Suryono Herlambang
Program Studi S1 PWK, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 47 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

RUANG KOMUNITAS BERBASIS TANAMAN DI RAWA BELONG Antonia Vicki Amelia; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10744

Abstract

Along with the times, there are more and more people, especially in big cities, who live individually and have less direct interaction between individuals, individuals with groups, and between groups. This lack of interaction is motivated by a variety of things, one of which is the absence of community spaces for gathering, interacting, or exchanging ideas. Plant as Connection is a plant-based community space located in the area of Rawa Belong, Kebon Jeruk, West Jakarta, with the aim of being a connector or link where individuals and groups can gather and interact directly. Due to its plant-based activities, this project is located in the Rawa Belong area, West Jakarta which has been known as an ornamental plant area from time immemorial. This project is designed based on plants because in the future life, plant is one of the important things that will affect the way of human life. The influence of plants on the human life has begun to be seen from the current conditions where many people are competing to planting at home to be used as room decoration, hobbies, leisure activities, even for consumption. Therefore, the similarity of activities and hobbies can lead to the emergence of new communities and create opportunities for community space to accommodate these community activities and increase interaction between individuals, individuals with groups, and between groups. Keywords:  community space; interaction; plants AbstrakSeiring perkembangan zaman semakin banyak orang-orang terutama di kota besar yang hidup secara individual dan kurang berinteraksi secara langsung baik antarindividu, individu dengan kelompok, maupun antar kelompok. Kurangnya interaksi tersebut dilatar belakangi oleh berbagai macam hal yang salah satunya adalah tidak adanya ruang-ruang komunitas untuk tempat berkumpul, berinteraksi, atau bertukar pikiran. Plant as Connection adalah sebuah ruang komunitas yang berbasis pada tanaman yang terletak di kawasan Rawa Belong, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, dengan tujuan menjadi konektor atau penghubung dimana individu maupun kelompok dapat berkumpul dan berinteraksi secara langsung. Dikarenakan aktivitasnya yang berbasis pada tanaman, maka proyek ini berlokasi di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat yang sudah dikenal sebagai kawasan tanaman hias dari zaman dahulu. Proyek ini dirancang berbasis pada tanaman karena pada kehidupan di masa depan tanaman merupakan salah satu hal penting yang akan mempengaruhi cara hidup manusia. Pengaruh tanaman pada cara hidup manusia ini sudah mulai terlihat dari kondisi saat ini dimana banyak sekali orang yang berlomba-lomba untuk merawat tanaman di rumah guna dijadikan sebagai hiasan ruangan, hobi, aktivitas di kala senggang, bahkan untuk dikonsumsi. Oleh sebab itu, kesamaan aktivitas maupun hobi ini dapat mengakibatkan munculnya komunitas baru dan menciptakan peluang adanya ruang komunitas guna mewadahi aktivitas komunitas tersebut serta meningkatkan interaksi antarindividu, individu dengan kelompok, maupun antar kelompok.
STUDI KEBERHASILAN PENGELOLAAN WISATA BERBASIS COMMUNITY BASED TOURISM (STUDI KASUS: AIR TERJUN TUMPAK SEWU, DESA SIDOMULYO, KECAMATAN PRONOJIWO, KABUPATEN LUMAJANG) Farrisha Haidir; Parino Rahardjo; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12833

Abstract

Indonesia is a country that has unlimited natural wealth and potential as a tourism sector. Tourism is currently a sector that has the potential to be developed as a source that can encourage the rate of economic growth for the country. In addition, the development of tourism objects in each region is also expected to increase the economy for the surrounding community. Tumpak Sewu Waterfall Tourism which is located in Lumajang Regency is one of the attractions  managed by the people of  Sidomulyo Village using the concept of Community Based Tourism (CBT). The CBT concept is a way of creating sustainable tourism, this concept requires the participation of local communities in developing and managing tourism objects to succeed. In the management of the Tumpak Sewu Waterfall tourist attraction, the factors that determine its success are not yet known. Therefore, the purpose of this research is to to find out the tourism management system, to know the role of the community in managing tourism, and to know the success factors of tourism object management. This research is a descriptive research with qualitative and quantitative approaches. Qualitative data collection was collected by conducting field surveys to tourist attraction locations and in-depth interviews with related parties, and qualitative data collection was carried out by filling out questionnaires by visitors. The results of this study will get in the form of factors that influence the success in managing the Tumpak Sewu Waterfall tourist attraction. Keywords:  Community Based Tourism (CBT); Management; Success; Tumpak Sewu Waterfall AbstrakIndonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan alam yang tak terbatas dan berpotensi sebagai sektor pariwisata. Pariwisata saat ini menjadi sektor yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai sumber yang dapat mendorong laju pertumbuhan ekonomi bagi Negara. Selain itu, berkembangnya objek wisata yang ada di setiap daerah, diharapkan juga dapat meningkatkan perekonomian bagi masyarakat di sekitarnya. Wisata Air Terjun Tumpak Sewu yang berlokasi di Kabupaten Lumajang adalah salah satu objek wisata yang dikelola oleh masyarakat Desa Sidomulyo menggunakan konsep Community Based Tourism (CBT). Konsep CBT merupakan cara dalam menciptakan pariwisata yang berkelanjutan, dimana konsep ini membutuhkan partisipasi masyarakat lokal dalam mengembangkan dan juga mengelola objek wisata hingga berhasil. Dalam pengelolaan objek wisata Air Terjun Tumpak Sewu belum diketahui faktor – faktor yang menentukan keberhasilannya. Oleh karena itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sistem pengelolaan wisata, mengetahui peran masyarakat dalam mengelola wisata, dan mengetahui faktor-faktor keberhasilan pengelolaan objek wisata. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dikumpulkan dengan melakukan survey lapangan ke lokasi objek wisata dan wawancara mendalam (in- depth interview) dengan pihak – pihak yang terkait, sedangkan pengumpulan data kualitatif dilakukan dengan pengisian kuesioner oleh pengunjung. Hasil dari penelitian ini akan mendapatkan berupa faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengelolaan objek wisata Air Terjun Tumpak Sewu.
EVALUASI KONSEP TOD PADA STASIUN LRT DI KOTA BEKASI (STUDI KASUS : STASIUN LRT JATICEMPAKA – GATEWAY PARK) Brian Aldiki; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4586

Abstract

The city of Bekasi with a population that has reached nearly 3 million residents is appropriate to improve the spatial planning system and modal transport planning system along with its supporting infrastructure in order to create an orderly and planned city condition.  Transit oriented development, is a function of a mixed land and transit area, where the merger of land includes a region with complete functions, can be reached on foot, and close to the transit area. This research is included in applied research. The research method used is descriptive method with comparative analysis and weighting analysis using a scorecard analysis issued by ITDP through TOD Standard 2.1. Referring to the Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) there are 8 TOD principles with 21 performance appraisal metrics that must be applied in developing the TOD area. Then the overall points will be added to determine the ranking of the TOD obtained. If the results of the assessment do not reach a minimum point (55 points) then development cannot be said to be a TOD. Based on the results of the assessment that has been carried out it is proven that the development of the TOD Area at Gateway Park has not yet entered the lowest standard of the TOD area. Even though 51 points have been obtained by the developer, this is still ineffective considering that the development is too exclusive and not integrated with the surrounding area. AbstrakKota Bekasi dengan jumlah penduduknya yang sudah mencapai angka hampir 3 juta penduduk sudah selayaknya untuk memperbaiki sistem perencanaan spasial hingga sistem perencanaan angkutan moda beserta infrastruktur pendukungnya agar terciptanya kondisi kota yang teratur dan terencana. Transit oriented development, merupakan penggabungan fungsi dari suatu lahan campuran dan kawasan transit, dimana penggabungan lahan tersebut meliputi sebuah kawasan dengan fungsi yang lengkap, dapat dijangkau dengan berjalan kaki, serta dekat dengan kawasan transit. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian terapan. Metode penelitian yang penulis gunakan dalam adalah metode deskriptif dengan analisis komparatif dan analisis pembobotan menggunakan scorecard analysis yang dikeluarkan oleh ITDP melalui TOD Standard 2.1. Penelitian ini akan memberikan hasil kesesuaian konsep pengembangan kawasan TOD dengan standar dan kebijakan yang berlaku. Mengacu kepada Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) dalam pedomannya yang berjudul TOD Standard 2.1, terdapat 8 prinsip TOD dengan 21 metrik kinerja penilaian yang harus diterapkan dalam pengembangan kawasan TOD. Kemudian hasil poin keseluruhan akan dijumlahkan untuk menentukan ranking TOD yang didapatkan, Jika hasil penilaian tidak mencapai poin minimal (55 poin) maka pengembangan tidak dapat dikatakan sebagai pengembangan yang berorientasi transit. Berdasarkan hasil penilaian yang sudah dilakukan terbukti bahwa pengembangan Kawasan TOD di Gateway Park belum dapat memasuki standar terendah kawasan TOD yang dikeluarkan oleh ITDP. Walaupun sebesar 51 poin sudah didapatkan pihak pengembang, namun hal ini masih tidak efektif mengingat pembangunannya yang terlalu eksklusif dan tidak saling terintegrasi dengan Kawasan sekitarnya.
STUDI POLA PERGERAKAN PENUMPANG DI TITIK TRANSIT (STUDI KASUS : STASIUN MRT BLOK M DAN TERMINAL BUS BLOK M, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN) Felicia Sugita; Suryono Herlambang; Parino Rahardjo
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12839

Abstract

Blok M is the commercial centre area of Kebayoran Baru District, which has accessibility and a strategic position to the city of Jakarta. It also an area that is crossed by variety of public transportation and it not only serves residents at the sub-district level, but also residents of Jakarta. The existence of Terminal Bus Blok M and now there is MRT Station, it makes Blok M an intermodal transit area and also a destination for office, entertainment, and shopping. However, Transit Oriented Development area that should be able to connect between transportation modes, it has not been fully implemented well in Blok M. This study is conducted to determine about pedestrian mobility, pedestrian way conditions, and supporting activities in Blok M. The study is conducted using quantitative and qualitative analysis methods. A qualitative analysis to look at the profile of the pedestrian at the transit area, mobility of pedestrian, pedestrian way conditions, and supporting activities at the transit area. The quantitative analysis used to view the simulation of the estimated number of passengers based on the RDTR 2030 and PRK 2020. Based on studies conducted, the mobility in Blok M area is not maximized, only 30% of passengers change transportation modes. There are several criteria that have not been met for the condition of the pedestrian way in the Blok M, especially related to the conflict that occurs between pedestrians and private vehicle users. The supporting activity in this area are dominated by shopping centres and shops. Keywords:  Blok M; Mobility; MRT Station; Pedestrian; Terminal BusAbstrakKawasan Blok M merupakan kawasan pusat komersial Kecamatan Kebayoran Baru yang memiliki aksesibilitas dan kedudukan yang cukup strategis terhadap kota Jakarta dan menjadi salah satu kawasan yang dilintasi berbagai moda angkutan umum yang tidak hanya melayani penduduk tingkat kecamatan, tetapi juga melayani penduduk kota Jakarta. Keberadaan Terminal Bus Blok M, Transjakarta, kemudian sekarang ditambah dengan adanya jaringan Jakarta Mass Rapid Transit (MRT) membuat Blok M menjadi kawasan transit intermoda dan menjadikan Blok M sebagai tujuan perkantoran, wisata hiburan dan wisata belanja. Namun pada kenyataannya kawasan TOD yang direncanakan seharusnya dapat menghubungkan antarmoda transportasi belum sepenuhnya terlaksana dengan baik di Kawasan Blok M. Studi ini dilakukan untuk mengetahui mobilitas penumpang, kondisi jalur pejalan kaki, dan aktivitas pendukung yang ada di kawasan Blok M. Kemudian studi dilakukan dengan metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif untuk melihat profil dari penumpang di titik transit, mobilitas penumpang, kondisi jalur pejalan kaki, dan aktivitas pendukung di titik transit. Kemudian, pendekatan kuantitatif digunakan untuk melihat simulasi dari proyeksi jumlah penumpang berdasarkan RDTR 2030 dan PRK 2020. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, bahwa mobilitas yang ada di kawasan Blok M dapat dikatakan belum maksimal, hanya 30% penumpang yang melakukan perpindahan moda transportasi. Beberapa kriteria yang belum terpenuhi untuk kondisi jalur pejalan kaki yang ada di kawasan Blok M, terutama terkait masih adanya konflik yang terjadi antara pejalan kaki dengan pengguna kendaraan pribadi. Dan aktivitas pendukung yang paling mendominasi kawasan Blok M adalah pusat perbelanjaan dan pertokoan. 
RENCANA PENATAAN KAWASAN TRANSIT WATERWAY (TRANSPORTASI AIR) SUNGAI CISADANE KOTA TANGERANG Muhamad Ichsan Zafiri; Suryono Herlambang; Parino Rahardjo
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8885

Abstract

Tangerang City plans to develop water transportation in the context of providing transportation modes other than land transportation, the transportation development plan is the development of water transportation by utilizing the cisadane river as its route, one of the docks planned namely the dock of the great al-ijtihad mosque located in the center of Tangerang City and close to the Tangerang KRL Station, so there is potential for the proximity of the two modes of transportation. The purpose of this research is to determine the feasibility and carrying capacity of the cisadane river to be utilized in the development of water transportation and to determine the need for infrastructure and facilities needed to integrate the water transportation wharf plan of the grand mosque of Al- ijtihad cisadane river with Tangerang KRL station.. This type of research is qualitative and quantitative research using descriptive analysis methods in the overall analysis of the analysis. Then from all the analyzes that have been carried out, it is obtained the direction of the structuring plan which broadly includes the provision of open space, widening pedestrian, recommendations for moving out / entering the Tangerang KRL station and the results are in the form of a regional site plan which is planned to contain elements of the provision of facilities, infrastructure and facilities in the vicinity of the water transportation transit area and arrangement in accordance with the direction of intermodal area integration. Keywords: intermoda integration; railway station; transit area planning; water transportation AbstrakKota Tangerang berencana melakukan pengembangan transportasi air dalam rangka menyediakan pilihan moda transportasi selain transportasi darat, rencana pengembangan transportasi tersebut adalah pengembangan transportasi air dengan memanfaatkan sungai cisadane sebagai jalurnya, salah satu rencana titik dermaga yakni dermaga masjid agung al-ijtihad berada di pusat Kota Tangerang dan berada dekat dengan Stasiun KRL Tangerang, sehingga adanya potensi dari dekatnya letak kedua moda transportasi tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan dan daya dukung sungai cisadane untuk dimanfaatkan dalam pengembangan transportasi air dan mengetahui kebutuhan sarana, prasarana dan fasilitas yang dibutuhkan untuk mengintegrasikan rencana dermaga transportasi air masjid agung al-ijtihad sungai cisadane dengan stasiun KRL Tangerang. Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan kuantitatif dengan menggunakan metode analisis deskriptif dalam pembahasan keseluruhan analisisnya. Kemudian dari seluruh analisis yang telah dilakukan, didapatkanlah arahan rencana penataan yang secara garis besar meliputi penyediaan ruang terbuka, pelebaran pedestrian, rekomendasi pemindahan akses keluar/masuk stasiun KRL Tangerang yang kemudian hasilnya berupa usulan rencana siteplan kawasan yang didalam rencananya terdapat unsur penyediaan kebutuhan sarana, prasarana dan fasilitas pada sekitar kawasan transit transportasi air dan penataan yang sesuai dengan arahan integrasi kawasan antarmoda.
PENATAAN KAWASAN CAGAR BUDAYA BETAWI CONDET CILIWUNG, JAKARTA TIMUR, SEBAGAI DESTINASI WISATA ALAM DAN BUDAYA Verani Nurizki; Suryono Herlambang; Parino Rahardjo
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8858

Abstract

Condet area has close links with Betawi Cultural civilization in Jakarta. In 1976, Condet Area was designated as a Cultural Heritage but the status was later revoked in 1988 because it was considered to limit the development of the Area. Condet area returned to attention after the issuance of the Governor of DKI Jakarta Province No. 881 of 2019 which stipulated the development of tourism in the form of the development of Betawi cultural arts, agro-tourism and ecotourism in Condet Area. The problems found are existing uniqueness scattered in the Ciliwung Condet area such as Betawi homes, Ciliwung Condet Community, Salak Gardens and festivals in the area that can be the main attraction but have not been fully utilized and facts that have occurred when the Condet Area became a cultural heritage considered limiting the development of the Area and the use of road bodies as the location for the Condet Festival. This study aims to determine the potential and problems that exist in the Ciliwung Condet Area, determine the things that support the Area to become a tourist destination and to propose the arrangement of the Area as a tourist destination. The arrangement can carry an eco-cultural concept, which is a concept that combines ecological and cultural aspects of a landscape to create a site. The research was conducted using a qualitative approach, one of which was through in-depth interviews described using descriptive methods. The results of this study are in the form of a master plan for the arrangement of the Ciliwung Condet Tourism Area. Keywords: Ciliwung Condet Area; Cultural Heritage; Riverfront; Tourism Destination Planning  AbstrakKawasan Condet memiliki keterkaitan erat dengan peradaban Budaya Betawi di Jakarta. Pada tahun 1976, Kawasan Condet ditetapkan sebagai Cagar Budaya namun status tersebut kemudian dicabut pada tahun 1988 karena dianggap membatasi perkembangan Kawasan Condet. Kawasan Condet kembali menjadi perhatian setelah diterbitkannya Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 881 Tahun 2019 yang menetapkan pengembangan wisata berupa pengembangan seni budaya Betawi, agrowisata serta ekowisata di Kawasan Condet. Permasalahan yang ditemukan berupa keunikan eksisting yang tersebar di Kawasan Ciliwung Condet seperti rumah Betawi, Komunitas Ciliwung Condet, Kebun Salak dan festival-festival di kawasan tersebut dapat menjadi daya tarik kawasan namun belum dimanfaatkan dengan maksimal dan fakta yang pernah terjadi ketika Kawasan Condet menjadi cagar budaya dianggap membatasi perkembangan Kawasan Condet serta pemakaian badan jalan sebagai lokasi Festival Condet. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan potensi dan masalah yang ada di Kawasan Ciliwung Condet, menentukan hal-hal yang mendukung Kawasan Ciliwung Condet menjadi destinasi wisata serta usulan penataan Kawasan Ciliwung Condet sebagai destinasi wisata. Penataan Kawasan dapat mengusung konsep eco-cultural, yaitu konsep yang memadukan aspek ekologis dan budaya dari sebuah lanskap untuk membuat sebuah situs. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif, salah satunya melalui wawancara mendalam (indepth interview) yang dijabarkan menggunakan metode deskriptif. Hasil dari penelitian ini berupa rencana induk penataan Kawasan Wisata Ciliwung Condet.
RUMAH SINGGAH KANKER ANAK DENGAN TERAPI PALIATIF Felicia Hansen; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 1 (2021): APRIL
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i1.10706

Abstract

Hospitals that can treat pediatric cancer are usually located in big cities, for example Jakarta. For children with cancer who come from outside the region and their families are unable to pay for hospitalization, they are forced to travel back and forth which takes a lot of time and transportation fees. Apart from medical care, the children with cancer also need palliative care, which is an integrated care system approach to improve the quality of life for patients and their families when facing life-threatening terminal illnesses by providing spiritual and psychosocial support from the time the diagnosis is made to the end of life for cancer patients. The solution is to design a childhood cancer lodging that has palliative therapy facilities with child-friendly and appropriate design references, and is located close to a referral hospital for pediatric cancer. The design of the lodging aims to make a shelter that is not only served as “the second home” for children with cancer, but also as a place for recreation, relaxation, and education. The formation and arrangement of architectural spaces of the lodging refers to the connection between human activities and their environment. The design concept of the site is Urban Oasis. The building seems to be in the middle of a forest with a small river that surrounds it. Here, apart from getting spiritual and psychosocial support, children can also take up their hobbies in the arts and music, relieve stress after undergoing medical treatment through interactions with animals and nature, as well as play and learn together. Keywords:  childhood cancer lodging; everydayness architecture; future dwelling; healing environment; palliative care AbstrakRumah sakit yang dapat menangani anak penderita kanker umumnya berada di kota besar, contohnya Jakarta. Bagi anak-anak penderita kanker yang berasal dari luar daerah dan keluarganya tidak mampu membiayai rawat inap di rumah sakit, mereka terpaksa melakukan perjalanan pulang pergi yang memakan banyak waktu dan biaya transportasi. Selain perawatan medis, para penderita kanker juga membutuhkan perawatan paliatif; yang merupakan pendekatan sistem perawatan terpadu untuk meningkatkan kualitas hidup pasien dan keluarga mereka ketika menghadapi penyakit terminal yang membahayakan jiwa, dengan memberikan dukungan spiritual dan psikososial; mulai saat diagnosis ditegakkan sampai pada akhir hidup pasien kanker. Solusi dari isu tersebut adalah merancang rumah singgah kanker anak yang memiliki fasilitas terapi paliatif dengan acuan desain yang ramah anak dan sesuai dengan kebutuhan anak-anak penderita kanker, serta letaknya dekat dengan rumah sakit rujukan untuk kanker anak. Perancangan rumah singgah kanker anak dengan terapi paliatif ini bertujuan untuk  merancang rumah singgah yang tidak hanya sebagai tempat tinggal alternatif bagi anak-anak penderita kanker, namun juga sebagai tempat rekreasi, relaksasi, dan edukasi. Pembentukan dan pengaturan ruang arsitektural dari rumah singgah mengacu pada keterkaitan antara aktivitas manusia dan lingkungannya. Konsep desain dari perancangan tapak yaitu Urban Oasis. Bangunan seakan-akan berada di tengah-tengah hutan yang rindang dengan sungai kecil yang mengelilinginya. Di sini, selain mendapatkan dukungan spiritual dan psikososial, anak-anak juga dapat menyalurkan hobi mereka dalam bidang seni dan musik, melepas stress setelah menjalani perawatan medis melalui interaksi dengan hewan dan alam, juga bermain dan belajar bersama.
PENERAPAN METODE THERAPEUTIC ARCHITECTURE PADA HUNIAN PRODUKTIF & RUANG KOMUNAL BAGI PENDUDUK LANJUT USIA Shienia Shienia; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12439

Abstract

Since December 2019, world has been infected the spread of pandemic by Coronavirus or also we known as COVID-19. This pandemic has been effecting the global population drastically, and also various aspects of human life. There’s so many countries is being faced the threat of this disease, especially for elderly citizens. The elderly population has higher risk of being infected to this disease more than any age group, especially for they who has any health problems and degenerative physiological conditions. WHO noted more than 95% mortality caused by coronavirus threat ages population. 8 out of 10 deaths occur in individuals with comorbidities, particularly those with cardiovascular disease, hypertension, diabetes, as well as various other chronic conditions. It is imperative for countries to provide a comprehensive response to this pandemic, supporting the elderly population, their families and their care givers. In this condition, the elderly need protection, and access to nutritious food, availability of basic necessities, money, medicine to support their physical health, and care. The purpose of this research is to find specific data and analysis as the basis for the design of productive housing for the elderly using the Therapeautic Architecture design method. Writer also hoping, this research will be able to describe and prove aspects of nature as part of the design to built environment that support the healing process, especially in productive housing for the elderly population. Keywords: Covid-19; Elderly; Community Housing; Ageing Population; Therapeutic Architecture Abstrak Sejak Bulan Desember 2019, penyebaran pandemic akibat virus Corona, yang juga dikenal sebagai Coronavirus (COVID-19) menyerang hampir satu dunia. Berbagai aspek kehidupan penduduk global terdampak secara signifikan dengan adanya persebaran virtus Pandemi ini. Berbagai negara menanggapi ancaman penyakit ini, terutama karena pandemi menyerang semua kelompok usia, terutama pada kelompok umur lanjut usia. Penduduk lansia menghadapi risiko yang signifikan terkena penyakit virus corona ini, apalagi jika mereka mengalami gangguan kesehatan yang diiringi dengan penurunan kondisi fisiologis. WHO mencatat lebih dari 95% kematian yang diakibatkan virus corona terjadi kepada penduduk kelompok usia lebih dari 60 tahun. 8 dari 10 kematian terjadi pada individu dengan komorbiditas, khususnya mereka dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi, diabeter, juga berbagai kondisi kronis lainnya. Sangat penting bagi negara untuk memberikan respon komprehensif terhadap pandemic ini, dengan mendukut penduduk lansia, keluarga, dan pengasuhnya. Pada kondisi ini, lanjut usia memerlukan adanya perlindungan, dan akses terhadap makanan bergizi, ketersediaan kebutuhan dasar, uang, obat-obatan untuk mendukung kesehatan fisik, dan perawatan. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari data dan analisa spesifik sebagai landasan desain Hunian Produktif bagi Lanjut usia dengan metode desain Therapeautic Architecture. Diharapkan dengan penelitian ini mampu menjabarkan dan membuktikan aspek alam sebagai bagian dari rancangan lingkungan binaan untuk mendukung proses penyembuhan khususnya pada hunian produktif bagi penduduk kelompok usia lanjut. 
EKSPLORASI MIXED-PROGRAM (PASAR BUNGA, KULINER, DAN TAMAN KOTA) DALAM MERANCANG 3 FLORE KEBAYORAN LAMA, JAKARTA SELATAN Febriana Febriana; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8641

Abstract

Third Place is an informal public place to socialize, example: Green Open Space which is a mandatory demand for an urban society. The largest green open space on DKI Jakarta located in the South Jakarta, sub-district of Kebayoran Lama, North Kebayoran Lama. However, after analyzing the largest percentage for cemeteries. So, the target to reach minimum green open space level for the city is still far away. There is a difference in contrast between upper intermediate district and lower intermediate district proves social standards were never been equal. Therefore the “Third Place” on  Jalan Raya Kebayoran Lama  leads “Urban Park” as the theme to ressurrect proper green space. This project want to exhibit the variety of social-class, solve the green open space issues, and make the diversity being accepted. This diversity being interpreted as a flowers bouquet, by pointing this project as a “Main Atrractor” which linked the Kebayoran Lama Station, upper intermediate district, Gandaria City, Tanah Kusir cemetery and the lower intermediate district that reflects North Kebayoran Lama. There are three main program as the vision to-offer which: flower market, culinary, and urban park with the rental land system every weekend with family or friends on the rooftop garden, as well as making a gardening event in accordance with the blooming flower season at a certain time. The intention of this project is to be public entertainment from the the city  routines; along with an experience on urban park in the main of the city; including a convocation area and community. Keywords: culinary; flower; market; park; urbanAbstrakThird Place merupakan tempat publik yang informal untuk bersosialisasi. Salah satunya adalah Ruang Terbuka Hijau (RTH). RTH merupakan sebuah kebutuhan dasar yang dibutuhkan masyarakat perkotaan. RTH paling besar DKI Jakarta berada di kota Jakarta Selatan, kecamatan Kebayoran Lama, kelurahan Kebayoran Lama Utara. Tetapi, setelah dianalisa RTH paling besar persentasenya untuk pemakaman. Padahal, target untuk mencapai tingkat RTH minimal kota masih jauh. Selain itu, terjadi perbedaan kontras antara kawasan menengah ke atas dan menengah ke bawah sehingga terlihat tidak setara karena adanya standar sosial tertentu. Oleh karena itu, proyek Third Place yang berada di Jalan Raya Kebayoran Lama ini menggunakan tema “Urban Park” untuk menghidupkan kembali RTH. Proyek ini ingin menunjukkan dan menyatukan perbedaan sosial, serta permasalahan RTH dari isu yang dihadapi sehingga keberagaman tersebut dapat diterima dan diterapkan sehingga masyarakat lebih berekspresif. Perbedaan yang dihadapi ini dianalogikan seperti buket bunga, dengan menjadikan projek ini “Main Attractor”, menghubungkan stasiun Kebayoran Lama, kawasan menengah ke atas, Gandaria City, pemakaman Tanah Kusir, dan kawasan menengah ke bawah untuk mencerminkan kawasan Kebayoran Lama Utara dengan menghadirkan tiga program utama untuk mewujudkan visi, yaitu: pasar bunga, kuliner, dan taman yang menggunakan sistem lahan sewa setiap akhir pekan yang dapat dilakukan bersama keluarga ataupun teman di rooftop garden, serta membuat acara berkebun sesuai dengan musim bunga yang bermekaran pada waktu tertentu. Tujuan dari proyek ini agar sebagai sarana hiburan masyarakat dari rutinitas kota; merasakan pengalaman berada di taman di tengah kota; serta sebagai tempat pertemuan dan berkumpul masyarakat.
STUDI PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI PERATURAN TATA RUANG KAWASAN SENTRA PRIMER BARAT PURI INDAH SEBAGAI PUSAT KOTA BARU Andi Saputra; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4582

Abstract

Growth activities are concentrated in the golden triangle, but in recent years development has actually been growing in the western and eastern regions of Jakarta, known as the West Primary Center and East Primary Center. The plan to develop the West Primary Center was initially seen in the DKI Jakarta Regional Regulation, where the existing development aims to achieve the balance of ecosystems and economic equality in Jakarta and make the West Primary Center as the center of primary activities in West Jakarta City. There are several aspects that are the focus of planning, road network, land use, building intensity, and public transportation. The West Primary Center is located in the Puri Indah area which covers an area of 135 ha. Through this research a study was conducted on the development of the implementation of spatial regulations in West Primary Center Puri Indah as a new city center to find out whether the existing conditions of the West Primary Center have fulfilled and are in accordance with their planning as the primary activity center. The analysis carried out were policy, position, spatial, property development, and the informal sector. The tools used in this research are timeline analysis, ArcGIS mapping, and qualitative descriptive. The result of this research is the existing condition of the West Primary Center hasn’t  fulfilled with its planning as a center for primary activities in West Jakara City which is seen based on several aspects. AbstrakAktivitas pertumbuhan terkonsentrasi di dalam kawasan segitiga emas yakni koridor Thamrin-Sudirman-Kuningan, namun dalam beberapa tahun terakhir ini, pengembangan justru sedang bertumbuh di kawasan barat dan timur Jakarta atau yang lebih dikenal sebagai Kawasan Sentra Primer Barat dan Kawasan Sentra Primer Timur. Rencana pengembangan Kawasan Sentra Primer Barat pada awalnya dapat dilihat pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 6 Tahun 1999, dimana pengembangan yang ada bertujuan agar tercapainya keseimbangan ekosistem dan pemerataan ekonomi yang ada di Jakarta serta menjadikan Kawasan Sentra Primer Barat sebagai pusat kegiatan primer yang ada di Kota Jakarta Barat. Terdapat beberapa aspek yang menjadi fokus perencanaan yaitu jaringan jalan, penggunaan lahan, intensitas bangunan, sampai dengan perencanaan transportasi umum. Kawasan Sentra Primer Barat berada pada Kawasan Puri Indah yang mencakup area seluas 135 ha. Melalui penelitian ini dilakukan studi mengenai perkembangan implementasi peraturan tata ruang di Kawasan Sentra Primer Barat Puri Indah sebagai pusat kota baru untuk mengetahui apakah kondisi eksisting Kawasan Sentra Primer Barat sudah memenuhi dan sesuai dengan perencanaannya sebagai pusat kegiatan primer. Analisis yang dilakukan adalah analisis kebijakan, analisis kedudukan, analisis spasial, analisis perkembangan properti, dan analisis sektor informal. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adlaah analisis timeline, mapping ArcGIS, dan deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah kondisi eksisting Kawasan Sentra Primer Barat belum memenuhi dan sesuai dengan perencanaannya sebagai pusat kegiatan primer yang ada di Kota Jakarta Barat yang dilihat berdasarkan beberapa aspek yaitu jumlah penduduk, perkembangan kawasan, infrastruktur jalan, dan transportasi umum.