Claim Missing Document
Check
Articles

Tinjauan Teori Al-Afuww terhadap Produk Makanan Kaki Lima yang Belum Tersertifikasi Halal Muhamad Naufal Al Dzikri; Panji Adam Agus Putra; Neng Dewi Himayasari
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v3i2.7606

Abstract

Abstract. Bandung is a city that is famous for its culinary tourism, both restaurants, cafes, and street food for all types of food and drinks are in the city of Bandung. In principle, in accordance with Law No. 33 of 2014 concerning Guarantees for Halal Products, all entrepreneurs or traders, be it those who sell food or beverage products, must guarantee the halalness of their products through halal certification. This is based on Article 4 of Law no. 33 of 2014 concerning Guarantee of Halal. but in reality there are still many street vendors (PKL) who do not have halal certification for the products they sell. This of course raises concerns for consumers, especially those who embrace Islam, about the dangers of contamination of haram substances in the products they consume. Based on this, the researcher is interested in researching "Al-Afuww Theory Review of Street Food Products That Have Not Been Halal Certified". This study uses qualitative methods, with a normative-empirical approach. Sources of data obtained for this study were obtained from interviews with street vendors as well as documentation on laws and the theory of Al-Afuww which is based on the Al-Quran and Hadith. The results of this study indicate that the reason that street vendors have not registered Halal Certification products is due to the lack of information they receive regarding registration of Halal certification. As well as with the noble nature of "Al-Afw" which belongs to Allah SWT, we can without worrying about consuming street food that is not yet halal certified due to limited ability and knowledge in terms of examining these products and Allah SWT has indirectly forgiven our mistakes or oversights regarding that matter. Abstrak. Bandung merupakan kota yang terkenal dengan wisata kulinernya, baik restoran, café, ada di kota Bandung. Pada prinsipnya sesuai dengan UU No 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal, semua pengusaha atau pedagang baik itu yang menjual produk makanan maupun minuman harus sudah menjamin kehalalan produknya melalui sertifikasi halal. Namun pada kenyataannya dilapangan masih banyak para Pedagang Kaki Lima (PKL) yang masih belum memiliki sertifikasi halal pada produk yang dijualnya. Hal ini tentunya menimbulkan kekhawatiran bagi para konsumen khususnya yang memeluk Agama Islam akan bahaya dari pencemaran zat-zat haram pada produk yang dikonsumsinya. Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang “Tinjauan Teori Al-Afuww Terhadap Produk Makanan Kaki Lima Yang Belum Tersertifikasi Halal”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, dengan pendekatan normative-empiris. Sumber data yang diperoleh untuk penelitian ini didapat dari hasil wawancara kepada Pedagang Kaki Lima dan juga Dokumentasi terhadap Undang-Undang dan Juga Teori Al-Afuww yang berlandaskan kepada Al-Quran dan Hadis. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa Alasan para Pedagang Kaki Lima belum mendaftarkan produk Sertifikasi Halal karena kurangnya informasi yang mereka dapatkan terkait pendaftaran sertifikasi halal. Serta dengan adanya sifat mulia “Al-Afw” yang dimiliki Allah SWT, kita bisa tanpa khawatir mengkonsumsi makanan kaki lima yang belum bersertifikasi halal karena keterbatasan kemampuan maupun pengetahuan dalam hal menelaah produk tersebut dan Allah SWT secara tidak langsung telah memaafkan kesalahan ataupun kehilafan kita terkait hal tersebut.
Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Alat Kontrasepsi Secara Bebas terhadap Anak Dibawah Umur di Alfamart Muhammad Alfin Zayynur Rofiq; Panji Adam Agus Putra; Arif Rijal Anshori
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v3i2.7711

Abstract

Abstrak. Seiring berkembangnya zaman, sudah banyak sekali ditemukan alat modern dengan berbagai efeknya atau sering kita dengar dengan sebutan alat kontrasepsi sebagai hasil penemuan ilmu dan teknologi. Ketika alat kontrasepsi itu dijual secara bebas kekhawatiran terjadi yaitu penyalahgunaan yang dilakukan oleh pengguna yaitu seks bebas. Kesadaran terhadap remaja merekan berada pada kondisi kurangnya pengetahuan dan kesadaran terhadap sex bebas yang semakin tidak terkendali sebagaimana di khawatirkan oleh masyarakat. Adapun Tujuan peneletian ini: 1) Untuk mengetahui tinjauan hukum islam tentang jual beli alat kontrasepsi secara bebas terhadap anak dibawah umur. 2) Untuk mengetahui dampak jual beli alat kontrasepsi kepada anak dibawah umur. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan pendekatan studi lapangan dan yuridis empiris. Sumber data yang digunakan yaitu melalui wawancara dan studi kepustakaan terdahulu. Teknik pengumpulan datanya yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan menggunakan pola piker deduktif dengan metode triangulasi. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa :1) tinjauan hukum islam memperbolehkan praktik jual beli alat kontrasepsi untuk pasangan yang sudah sah untuk menunda keturunan. 2) Dampak Dari jual beli alat kontrasepsi terhadap anak dibawah umur menimbulkan sex bebas dan dapat dikatakan zina yang dimana diharamkan dalam hukum islam dan mendapatkan dosa besar. Abstract. Along with the development of the times, many modern tools have been found with various effects or we often hear as contraceptives as a result of scientific and technological discoveries. When contraceptives are sold freely, there is concern about misuse by users, namely free sex. Awareness of their youth is in a condition of lack of knowledge and awareness of free sex which is getting out of control as people worry about. The purpose of this research: 1) To find out the review of Islamic law regarding the free sale and purchase of contraceptives against minors. 2) To find out the impact of buying and selling contraceptives to minors. The research method used is descriptive qualitative with a field study and empirical juridical approach. The data source used is through interviews and previous literature studies. The data collection technique is by interview, observation and documentation. The data analysis technique used uses a deductive mindset with the triangulation method. The results of this study found that: 1) a review of Islamic law allows the practice of buying and selling contraceptives for legal couples to delay offspring. 2) The impact of buying and selling contraceptives on minors causes free sex and can be said to be adultery which is forbidden in Islamic law and is a grave sin.
Analisis Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol terhadap Akad Jual Beli Minuman Kombucha Studi Kasus Indokombucha Bandung Atmima Tabi’inattien Al-ahya; Panji Adam Agus Putra; Yayat Rahmat Hidayat
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v3i2.7782

Abstract

Abstract. The Fatwa of the Indonesian Ulema Council (MUI) Number 10 of 2018 is a guideline issued by the MUI regarding food and beverage products that contain alcohol. One of the products of concern in this fatwa is the drink called kombucha. However, due to the fermentation process involving alcohol content, kombucha has be come a subject of debate among Islamic scholars and the Muslim community. The purpose of this research is to analyze the implications of MUI Fatwa Number 10 of 2018 on the contracts of buying and selling kombucha beverages. This research utilizes a method of analyzing the fatwa by examining the fatwa text and relevant literature. The research questions include: (1) How does MUI Fatwa Number 10 of 2018 interpret kombucha beverages? (2) What are the implications of the fatwa on the contracts of buying and sel ling kombucha beverages? This research employs an empirical legal approach, known as sociological legal research. The data sources used consist of primary and secondary data, collected through observations, interviews, and laboratory testing of kombucha. The research results indicate that MUI Fatwa Number 10 of 2018 declares kombucha beverages with alcohol content above 0.5% as forbidden (haram) for consumption by Muslims. The implication of this fatwa on the contracts of buying and selling kombucha beverag es is that both merchants and Muslim consumers need to be mindful of the alcohol content. Therefore, merchants are expected to provide clear information about the alcohol content of the products they sell, enabling Muslim consumers to make decisions in acc ordance with their religious beliefs. Abstrak. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 10 Tahun 2018 merupakan sebuah panduan yang dikeluarkan oleh MUI terkait produk makanan dan minuman yang mengandung alkohol. Salah satu produk yang menjadi perhatian dalam fatwa ini adalah minuman kombucha. Namun, karena proses fermentasinya yang melibatkan kandungan alkohol, minuman kombucha menjadi perdebatan di kalangan ulama dan masyarakat Muslim. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis implikasi fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 terhadap akad jual beli minuman kombucha. Penelitian ini menggunakan metode analisis fatwa dengan mengkaji teks fatwa dan literatur terkait. Pertanyaan penelitian meliputi: (1) Bagaimana penafsiran fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 terhadap minuman kombucha? (2) Bagaimana implikasi fatwa tersebut terhadap akad jual beli minuman kombucha? Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum empiris, yang dikenal sebagai penelitian hukum sosiologis. Sumber data yang digunakan mencakup data primer dan data skunder, dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan uji laboratorium kombucha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 menetapkan minuman kombucha dengan kandungan alkohol di atas 0,5% haram dikonsumsi oleh umat Muslim. Implikasi fatwa ini terhadap akad jual beli minuman kombucha adalah bahwa pedagang dan konsumen Muslim perlu memperhatikan kandungan alkohol. Oleh karena itu, pedagang diharapkan memberikan informasiyang jelas mengenai kandungan alkohol pada produk yang dijual agar konsumen Muslim dapat membuat keputusan yang sesuai dengan keyakinan agama mereka.
Tinjauan Fikih Muamalah terhadap Jual Beli Tanam Bulu Mata (Eyelash Extension) bagi Wanita Muslimah pada Salon Shanail.Id Bintaro Kota Tangerang Selatan Asyila Putri Wibowo; Panji Adam Agus Putra; Arif Rijal Anshori
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 3 No. 2 (2023): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v3i2.7857

Abstract

Abstrak. Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhannya adalah jual beli, yang harus sesuai dengan ajaran agama Islam. Namun dalam pelaksanaannya masih banyak permasalahan yang dialami oleh kedua belah pihak, baik dalam harga dan barang yang akan dibeli. Contohnya dalam fenomena bisnis jasa kecantikan seperti jual beli tanam bulu mata (eyelash extension) yang terjadi di salah satu salon kecantikan. Dalam agama Islam, tidak ada larangan bagi wanita untuk mempercantik dirinya, terutama untuk suami. Meskipun demikian, tidak semua upaya untuk mempercantik diri dibenarkan, jika termasuk dalam mengubah ciptaan Allah SWT. Peneliti melakukan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui praktik tanam bulu mata di Salon Shanail.Id Bintaro Kota Tangerang Selatan dan mengetahui syarat harta (mâl) mutaqawwim dalam jual beli fikih muamalah. Untuk mencapai tujuan yang diinginkan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dan teknik pengumpulan data dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Dengan tujuan untuk menggambarkan permasalahan tersebut kemudian akan dianalisis dengan menggunakan ilmu fikih muamalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan jual beli tanam bulu mata (eyelash extension) yang dilakukan di Salon Shanail.Id Bintaro Kota Tangerang Selatan terdapat salah satu rukun yang tidak terpenuhi yaitu objek yang diperjualbelikan (Ma’qud ‘alaih) karena menyambung rambut dilarang dalam Islam. Dengan dasar ini objek tersebut tidak memenuhi unsur mutaqawwim, sehingga objek yang diperjualbelikan termasuk dalam ghairu mutaqawwim. Abstract. One of the activities carried out to meet their needs is buying and selling, which must be in accordance with Islamic teachings. However, in practice there are still many problems experienced by both parties, both in price and goods to be purchased. For example, in the phenomenon of the beauty service business, such as buying and selling of eyelash extensions that occurs in a beauty salon. In Islam, there is no prohibition for women to beautify themselves, especially for husbands. Even so, not all efforts to beautify themselves are justified, if they are included in changing the creation of Allah SWT. The researchers conducted this research aiming to find out the practice of planting eyelashes at Salon Shanail.Id Bintaro, South Tangerang City and to find out the conditions for mutaqawwim property (mâl) in buying and selling fiqh muamalah. To achieve the desired goals, researchers used a qualitative approach and data collection techniques with interviews, observation, and documentation. With the aim of describing the problem, it will then be analyzed using muamalah fiqh science. The results showed that the sale and purchase of eyelash extensions carried out at Salon Shanail.Id Bintaro, South Tangerang City, contained one of the pillars that was not fulfilled, namely the object being traded (Ma'qud 'alaih) because hair extensions are prohibited in Islam. On this basis, the object does not meet the elements of mutaqawwim, so that the object being traded is included in ghairu mutaqawwim.
Tinjauan Fatwa DSN-MUI No 114 Tahun 2017 tentang Akad Syirkah terhadap Bisnis Mikro Kedai Kopi Mohamad Dandi Maulana; Panji Adam Agus Putra; Intan Nurrachmi
Bandung Conference Series: Sharia Economic Law Vol. 4 No. 1 (2024): Bandung Conference Series: Sharia Economic Law
Publisher : UNISBA Press

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/bcssel.v4i1.11628

Abstract

Abstrack. In the Islamic point of view business is based on the norms and concepts of sharia in carrying it out, sharia itself is the provisions of Allah that must be obeyed both regarding the issue of aqidah (tawhid), worship (relationship to Allah), and muamalah (relationship between people). Sharia business can also be interpreted as a series of buying and selling activities in various forms, not limited to the amount of ownership of both goods and services, but limited to how to obtain and use them. Fatuha Coffee runs on a family basis and profit sharing as the basis for its success, while the discrepancy in the concept of profit sharing in Fatuha Coffee lies in the distribution of the percentage of results based on the amount of capital of each person in it. This is a special attraction for researchers to examine more deeply about the practice of suitability of the implementation of the shirkah contract carried out by Fatuha Coffee Bandung City with related legal sources, in this case researchers use legal sources in the form of Fatwa DSN-MUI No.114 of 2017 concerning Syirkah Akad as a comparison. Then a qualitative method with an empirical juridical approach was used as a research study, with the aim of comparing the practice of implementing shirkah that occurred in Fatuha Coffee Bandung City with related Fatwas so that it could be concluded that in practice Fatuha Coffee Bandung City carried out this Shirka with the distribution of proceeds based on the amount of initial capital from each syarik and this was not in accordance with the concept of revenue sharing in the scheme Shirkah as stated in Fatwa DSN-MUI No.114 of 2017 concerning Akad Syirkah which says that the distribution of proceeds should not be based on the percentage of working capital. Abstrak. Dalam sudut pandang islam bisnis didasarkan kepada norma dan konsep syariah dalam menjalankannya, syariah sendiri adalah ketentutan-ketentuan Allah yang wajib dipatuhi baik menyangkut masalah aqidah (tauhid), ibadah (hubungan kepada Allah), dan muamalah (hubungan antar manusia). Bisnis syariah juga dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas jual beli dalam berbagai bentuknya tidak dibatasi jumlah kepemilikan hartnaya baik barang ataupun jasa, tetapi dibatasi cara memperoleh dan menggunakannya. Fatuha Coffee berjalan dengan landasan kekeluargaan serta pembagian hasil sebagai landasan bermuamalahnya, adapun ketidaksesuaian konsep bagi hasil di Fatuha Coffee terletak pada pembagian persentase hasil yang didasarkan kepada besaran modal dari masing masing orang didalamnya. Hal tersebut menjadi tarikan tersendiri bagi peneliti untuk meneliti lebih dalam lagi tentang praktik kesesuaian pelakasanaan akad syirkah yang dilakukan Fatuha Coffee Kota Bandung dengan sumber hukum terkait, dalam hal ini peneliti menggunakan sumber hukum berupa Fatwa DSN-MUI No.114 Tahun 2017 tentang Akad Syirkah sebagai perbandingannya. Kemudian digunakanlah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris sebagai kajian penelitiannya, dengan tujuan membandingkan praktik pelaksaan syirkah yang terjadi di Fatuha Coffee Kota Bandung dengan Fatwa terkait sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa dalam Praktiknya Fatuha Coffee Kota Bandung melaksanakan Syirkah ini dengan pembagian hasil berdasarkan besaran modal awal dari setiap syarik dan hal ini tidak sesuai dengan konsep pembagian hasil dalam skema syirkah sebagaimana tertuang dalam Fatwa DSN-MUI No.114 Tahun 2017 tentang Akad Syirkah yang mengatakan bahwa pembagian hasil tidak boleh berdasarkan angka persentase modal usaha.
Konsep ‘Urf Dan Aplikasinya Dalam Hukum Ekonomi Syariah (Mu’âmalah Mâliyyah) Panji Adam Agus Putra
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam Vol. 12 No. 001 (2023): Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam (Special Issue 2023)
Publisher : Sekolah Tinggi Agama Islam Al Hidayah

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30868/ei.v12i001.5463

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk memaparkan konsep ‘urf serta kedudukannya dalam metode penemuan hukum serta aplikasinya dalam bidang hukum ekonomi syariah. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka dan bersifat deksritif analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa ‘urf memiliki kedudukan dalam penemuan hukum karena disepakati oleh para pakar sebagai dalil hukum dalam Islam. Aplikasi ‘urf dalam bidang mu’âmalah mâliyyah terdiri atas kebolehan akad jual-beli mu’âthah, jual-beli istishna, keuntungan dalam akad gadai, jual-beli barang yang belum wujud dan wakaf produktif dan sewa atas jasa.
MUTHAWWIF COMPETENCY IMPROVEMENT TRAINING IN THE SERVICE OF HAJJ AND UMRAH PILGRIMS IN SAUDI ARABIA Intan Nurrachmi; Neni Sri Imaniyati; Panji Adam Agus Putra
International Journal of Educational Review, Law And Social Sciences (IJERLAS) Vol. 4 No. 4 (2024): July
Publisher : RADJA PUBLIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/ijerlas.v4i4.1728

Abstract

Training is one of the crucial elements in strengthening the professional capabilities of Muthawwif, a spiritual and practical companion for Hajj and Umrah pilgrims in Saudi Arabia. This PKM explores the significance of training in improving the competence of Muthawwif, focusing on improving services and pilgrim experience. Effective training methods integrate key aspects, including religious knowledge, time management, intercultural communication, as well as emergency situation handling skills. Analysis of the training results shows a marked improvement in the quality of services provided by Muthawwif, as well as its positive influence on pilgrim satisfaction and safety. The implications of this increased competence pave the way for further development in supporting spiritual and safety experiences for Hajj and Umrah pilgrims in Saudi Arabia.
Co-Authors Aditya Nugraha Ahmad Faisal Akbar Akhmad Yusup Aliya Putri Fitria Nuryanti Alma Hanifa Candra Yulia Amrulla Hayatudin Amrullah Hayatudin Aprillia Ratih Pawestri Samapta Ariani Siregar Arif Rijal Anshori Asyila Putri Wibowo Atmima Tabi’inattien Al-ahya Ayu Tuty Utami Cecep Kusmana Dayu Mirwan Dede Rifaldy Ambar Dhanisa Leryan Diajeng Ayunda Candra Kirana Diana Wiyanti Dina Rahmania Elisa Siti Widyastuti Fairuz Syifa Rosyidah Faisal Musyaffa Fauzia Rizqika Subrata Firda Meilani Wijayanti Firda Nurfadilah Haliya Azka Imadi Heru Pratikno Indra Wijaya Intan Manggala Intan Nurapriliani Intan Nurrachmi Ira Siti Rohmah Maulida Ira Siti Rohmah Maulida Iwan Permana Liza Dzulhijjah M Faiz Mufidi M Zidan Al Insyani Maman Surahman Marjan Laraswati Melawati Mohamad Dandi Maulana Muhamad Naufal Al Dzikri Muhamad Rafi Maududi Islam Muhammad Alfin Zayynur Rofiq Muhammad Farhan Bagja Naufal Muhammad Noval Muhammad Risandi Lampah Nadiya Ratna Pura Najmi Nurfauzi Ihsani Nanik Eprianti Neng Dewi Himayasari Neni Sri Imaniyati Noviyanti Ramdhani Nurbani Syifa Nurjanah Popon Srisusilawati Puteri Asyifa Octavia Apandy Putri Diah Ayu Lestari Ramdan Fawzi Ratna Januarita Redi Hadiyanto Redi Hadiyanto Reni Trimelawati Rifqi Permana Rini Irianti Sundary Sandi Rizki Febriadi Selly Eriska Shindu Irwansyah Siti Karomah Nuraeni Syalsya Elsa Fadillah Tahany Tahany Tiya Rissa Kamila Trisya Aprianti Udin Saripudin Wulan Yandi Maryandi Yayat Rahmat Hidayat Yoghi Arief Susanto Yovanka Graciela Rois Yuda Dharma Putra Zaini Abdul Malik