studi Pemikiran Alī Muḥammad Al-Ṣallābī) Fandi Purnama; Muhammad Syuib
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 1 No 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (930.53 KB)

Abstract

Klaim umum dalam konteks ketatanegaraaan bahwa hukum Islam tidak mengenal bentuk kekuasaan legislatif seperti berlaku di dunia Barat. Namun begitu pemikir-pemikir muslim kontemporer melihat prinsip dasar kekuasaan legislatif ini sudah ada semenjak Rasulullah Saw, bahkan berusaha merumuskan menyangkut syarat-syarat dan kriteria yang harus dimiliki oleh anggota legislatif. Alī Muḥammad Al-Ṣallābī mengajukan relatif banyak syarat yang harus ada dalam diri calon anggota legislatif yang dipilih, dan pandangannya tentang masalah ini belum dibahas atau tidak disinggung begitu detail oleh ulama terdahulu dan bahkan semasanya. Atas dasar itu, permasalahan yang diangkat adalah bagaimana pandangan hukum Alī Muḥammad Al-Ṣallābī menetapkan kriteria-kriteria calon anggota legislatif, dan bagaimana pendapat Alī Muḥammad Al-Ṣallābī tersebut dilihat di dalam konteks dari kekinian? Tulisan ini dilakukan dengan pendekatan konseptual (conceptual approach), dengan jenis penelitian hukum normatif (doktrinal). Hasil temuan ini menunjukkan bahwa Alī Muḥammad Al-Ṣallābī menetapkan ada 22 kriteria calon anggota legislatif yaitu Islam, baligh dan berakal, merdeka, kekuatan dan amanah, kekuasaan dan keinginan, adil, sosok terbaik dan kompeten, berilmu, pandangan dan bijaksana, berpengalaman, status warga negara, tidak fanatik dan tidak egois, membaur, dipatuhi, konsisten, kredibelitas, murah hati, setia, komit rasa tanggung jawab, punya visi-misi, seni berinteraksi, dan terakhir kemampuan mempengaruhi masyarakat. Pendapat Al-Ṣallābī tidak sepenuhnya relevan, karena pandangan Alī Muḥammad Al-Ṣallābī diarahkan hanya khusus untuk negara Islam modern (al-daulah al-haditsah al-muslimah).
PUTUSAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDA ACEH NOMOR : 33/G/2019/PTUN-BNA GUGATAN TERHADAP BUPATI ACEH BARAT DAYA DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA Yasir Arafat Yun; Rispalman; Nahara Eriyanti
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 1 No 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (560.74 KB)

Abstract

Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan kenegaraan dalam suatu negara hukum itu terdapat aturan-aturan hukum yang tertulis dalam konstitusi atau peraturan-peraturan yang terhimpun dalam hukum tata negara. Pada perkara Nomor 33/G/2019/PTUN.BNA, antara Darwis. B, Spd melawan Bupati Aceh Barat Daya terhadap kasus pemberhentian jabatan sebagai Pegawai Negri Sipil (PNS). Dalam perkara ini majelis hakim mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Dari uraian permasalahan tersebut diatas maka penulis tertarik untuk meneliti ”Pelaksanaan putusan Pengadilan Tata Usaha Banda Aceh Nomor : 33/G/2019/PTUN.BNA gugatan terhadap Bupati Aceh Bara Daya ditinjau dari Undang Undang Nomor 5 tahun 2014 dalam bentuk Skripsi”. Rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana mekanisme pelaksanaan putusan PTUN yang sudah berkekuatan hukum tetap dan putusan pengadilan tata usaha negara ditinjau dari pertimbangan hakim dan undang undang nomor 5 tahun 2014?”. Penelitian ini mengunakan pendekatan yuridis normatif metode penelitian kualitatif, yaitu jenis suatu penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Ditinjau dari Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, dimana hakim telah membuat putusan yang sesuai dengan Undang undang dengan berbagai pertimbangan sehingga aparatur sipil negara yang dapat diberhentikan dengan tidak hormat berdasarkan ketentuan pasal 87 ayat (4) UU Nomor 5 Tahun 2014 dan ketentuan pasal 250 huruf b PP Nomor 11 Tahun 2017 tentang menajemen Pegawai Negeri Sipil yaitu hanya ASN yang menduduki jabatan berdasarkan ketentuan pasal 13 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatul Sipil Negara.
KONSEP SYŪRĀ MENURUT YŪSUF AL-QARAḍĀWĪ DAN RELEVAN SINYA DENGAN SISTEM DEMOKRASI PANCASILA DI INDONESIA Husni A. Jalil; Hikmawati Meuraxa; Hasanuddin Yusuf Adan
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 1 No 1 (2022): September As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (831.153 KB)

Abstract

Syūrā merupakan bagian dari prinsip dalam sistem masyarakat dan pemerintahan Islam. Salah satu ulama yang concern membicarakan sistem syūrā adalah Yūsuf Al-Qaraḍāwī. Pemikiran Yūsuf Al-Qaraḍāwī menyangkut konsep syūrā tampak dekat dan relevan dengan konsep demokrasi pancasila di Indonesia. Oleh karena itu, rumusan masalah yang diajukan adalah bagaimana pandangan Al-Qaraḍāwī tentang syūrā, dan bagaimana relevansinya dengan sistem demokrasi pancasila di Indonesia. Penelitian ini dilakukan dengan studi pustaka. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif, dengan jenis deskriptif-analisis. Hasil penelitian bahwa syūrā dalam pandangan Yūsuf Al-Qaraḍāwī merupakan sebuah sistem dan asas negara Islam (Dawlah al-Islamiyyah). Syūrā mempunyai batasan yang harus ditegakkan, baik di bidang akidah, akhlak termasuk juga syariah. Hukum melaksanakan syūrā wajib berdasarkan perintah QS. Ali Imran [3] ayat 159 dan QS. al-Syūrā [42] ayat 38. Pemikiran Yūsuf Al-Qaraḍāwī tentang syūrā ada empat poin. Pertama, wajib menagakkan syūrā. Kedua, syūrā dalam Alquran hanya secara global, tidak secara parsial terperinci. Ketiga, pemerintah bebas membentuk sistem, atau pola syūrā sesuai dengan kebutuhan. Keempat, mekanisme memutuskan masalah melalui syūrā mengikuti keputusan mayoritas. Pendapat Yūsuf Al-Qaraḍāwī terkait syūrā cukup relevan dengan sistem demokrasi pancasila di Indonesia. Relevansi dan kedekatan kedua sistem syūrā dan sistem demokrasi pancasila bisa dipahami dari lima poin. Pertama, demokrasi pancasila dan syūrā mengenal asas kebertuhanan dan kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan dan keadilan. Kedua, adanya keharusan menjalankan musyawarah. Ketiga, pemilihan pemimpin dilaksanakan dengan tata cara pemilihan, keputusan paling banyak (suara mayoritas). Keempat, negara harus ada lembaga sebagai wakil rakyat. Dalam sistem syūrā dikemukakan Yūsuf Al-Qaraḍāwī, lembaga tersebut berbentuk Majelis Syūrā yang di dalamnya ada ahl al-syūrā atau ahl ḥalli wa al-‘aqḍi. Dalam sistem demokrasi pancasila mengharuskan adanya lembaga DPR dan MPR. Kelima, adanya kewenangan dari lembaga wakil rakyat untuk memakzulkan pemimpin apabila terbukti melakukan kesalahan dan penyimpangan.
KEWENANGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI DALAM PENGELOLAAN BENDA SITAAN T Surya Reza
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 2 No 1 (2023): Maret As-Siyadah: Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (375.204 KB)

Abstract

Ketentuan hukum di Indonesia terkait dengan perdangangan internasional mengacu pada Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, lembaga yang berwenang mengatur sistem dan prosedur yakni Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Tujuan penulisan artikel ini untuk mengetahui kewenangan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dalam pengelolaan benda sitaan rusak. Metode yang digunakan yuridis normatif dengan pendekatan analisis dan konseptual, kemudian teknik pengumpulan datanya menggunakan studi kepustakaan dengan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menujukan bahwa, kewenangan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai dapat menguasai benda sitaan yang dikuasai negara mengacu pada Permen Keuangan No. 62 Tahun 2011 yang selanjutnya menjalankan kewenangan menyita, memusnahkan, mengawasi, dan melelang benda yang dirampas oleh Negara.
Pan-Islamisme Jamaluddin al-Afghani dan Relevansinya dengan Penerapan Syari'at Islam di Aceh Nailis Wildany; Hasanuddin Yusuf Adan; Hajarul Akbar
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 2 No 1 (2023): Maret As-Siyadah: Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (646.849 KB)

Abstract

Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang tokoh pembaharu islam yang hidup pada abad ke-19. Al-Afghani mengusung konsep Pan-Islamisme, yaitu persatuan islam untuk menumbuhkan semangat persaudaraan islam (ukhuwah islāmiyah) ditengah kemunduran islam karna ummat yang terpecah. Dalam perkembangannya, konsep Pan-Islamisme berhasil tersebar ke banyak negara di dunia, bahkan hingga Indonesia. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia, yang memiliki keistimewaan untuk menegakkan Syariat Islam secara menyeluruh. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk melihat relevansi antara konsep penerapan Syariat Islam di Aceh dan konsep Pan-Islamisme yang diperkenalkan oleh al-Afghani. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan analisis historis, kemudian jenis penilitian yang dilakukan adalah studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat dua relevansi antara konsep penerapan Syariat Islam di Aceh dengan konsep Pan-Islamisme Jamaluddin al-Afghani, yaitu sama-sama menghendaki kesatuan paham keislaman agar terciptanya suatu persatuan dan juga praktik mengedepankan ukhuwah islāmiyah sebagai landasan persatuan.
ANALISIS RELEVANSI DAR AL-ISLAM DI MASA MODEREN PERSPEKTIF YUSUF AL-QARADHAWI Mutiara Fahmi; Mohd. Gadhafi Usman
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 2 No 1 (2023): Maret As-Siyadah: Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (823.725 KB)

Abstract

Konsep negara Islam (Dar Al-Islam) merupakan salah satu tema politik yang selalu hangat dibincangkan. Sebagian memandang Islam memiliki prinsip-prinsip dan norma politik dan pemerintahan yang dapat diterapkan dalam semua bentuk pemerintahan, sementara lain menganggap pemberlakuan formil sebagai sebuah keharusan. Pendapat lebih ektrem menyatakan tidak ada hubungan sama sekali antara ajaran Islam dengan negara. Data penelitian dianalisis dengan analisis-normatif/ Doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, menurut Yusuf Al-Qaradhawi konsep Dar Al-Islam atau daulah Islam bukanlah daulah diniyah atau teokrasi, bukan juga negara sekuler yang memisahkan agama dengan negara, dar Al-Islam adalah negara madani (daulah madaniyyah) atau negara sipil. Relevansi Dar Al-Islam dimasa moderen menurut pendapat Yusuf Al-Qaradhawi dapat dilihat dengan dua aspek. Pertama; bahwa konsep dar Islam mengimbangi konsep negara ideologi yang ada pada saat ini. Kedua; prinsip-prinsip hukum yang ditetapkan dalam Dar Al-Islam menurutnya sama negara bangsa (nation state), yang menerapkan sistem demokrasi, musyawarah (syura), dan sistem pemerintahan yang mementingkan hak-hak sipil. Konsep kesatuan politik, wilayah dan hukum yang dikemukakan Yusuf Al-Qaradhawi terkait Dar al-Islam tidak relevan dengan konteks realita negara bangsa saat ini. Keberadaan negara memang diakui dapat menguatkan agama dan dakwah Islam, namun bukan prioritas. Kebolehan menjalankan ibadah dengan bebas bagi umat Islam adalah batas minimal sebuah wilayah dikatakan dar al-Islam menurut para fuqaha.
Perspektif Perspektif Siyasah Syar’iyyah terhadap Pemberlakuan had Zina dalam Pasal 33 Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat Misran
As-Siyadah : Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara Vol 2 No 1 (2023): Maret As-Siyadah: Jurnal Politik dan Hukum Tata Negara
Publisher : Prodi Hukum Tata Negara (Siyasah)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (931.297 KB)

Abstract

Ketentuan had zina dalam Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat relatif berbeda dengan ketentuan hukum Pidana Islam, perbedaan tersebut bukan pada bentuk hukumannya, tetapi pada kriteria muhsan dan ghairu muhsan-nya. Di dalam Qanun tersebut tidak dibedakan antara pelaku muhsan dan ghairu muhsan, sebagaimana ketentuan dalam fiqih jinayat. Oleh kerena itu pembahasan ini penting dikaji lebih lanjut untuk menjawab pertanyaan pertama, bagaimana kriteria had zina dalam hukum pidana Islam dan Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat? kedua, bagaimana perspektif siyasah syar’iyyah terhadap had zina pasal 33 Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014? Untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakan metode penelitian pustaka yang diperoleh dari al-Quran/al-Hadits, kitab atau buku fiqh jinayah, qanun dan artikel jurnal ilmiah. Penelitian ini bersifat kualitatif normatif dengan menggali norma-norma hukum yang berlaku di Aceh. Lebih lanjut semua data yang diperoleh tersebut dianalisis dan dibahas sehingga dapat disimpulkan bahwa, pertama, Zina Ghairu Muḥṣan adalah zina yang dilakukan oleh orang yang belum pernah melangsungkan perkawinan yang sah. atau pelaku zina yang masih bujang atau perawan yang belum menikah secara sah. Sanksi pidananya adalah seratus kali cambuk. Kedua, Zina muhsan pelakunya adalah bersetatus suami, isteri, duda atau janda. Pelakunya adalah orang yang masih berstatus dalam pernikahan atau pernah menikah secara sah. Hukumannya menurut para ahli hukum Islam adalah rajam (dilempari batu) sampai mati. Hukuman ini berdasarkan hadis Nabi Muhammad SAW. Kedua, Sepuluh perkara jinayat dalam Qanun Jinayat Aceh termasuk salah satunya Pasal 33 tentang zina merupakan salah satu ketentuan fiqh jinayat yang kedudukannya sudah menjadi siyasah syar’iyyah di provinsi Aceh. Oleh karena itu, apabila terjadi pelanggaran terhadap qanun tersebut, maka pelakunya dapat dihukum sesuai dengan ketentuan qanun tersebut seperti had zina yang pelakunya sudah pernah dilaksanakan hukuman cambuk di Aceh. Beberapa ketentuan fiqih jinayah sudah beralih kedudukannya menjadi siyasah syar’iyyah di Aceh.

Page 1 of 2 | Total Record : 17