Suryono Herlambang
Program Studi S1 PWK, Fakultas Teknik, Universitas Tarumanagara

Published : 47 Documents Claim Missing Document
Claim Missing Document
Check
Articles

STRATEGI PENGELOLAAN MAHAKA SQUARE DALAM UPAYA MENINGKATKAN OCCUPANCY RATE DAN JUMLAH PENGUNJUNG Andrian Wijaya Putra; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4603

Abstract

Property developments in Jakarta are increasing every year, one of which is a mall or shopping center located in many locations in Jakarta and is the most common destination for family recreation. The existence of a shopping center or mall is expected to help increase the economic cycle and help increase the number of jobs in Jakarta. The high level of growth Shopping centers in Jakarta cause there are many shopping centers that are not able to compete with other shopping centers. This is what makes shopping centers in Jakarta become quiet and experience a decline in occupancy rates. Mahaka Square is one of the shopping centers that experienced this, located in Kelapa Gading with an area of 2.6 ha with international standard sports arenas and hotels, so that shopping centers need to be regenerated by following the trend of sports and healthy lifestyles in young generation  in order to compete with competitors. Through this study a study was conducted on the management strategy of Mahaka Square to determine the physical condition of existing Mahaka Square buildings and the potential of Mahaka Square in competing in the market in order to increase occupancy rates and number of visitors. The analysis carried out was location analysis, building analysis, market analysis, visitor preference analysis, and tenant mix analysis. The tools used in this study are cartesian diagrams and qualitative descriptive. The results of this study are to find out whether mahaka square needs to be physically changed in terms of buildings and tenants that should be included in Mahaka Square in order to increase occupancy rates and number of visitors. AbstrakPerkembangan property di Jakarta semakin meningkat setiap tahunnya, salah satunya adalah Mall atau pusat perbelanjaan yang berdiri di banyak lokasi di Jakarta dan merupakan destinasi paling umum untuk dijadikan tempat rekreasi untuk keluarga. Adanya pusat perbelanjaan atau mall tersebut diharapkan dapat membantu meningkatkan siklus perekonomian dan membantu menambah jumlah lapangan pekerjaan di Jakarta. Tingginya tingkat pertumbuhan Pusat perbelanjaan di ibukota menyebabkan ada banyak pusat perbelanjaan yang tidak mampu bersaing dengan pusat perbelanjaan lainnya. Hal ini yang membuat pusat- pusat perbelanjaan di Jakarta menjadi sepi pengunjung dan mengalami penurunan occupancy rate. Mahaka Square merupakan salah satu pusat perbelanjaan yang mengalami hal tersebut yang berlokasi di Kelapa Gading dengan area seluas 2,6 ha dengan Arena olahraga berstandar internasional dan hotel, sehingga perlu dilakukan regenerasi pusat perbelanjaan dengan cara mengikuti trend aktivitas olahraga dan gaya hidup sehat anak usia muda produktif agar dapat bersaing dengan kompetitor. Melalui penelitian ini dilakukan studi mengenai Strategi pengelolaan Mahaka Square untuk mengetahui kondisi fisik bangunan eksisting Mahaka Square serta potensi Mahaka square dalam bersaing di pasar agar dapat meningkatkan occupancy rate dan jumlah pengunjung. Analisis yang dilakukan adalah analisis lokasi, analisis bangunan, analisis pasar, analisis preferensi pengunjung, dan analisis tenant mix. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah diagram kartesius dan deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah mengetahui apakah mahaka square perlu dilakukan perubahan fisik dari segi bangunan serta tenant –tenant yang seharusnya dimasukkan ke dalam Mahaka Square agar dapat meningkatkan occupancy rate dan jumlah pengunjung.
EVALUASI KELAYAKAN HUTAN KOTA STUDI KASUS HUTAN KOTA SRENGSENG, JAKARTA BARAT Randy Kusuma Markho; Suryono Herlambang; Parino Rahardjo; Suryadi Santoso
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8918

Abstract

Urban forests are one of the most important parts in urban areas. With urban physical development that continues to occur makes it difficult and expensive to add urban forests. Whereas urban forests have important benefits for urban communities, such as providing a balance to ecosystems, as water catchment areas, and being a place of carbondioxide to oxygen cycles. One of the urban forests in Jakarta is Hutan Kota Srengseng. In this research, we want to find out whether Hutan Kota Srengseng meets the criteria so that it is worth mentioning as an urban forest. The method used in this research is qualitative, field observations and literature studies. The results of this study will find out the ecosystem services provided by the Hutan Kota Srengseng and the potential that exists in the Hutan Kota Srengseng so that they can make optimal plans for developing and managing Hutan Kota Srengseng in the future. Keywords: Ecosystem Services; Urban; Urban ForestAbstrak Hutan kota merupakan salah satu bagian terpenting di perkotaan. Dengan perkembangan fisik perkotaan yang terus terjadi membuat sulit dan mahal untuk menambah hutan kota. Padahal hutan kota mempunyai memberikan manfaat yang penting untuk masyarakat kota, seperti memberikan keseimbangan bagi ekosistem, sebagai areal resapan air, dan menjadi tempat daur karbondioksida menjadi oksigen. Salah satu hutan kota yang ada di Jakarta adalah Hutan Kota Srengseng. Pada penelitian kali ini ingin mengetahui apakah Hutan Kota Srengseng telah memenuhi kriteria sehingga layak disebut sebagai sebuah hutan kota. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif, observasi lapangan dan studi literatur. Hasil penelitian ini akan mengetahui layanan ekosistem yang diberikan oleh Hutan Kota Srengseng dan potensi yang ada di Hutan Kota Srengseng sehingga dapat membuat rencana pengembangan dan pengelolaan Hutan Kota Srengseng yang optimal kedepannya.
NORMAL LIVING: ARSITEKTUR BERPERAN SEBAGAI PENGUBAH STIGMA BURUK & DISKRIMINASI ATAS KAUM DIFABEL Jihan Nurmaulida; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12354

Abstract

Built based on the keep-increasing issues of disabilities for those who live in the event of poverty due to discriminations, or for not having the same rights and/or opportunities as others on the community. Though, also reflected from the point of view of architectural that most of the spaces contain physical barriers, which Un purposely happened to create “design apartheid”, where disabilities treated as ones who are ‘excluded’ in the area caused by the inaccessible layout in the space. Normal Living is a project, built and located in Sunter Agung, where disabilities, specifically who are in wheelchairs, are given the opportunities of working in industry such as kebayas, dresses, and suits,. The product’s later will be shown and presented through Wheelchair Dance and Fashion Runway. In daily life they are also given a quite decent life support, such as, a proper living accommodation with the existence of urban farming activities to provide their daily need of food. For moral support, they could do their social-life in the provided community. Normal Living is built with purpose to remove bad stigma of the inabilities of disabilities, which been overly years becoming what the public belief. Not only to remove it from public, but more importantly to remove it from the disabilities themselves. In order to reach it, Normal Living is up to create self confident in each of the disabilities. Therefore we can actually agree that between normal and abnormal are only about perceptions. Normal Living is an architectural projects that implied with Equality campaign, doing such activities (which were used to be considered as the inabilities of disabilities) through entertainment, dancing and fashion. In order to reach the described- above purpose, firstly Normal Living uses the planning method to put the comforts of disabilities as its primer priority and spatial perception to build perception for building users. The second one is to create collective programs, followed by the third which is to emphasize the transparency aspects during the material of proof. Keywords: Disabilities; Decent Living Places; Spatial PerceptionAbstrakBerlatar belakangi isu Difabel yang kian berujung menjadi pengangguran lalu hidup miskin karena terjadinya diskriminasi terhadap mereka, atau tidak mendapatnya hak dan kesempatan yang sama seperti kalangan masyarakat lainnya. Yang bahkan bisa dilihat dari sisi arsitektur pun, sebagian besar sebuah ruang berisi penghalang fisik yang secara tidak sengaja menciptakan “desain apartheid”, di mana penyandang disabilitas dikecualikan dari area karena tata letak ruang yang tidak dapat diakses. Normal Living merupakan sebuah proyek berlokasi di Sunter Agung dimana para Tuna Daksa berkusi roda diberi pekerjaan pada industri kebaya, gaun dan jas, yang nanti nya akan mereka pamerkan melalui wheelchair dance & fashion runway. Mereka diberi penghidupan layak yaitu diberi akomodasi tempat tinggal dengan adanya Farming sebagai Suplai Makanan mereka, dan tentu sebagai tempat mereka mendapatkan moral support lewat hidup berkomunitas. Normal Living ini bertujuan untuk mengubah stigma buruk yang beredar di masyarakat kalau mereka tidak bisa melakukan apa-apa, mengubah dari internal diri mereka sendiri untuk membuat mereka merasa percaya diri bahwa mereka normal, karena bahwasanya, pelabelan normal dan tidak normal hanyalah sebuah persepsi. Sehingga secara implisit, Normal Living bertujuan sebagai produk arsitektural yang berkampanye akan kesetaraan. Melakukan aktivitas yang dianggap mereka tidak bisa lakukan lewat entertainment - menari dan menjadi fashionable. Untuk mencapai tujuan dari proyek ini Metode Perancangan yang digunakan pada Normal Living ini yang pertama yaitu Kenyamanan Mereka Para pengguna kursi roda adalah prioritas Utama, lalu persepsi spasial untuk membentuk persepsi kepada para pengguna bangunan, yang kedua berbentuk program kolektif dan ketiga, menegaskan aspek transpansi pada material untuk pembuktian.
PERENCANAAN KAWASAN EKO-WISATA TAMAN ASTOR, KABUPATEN BOGOR Steven Joe; Suryono Herlambang; I.G. Oka Sindhu Pribadi
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8883

Abstract

AbstrackPerum Perhutani, is a State-Owned Enterprise in charge of managing forest areas for the benefit of preservation and public benefit. Within the Perhutani management area, many areas also function as tourist areas. One of them is the Taman Astor tourist area in Tenjo District, Bogor Regency, which is currently under the management of Perum Perhutani KPH Bogor. Even though it has high tourism potential, Taman Astor still has few visitors. This is due to the concept of a tourist park that is less focused and the supporting facilities provided in the  area are limited. To improve the quality of the area and the quantity of visitors, this study is carried out in various stages of the planning process: starting with a comparative study and SWOT analysis, followed by a series of technical analyzes, such as: site and place analysis, analysis of tourist attractions, analysis of best practice (case study) , space requirements analysis, to produce the Taman Astor Tourism Development Concept with the Ecotourism concept. This concept emphasizes, in addition to adding natural and recreational tourism attractions, it also pays attention to the principles of forest conservation and the involvement of the surrounding community in the use and management of the area. Keywords: land use of Perum Perhutani, the concept of eco-tourism, nature recreation, forest preservation atau conservation, involvement of the surrounding communityAbstrakPerum Perhutani, adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bertugas mengelola area hutan untuk kepentingan pelestarian dan kemanfaatan umum. Dalam wilayah pengelolaan Perhutani, banyak area yang juga berfungsi sebagai kawasan wisata. Salah satu adalah kawasan wisata Taman Astor yang berada di Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, yang saat ini di bawah pengelolaan Perum Perhutani KPH Bogor. Meskipun memiliki potensi wisata yang tinggi, Taman Astor masih sedikit pengunjungnya. Hal ini disebabkan konsep taman wisata yang kurang terarah dan terbatasnya fasilitas penunjang yang disediakan di area tersebut. Untuk meningkatkan kualitas kawasan dan kuantitas pengunjung, studi ini dilakukan dengan berbagai tahapan proses perencanaan: diawali dengan studi komparasi dan analisis SWOT, dilanjutkan dengan rangkaian analisis teknis, seperti: analisis lokasi dan tapak, analisis daya tarik wisata, analisis best practice (studi kasus), analisis kebutuhan ruang, untuk menghasilkan Konsep Pengembangan Wisata Taman Astor dengan konsep Ekowisata. Konsep ini menekankan, selain penambahan atraksi wisata alam dan rekreasi juga memperhatikan prinsip-prinsip konservasi hutan dan pelibatan masyarakat sekitar dalam pemanfaatan dan pengelolaan kawasan. 
EKSPLORASI RUANG OLAHRAGA DAN SENI Sitta Faradilla; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 2, No 2 (2020): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v2i2.8611

Abstract

Sports and art activities are activities that can eliminate feel bored of routinity and daily activities that are very dense, so as to reduce the level of boredom experienced by the community from children up to parents. The sports and arts community center is a forum interaction for everybody. This project was designed as a center of activities with  the community of Wijaya Kusuma Village with a mission to become an educational facility that is open for the community to interact, exchange ideas, eliminate boredom by doing sports and arts activities. Cross - programming using spatial spaces that not fit the original function such as overlapping activities is one of the design methods used in this project. Behavioral type methods are used to analyze programs in roles. The education program in this project consists of classrooms for arts and sports activities. While the recreation program in this project consists of sports activities and also art that is outside the building such as parks, jogging tracks, friendly playgrounds, sitting groups and swimming pool areas. Keywords: art; children to parent; educational facilities; sports activities AbstrakKegiatan olahraga dan seni merupakan kegiatan yang dapat menghilangkan rasa kejenuhan rutinitas dan aktivitas sehari – hari yang sangat padat, sehingga dapat mengurangi tingkat kejenuhan yang dialami oleh masyarakat dari mulai anak – anak hingga orang tua. Pusat komunitas olahraga dan seni adalah sebuah wadah interaksi bagi masyarakat dari mulai anak – anak hingga orang tua. Proyek ini didesain sebagai pusat kegiatan bersama masyarakat Kelurahan Wijaya Kusuma dengan misi menjadi fasilitas edu wisata yang terbuka bagi masyarakat untuk berinteraksi, bertukar pikiran, menghilangkan kejenuhan dengan melakukan kegiatan olahraga dan seni. Cross – proggraming dengan menggunakan ruang spasial yang tidak sesuai dengan fungsi asalnya seperti aktivitas yang tumpang tindih merupakan salah satu metode desain yang digunakan dalam proyek ini. Metode tipe perilaku digunakan untuk menganalisa program dalam peranangan. Program edukasi dalam proyek ini terdiri dari ruang kelas kegiatan seni dan juga olahraga. Sedangkan program rekreasi dalam proyek ini terdiri dari kegiatan olahraga dan juga seni yang berada di luar bangunan seperti taman, jogging track, friendly playground, sitting group dan area kolam renang.
RENCANA PENGELOLAAN KAWASAN WISATA PULAU TIDUNG, KELURAHAN PULAU TIDUNG, KECAMATAN KEPULAUAN SERIBU SELATAN Garry Jeremiah Anthony Rey; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 1, No 2 (2019): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v1i2.4584

Abstract

Tidung Island Tourism Area is a natural tourist attraction located in the Tidung Island Village, Seribu Islands District which offers Beach and Underwater Beauty as the attraction of Small Island Tourism. In addition, the large number of homestays is the difference between Tidung Island and other small islands in Kepulaun Thousand. The high number of tourists each year is a marker that Tidung Island Tourism Area is one of the options for the community to spend their vacation time. Along with the increasing number of tourists, it is necessary to repair and improve the quality of management and also the physical condition of existing facilities so that small island management can be maintained. Virtual Hotel Operator is a system that can be an answer in managing existing homestays. In addition, there is still a lack of direct community involvement in the management of the Island which is also a serious concern. The purpose of this study is to find out the management system in Small Island, especially Tidung Island, visitors' perceptions and preferences regarding the Tourist Area and propose a plan for managing the Tidung Island Tourism Area. To achieve these objectives, several analyzes were carried out, namely: policy analysis, physical conditions and management analysis, distribution, conditions and management of accommodation analysis, perception and visitor preferences analysis; carrying capacity analysis management plans and strategies analysis. These analysis were done using descriptive analysis tool, SWOT, calculation of carrying capacity, likert scale and cartesius.  AbstrakKawasan Wisata Pulau Tidung adalah objek wisata alam yang berada di Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu yang menawarkan Pantai dan Keindahan bawah laut sebagai daya tarik Pariwisata Pulau Kecil. Selain itu jumlah homestay yang banyak merupakan pembeda Pulau Tidung dengan Pulau-Pulau Kecil lainnya di Kepulaun seribu.  Jumlah wisatawan yang tinggi tiap tahunnya menjadi penanda bahwa Kawasan Wisata Pulau Tidung menjadi salah satu opsi masyarakat dalam menghabiskan waktu berlibur yang ada. Seiring dengan bertambah banyaknya wisatawan maka perlu dilakukaan perbaikan dan peningkatan kualitas terhadap manajemen dan juga kondisi fisik fasilitas yang ada sehingga pengelolaan pulau kecil dapat terjaga. Virtual Hotel Operator merupakan suatu sistem yang bisa menjadi jawaban dalam pengelolaan homestay yang ada. Selain itu, masih kurangnya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam pengelolaan Pulau yang ada juga menjadi perhatian yang serius. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui sistem pengelolaan yang ada di Pulau Kecil khususnya Pulau Tidung, persepsi dan preferensi pengunjung mengenai Kawasan Wisata serta mengusulkan rencana pengelolaan Kawasan Wisata Pulau Tidung. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan beberapa analisis yaitu : analisis kebijakan, analisis kondisi fisik dan pengelolaan, analisis persebaran, kondisi dan pengelolaan akomodasi, analisis persepsi dan preferensi pengunjung, analisis daya dukung dan analisis rencana dan strategi pengelolaan. Analisis yang dilakukan menggunakan alat analisis yaitu deksriptif , SWOT, perhitungan daya dukung, skala likert dan diagram cartesius.
STUDI INTEGRASI MODA ANGKUTAN UMUM (STUDI KASUS : STASIUN GARUT BARU, KECAMATAN GARUT KOTA, KABUPATEN GARUT) Bella Syafira; Suryono Herlambang; Parino Rahardjo
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol 3, No 2 (2021): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v3i2.12854

Abstract

Transportation is work on to run with effectively, capacity and quality to serve various hub in an area, and transportation can also be used as an element for regional development. Effectively means achieving the planned targets, capacity means having good facilities for adequate facilities and infrastructure, and quality means being able to provide transportation services that are smooth (fast), safe, cheap and comfortable. Mass transportation can also have a great influence, one of which can be used to become a driving force for the economic and tourism sectors in a area and region. Transportation consists of 2 components, it was a facilities and infrastructure, transportation facilities used to transport the passengers such as bus, trains, cars and motorcycles. Meanwhile, transportation infrastructure is a supporting component of transportation facilities such as roads, toll roads, terminals, stations and ports. Some important elements of transportation that used for integrating some hub in an area are the vehicle (vehicles or modes of transportation), the way (road and routes), the terminal (terminals, bus stops and stations) and the passanger. In a transportation system, if there one element is not in a good condition, then each activity center in an area will not be well integrated. Keywords:, economic and tourism sectors; integration;  regional development; stakeholder; transportationAbstrakTransportasi diusahakan agar dapat berjalan secara efektif, berkapasitas dan berkualitas untuk melayani berbagai pusat kegiatan di sebuah kawasan, dan transportasi juga dapat digunakan sebagai elemen untuk pengembangan wilayah. Efektif berarti mencapai sasaran yang telah direncanakan, berkapasitas berarti memiliki fasilitas yang baik untuk sarana dan prasarana tersedia secara cukup, dan berkualitas berarti dapat memberikan pelayanan jasa transportasi yang lancar (cepat), selamat (aman), murah dan nyaman. Transportasi secara masal juga dapat memiliki pengaruh yang besar, salah satunya dapat digunakan untuk menjadi penggerak untuk sektor perekonomian dan pariwisata di suatu wilayah dan kawasan. Transportasi terdiri dari 2 komponen yaitu sarana dan prasarana, sarana transportasi adalah komponen yang digunakan untuk mengangkut penumpang yang ada seperti bus, kereta api, mobil dan motor. Sedangkan prasarana transportasi merupakan komponen penunjang dari sarana transportasi seperti contohnya jalan raya, jalan tol, terminal, stasiun dan pelabuhan. Beberapa unsur penting transportasi agar dapat saling mengintegrasikan titik penting yang ada adalah the vehicle (kendaraan atau moda transportasi), the way (jaringan jalan dan trayek atau rute), the terminal (terminal, halte dan stasiun) dan the passanger (penumpang).  Dalam sebuah sistem transportasi, jika kondisinya ada yang kurang baik dari keempat unsur di atas maka masing-masing pusat kegiatan yang ada di sebuah kawasan tidak akan terintegrasi dengan baik. 
PENERAPAN VOID PEDAGOGY PADA PERANCANGAN RUANG KOMUNITAS DAN FASILITAS PELATIHAN LITERASI DIGITAL DI RAWA SIMPRUG, JAKARTA SELATAN Lidwina Lakeshia; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21716

Abstract

According to the UNHCR, adequate housing must have access to certain public facilities, infrastructure, and utilities, such as educational, health, recreational facilities. However, these facilities are difficult to find in kampung such as Rawa Simprug. The current existing public facilities have been degraded and are no longer suitable for use. Thus, there is very minimal room for active social interaction. In addition to that, as the world is re-entering a post-pandemic era, the application of technology in people’s everyday lives is indispensable. For instance, traditional markets are now equipped with low-technology to help the process of digitalized transaction. Therefore, the need for digital literacy is increasing in order to help society ease into this new era. The Community Hub and Digital Literacy Training Facility is a recreational, social, and educational facility in Rawa Simprug, South Jakarta. Lending the theory of void pedagogy from Charlie Edmonds, the urban void in Rawa Simprug can be refunctioned to reactivate the space. Through the reactivation of void spaces, the urban pedagogy explores the relationship between spatial freedom and progressive education, especially for digital literacy training. The design approach is layered architecture, adapted from software architecture to solve the design problems. This project aims to provide a space for social interaction and a digital literacy training facility through the integration of nature and technology as a strategy for urban acupuncture Keywords:  Digital Literacy; Interaction; Rawa Simprug; Urban Acupuncture; Urban Void Abstrak Menurut UNHCR, perumahan yang layak huni harus dilengkapi dengan sarana, prasarana, dan utilitas umum seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, dan rekreasi. Namun, hal ini sulit ditemukan di perkampungan seperti kawasan Rawa Simprug. Fasilitas umum yang ada mengalami degradasi fisik dan sudah tidak layak untuk digunakan, sehingga interaksi aktif antar masyarakat semakin berkurang. Selain itu, saat ini masyarakat sudah memasuki era pasca-pandemi – penggunaan teknologi dalam kehidupan sehari-hari sangat diperlukan. Contoh yang sudah ada adalah pasar yang dilengkapi low-tech. Hal ini dapat memudahkan transaksi dari yang sebelumnya konvensional menjadi lebih modern. Oleh sebab itu, literasi digital semakin dibutuhkan agar dapat membantu keseharian masyarakat di era baru ini. Ruang Komunitas dan Fasilitas Pelatihan Literasi Digital merupakan fasilitas rekreasi, sosial, dan edukasi di Rawa Simprug, Jakarta Selatan. Meminjam teori void pedagogy Charlie Edmonds, urban void di Rawa Simprug dapat diolah kembali agar menjadi ruang-ruang yang lebih aktif. Melalui reaktivasi void spaces di kawasan Rawa Simprug, konsep urban pedagogy ini menelusuri hubungan antara kebebasan spatial dengan edukasi progresif, khususnya untuk pelatihan literasi digital. Pendekatan perancangan arsitektur merupakan layered architecture yang diadaptasi dari software architecture untuk mengatasi masalah perancangan. Proyek ini bertujuan untuk menghadirkan ruang interaksi sosial masyarakat, sekaligus fasilitas pelatihan literasi digital melalui integrasi alam dan teknologI sebagai strategi urban acupuncture.  
JUANDA TITIK TEMU, FASILITAS TRANSIT TRANSPORTASI PUBLIK DI AREA STASIUN JUANDA, JAKARTA PUSAT Hans Felix Gunawan; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21718

Abstract

Developments in a city will inevitably continue to take place, as is the case with the city of Jakarta, various kinds of development occur in this capital city in order to make the city of Jakarta better. The most significant development that has been felt in this City lately is transportation infrastructure such as the MRT and LRT which are continuously being accelerated to meet the needs of the community. The development of this transportation infrastructure can not only stop by just making lines and stations, but the city also must think about the connection with the surrounding area so that the area around the transportation points can become a lively and interconnected area. One area that has the potential to become a community gathering point is Juanda Station, strategic location In the middle of the city and surrounded by various destinations such as transit areas, offices, tourism, and residential areas. With the existence of a better transit area and the addition of a public space area. This changes can make the surrounding area packed with all activities around the clock as a result of the existence of public space. Keywords:  Meeting Point; Public Space; Transit; Transportation Abstrak Perkembangan pada suatu kota tidak dapat dihindari akan terus berlangsung, sama halnya dengan kota Jakarta, berbagai macam pembangunan terjadi di Ibu kota ini demi membuat kota Jakarta menjadi lebih baik. Pembangunan yang paling signifikan dirasakan pada Kota ini belakangan adalah infrastruktur transportasi seperti MRT dan LRT yang terus dikejar demi memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Pembangunan infrastruktur transportasi ini tidak hanya bisa berhenti dengan hanya membuat jalur dan stasiunnya saja, tetapi juga harus memikirkan  keterhubungan dengan kawasan di sekitarnya agar area sekitar titik-titik transportasi dapat menjadi area yang hidup dan saling terkoneksi. Salah satu area yang memiliki potensi untuk menjadi titik temu masyarakat adalah Stasiun Juanda. Lokasi strategis yang  berada di tengah kota dan dikelilingi oleh berbagai destinasi seperti area transit, perkantoran, wisata, dan hunian. Dengan adanya area transit yang lebih baik dan penambahan area ruang publik. Perubahan ini dapat membuat kawasan di sekitar stasiun Juanda ini menjadi kawasan yang hidup tidak hanya sebagai tempat yang ramai pada jam kerja saja, tetapi juga memiliki kehidupan sepanjang hari sebagai dampak dari adanya ruang publik yang tercipta. 
REAKTIVASI TAMAN KOTA DENGAN KONSEP INTEGRASI, INFILTRASI, DAN INTERAKSI: KASUS TAMAN KOTA SUMENEP, MENTENG, JAKARTA PUSAT Jennifer Gabriella; Suryono Herlambang
Jurnal Sains, Teknologi, Urban, Perancangan, Arsitektur (Stupa) Vol. 4 No. 2 (2022): OKTOBER
Publisher : Jurusan Arsitektur dan Perencanaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24912/stupa.v4i2.21720

Abstract

Urban acupuncture is an architectural approach that aims to smoothen the relationship between an urban space ecosystem and its inhabitants. This approach can trigger people to appreciate the space around them. Generations continue to change over time, resulting in changes in the region's character. Jakarta's rapid development also slowly disappeared from the culture of togetherness and tolerance. Menteng District, Central Jakarta, does not escape this phenomenon. Menteng, an initially proposed garden city, has undeniably developed into one of the luxury areas in Jakarta. However, some disconnected areas still exist in it, namely the green line in the form of a linear park on Jalan Sumenep, Menteng: from the linear park itself, Taman Lawang, ornamental fish market, Latuharhari Busway Stop, Tosari Busway Stop in Jalan Jenderal Sudirman, to Sudirman-Dukuh Atas train station. This area becomes an underused space and limits the potential for interactions and activities. In addition, amid the existence of this luxury area, it still has social disparities between the upper class and the lower classes, even marginalized groups, thus hindering inclusiveness and interaction within the community. Reactivating Sumenep Urban Park, Menteng, Central Jakarta: Integration, Infiltration, and Interaction project aims to revive the underused space in Menteng and become an active area for residents, communities, and visitors. Keywords:  Integration; Menteng Community; Reactivation; Social Gap; Urban Acupuncture Abstrak Urban acupuncture merupakan pendekatan arsitektur yang bertujuan untuk melancarkan arus hubungan ekosistem ruang kota dengan penghuninya. Pendekatan ini dapat menjadi pemicu bagi masyarakat untuk menghargai ruang di sekitar mereka. Seiring waktu berjalan, generasi terus berganti dan mengakibatkan perubahan karakter kawasan. Perkembangan kota yang sangat cepat pun menyebabkan budaya kebersamaan serta toleransi terus terkikis. Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, tidak luput dari fenomena ini. Menteng yang dulunya telah direncanakan sebagai kota taman tentu saja berkembang menjadi salah satu kawasan mewah di Jakarta. Meskipun demikian, tetap ditemui koneksi yang terputus di dalamnya, yakni jalur hijau berupa taman linear di Jalan Sumenep, Kelurahan Menteng: dari taman linear itu sendiri, Taman Lawang, pasar ikan hias, Halte Busway Latuharhari, Halte Busway Tosari Jalan Jenderal Sudirman, hingga Stasiun Sudirman-Dukuh Atas. Kawasan ini menjadi suatu underused space yang seolah terpecah dan membatasi potensi interaksi serta aktivitas yang dapat terjadi. Selain itu, di tengah keberadaan kawasan mewah ini masih ditemui kesenjangan sosial antara masyarakat kelas atas dengan kelas bawah, bahkan kelas-kelas tersisihkan, sehingga menghalangi inklusivitas dan interaksi dalam kawasan. Proyek Reaktivasi Taman Kota Sumenep, Menteng, Jakarta Pusat: Integrasi, Infiltrasi, dan Interaksi ini bertujuan untuk menghidupkan kembali underused space di Menteng dan menjadi sebuah wadah aktif bagi warga setempat, komunitas, serta pengunjung yang hadir di dalamnya.