Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Agrokompleks

Metode Infrared Thermography (IRT) untuk deteksi cepat lubang aktif tikus sawah Asmar Hasan; Muhammad Taufik; Andi Khaeruni; Rahayu Mallarangeng; Syair Syair; La Ode Santiaji Bande; Gusnawaty HS; Muhammad Botek
Agrokompleks Vol 23 No 2 (2023): Agrokompleks Edisi Juli
Publisher : Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51978/japp.v23i2.559

Abstract

Tikus sawah (Rattus-rattus argentiventer) dapat menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman padi sawah. Pengendalian dengan fumigasi (pengasapan) berbahan aktif sulfur dapat membunuh tikus dalam lubang pematang. Fumigasi akan efektif bila lubang aktif tikus diketahui, namun mengenali lubang aktif tikus tidaklah mudah. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi potensi metode Infrared Thermography (IRT) dalam mendeteksi lubang aktif tikus sawah melalui visualisasi citra termal. Beberapa lubang tikus yang ditemukan di areal persawahan milik petani di Desa Lebo Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara direkam citra termalnya menggunakan FLIR C2 Compact Thermal Imager. Selanjutnya, citra termal dan RGB (red green blue) diolah menggunakan aplikasi FLIR Tools versi 6.4.18039.1003 (FLIR® Systems, USA) dan dilanjutkan dengan analisis suhu rata-rata lubang tikus menggunakan Microsoft Excel. Hasil pengolahan citra termal menunjukkan bahwa area tanah galian lubang tikus yaitu area sisi dalam lubang berwarna lebih gelap yang menandakan bahwa suhu tanah di area tersebut lebih rendah sampai berkisar pada suhu 28 °C, sebaliknya area sisi luar lubang berwarna lebih terang yang menandakan bahwa suhu tanah yang lebih tinggi sampai berkisar pada suhu 32 °C. Metode IRT ini sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai metode deteksi cepat lubang aktif tikus sawah. Implementasinya bersama teknologi drone (UAV) akan mengefisienkan waktu petani saat menandai lubang aktif tikus sawah pada areal persawahan yang luas. Selain itu, pengendalian tikus dengan teknik fumigasi juga akan menjadi lebih efektif dan ekonomis.
Virus Gemini Laporan pertama infeksi virus gemini pada tanaman tomat di Sulawesi Tenggara Muhammad Taufik; Gusnawaty HS; Asmar Hasan; La Ode Santiaji Bande; Siti Anima Hisein; Hasdiana Hasdiana; Nur Isnaini Ulfa; Sedyo Hartono
Agrokompleks Vol 24 No 1 (2024): Agrokompleks Edisi Januari
Publisher : Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51978/japp.v24i1.730

Abstract

Begomovirus termasuk genus dari famili Geminiviridae juga dikenal dengan nama Geminivirus. Geminivirus adalah penyebab penyakit pada beberapa komoditas sayuran termasuk tomat. Infeksi Geminivirus dapat menyebabkan kerugian berkisar 85% bahkan gagal panen, khususnya infeksi terjadi pada tanaman muda. Penularan Geminivirus di pertanaman dimediasi oleh serangga vektor kutukebul Bemisia tabaci (Hemiptera:Aleyrodidae). Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi infeksi Geminivirus dan serangga vektor pada pertanaman tomat. Lokasi pengamatan di Desa Wolasi dan Lamomea, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan. Sampel daun tomat yang bergejala Geminivirus dimasukkan ke dalam kantong plastik sampel ziplock yang telah diisi CaCl2, kemudian dimasukkan di dalam kotak pendingin. Sampel tomat yang bergejala Geminivirus dideteksi dengan teknik polymerase chain reaction (PCR) di Laboratorium Virologi, Faperta Universitas Gadjah Mada. Primer yang digunakan adalah primer universal Geminivirus pAV494 dan pAC1048. Gejala Geminivirus yang ditemukan pada tanaman tomat adalah mosaik ringan atau menguning, daun mengecil, malformasi daun, daun agak menggulung ke atas, dan tulang daun mengalami penebalan. Serangga vektor kutukebul (Bemisia tabaci) dan kelompok telur hampir selalu ditemukan di pertanaman tomat. Teknik PCR berhasil mengamplifikasi DNA Geminivirus yang berukuran 500bp. Kejadian penyakit Geminivirus pada tanaman tomat di Desa Wolasi dan Lamomea adalah 40% dan 34%, secara berturut turut. Penelitian ini telah mengonfirmasi keberadaan infeksi Geminivirus yang pertama kali pada pertanaman tomat di Sulawesi Tenggara.