Claim Missing Document
Check
Articles

Found 33 Documents
Search

Ecological Vulnerability of Coral Reef Ecosystem in Wakatobi National Park During Indian Ocean Dipole Event Hawis H. Madduppa; Alan F. Koropitan; Ario Damar; Beginer Subhan; Muhammad Taufik; La Ode Alam Minsaris; AM Azbas Taurusman; Agus Ramli; Arif Budi Purwanto
HAYATI Journal of Biosciences Vol. 27 No. 1 (2020): January 2020
Publisher : Bogor Agricultural University, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (700.326 KB) | DOI: 10.4308/hjb.27.1.57

Abstract

This research examines coral reefs vulnerability which threatening its existences and functions by climate change. The ecological vulnerability in Wakatobi (Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, and Binongko) was assessed during Indian Ocean Dipole (IOD) event in 2016. Climate exposure was determined using sea surface temperature, chlorophyll-a concentration, and wind speed magnitude; sensitivity was determined using coral susceptibility, fish susceptibility, and macroalgae primary productivity rate; then adaptive capacity was developed by hard coral cover, coral size distribution, coral richness, fish biomass, herbivore diversity, and herbivore grazing relative to algal production. The values of Exposure, Sensitivity, and Adaptive capacity in Wakatobi were 0.93±0.02, 0.42±0.18, and 0.44±0.10, respectively. Site specific vulnerability scores ranged from 0.52 to 1.60 (mean 0.92±0.26). Binongko was the least vulnerable than other islands. Tomia was observed as the least adaptive capacity and Wangi-wangi was the most bleaching incidents. These results could help coral reefs monitoring priority during the event and then when the event is gone by focusing on the marked islands and sites. Sites that were observed as more vulnerable is urgently need a management strategy to overcome the vulnerability status in the future, such as increasing site adaptability.
Pemulihan Stok dan Restorasi Habitat Teripang: Status Ekosistem Lamun di Lokasi Restocking Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan Seribu, Jakarta Am Azbas Taurusman; . Isdahartati; . Isheliadesti; . Ristiani
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 18 No. 1 (2013): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (322.848 KB)

Abstract

Global fish stock has been significantly declined over the past 3 decades, especially in coastal waters. Over-exploitation of fish resources and habitat destruction has been considered playing important role in declining the fish stock. This study was conducted to restore sea cucumbers stock in Pulau Seribu. A base line study was needed to evaluate the status of seagrass ecosystems in restocking locations. The results showed there were 8 seagrass species identified in both study sites, covering 0-65% area, consisted of 20.45 ± 11.28% in Pulau Pramuka and 6.00 ± 6.56% in Pulau Kelapa Dua, respectively. Seagrass ecosystem in Pulau Pramuka indicated better condition than that in Pulau Kelapa Dua and statistically was significantly different (global R = 0.193; p < 0.001). However, to support the restocking efforts of sea cucumbers, the seagrass habitat in both locations need to be restored.
Pemeliharaan Ikan Sidat dengan Sistem Air Bersirkulasi Ridwan Affandi; Tatag Budiardi; Ronny Irawan Wahju; Am Azbas Taurusman
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 18 No. 1 (2013): Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.159 KB)

Abstract

Today, eel resource especially seeds in Indonesia has not been used for eel culture activities. To be able to optimally utilize the seeds that led to the production of eels for consumption needs adequate cultivation technology. This study aimed to obtain performance information of survival rate, growth rate, and feed conversion ratio to support mass production of eel consumption. The experiments were performed using aquarium of (0.8 x 0.4 x 0.4) m3 and concrete tank (1.7 x 1.7 x 1) m3with circulating water. Eel used were elver (1.2-1.5 g) and fingerlings (15-17 g). Silk worms (Tubifex) and artificial feed in the pasta form were used as feed. The results showed that the elver reared in aquarium or concrete tank with water recirculation system showed high survival rate of 78-79% and 86-96%, respectively. The specific growth rate (SGR) was good (0.6-0.8%), but the feed conversion was still high (33-21) for the elver fed with silk worms and very good (0.6-0.7) for elver fed with artificial feed. The juvenile eel reared in a concrete tank showed SR up to 85-94%, the SGR ranged from 0.8 to 1.2%, and feed conversion from 0.61 to 0.69. It can be concluded that the rearing of seed eel can be done incontainer using water recirculation system with stocking density of 3 individuals/land 1.5 kg/m3in preparing the seed to be ready tobe cultivated outdoors.
PENGUJIAN INDIKATOR EKOLOGIS PERIKANAN BERKELANJUTAN: STRUKTUR KOMUNITAS HASIL TANGKAPAN IKAN DI KABUPATEN KOTABARU, KALIMANTAN SELATAN Am Azbas Taurusman
Buletin PSP Vol. 19 No. 1 (2011): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (358.071 KB)

Abstract

To achieve sustainable fisheries management needs appropriate and validated indicators. The purpose of this study is to evaluate the ecological indicator of sustainable fisheries base on fishery statistic data. The analyses of diversity, similarity, and clusters were conducted on landing data of fisheries statistic for ten years of 1995-2005 in Kotabaru District. Result of this study indicated the variations of diversity parameters of catch in this area. Characteristic taxa of the catch in Kotabaru were family Penaeidae (shrimp), Scombridae (mackerel), Clupeidae, and Carangidae. The group of demersal fish was mostly exploited during the year 1995-2005 comparing other species. Finally, this study confirms such ecological indicator of sustainable fisheries could be developed base on landing statistic data, however a multi-indicator should be used in order to asses the state and trend of fisheries comprehensively in certain location.
PENDEKATAN TERPADU PENGAYAAN STOK DAN SEA RANCHING UNTUK MENJAMIN KEBERLANJUTAN SUMBER DAYA PERIKANAN TANGKAP Am Azbas Taurusman
Buletin PSP Vol. 20 No. 4 (2012): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Stok ikan tangkapan global mengalami penurunan sejak era 1990-an. Fenomena yang sama juga telah terjadi di beberapa kawasan penangkapan di Indonesia. Integrasi upaya pengayaan stok (stock enhancement) dan sea ranching dalam kerangka pengelolaan perikananyang bertanggung jawab merupakan alternatif solusi yang perlu segera diimplementasikan.  Analisis dilakukan terhadap berbagai hasil studi yang tersedia untuk memahami konsep dan permasalahan pengayaan stok ikan. Hasilnya, suatu pendekatan yang terintegrasi dan sistematis dalam melakukan program pengayaan stok disintesis dan diusulkan dalam kontribusi ini. Selanjutnya, karakteristik bioekologi yang dimiliki sumberdaya ikan kelompok invertebrata laut, potensial digunakan sebagai biota target dalam menginisiasi dan mengembangkan program stock enhancement dan sea ranching. Namun serangkaian penelitian perlu dilakukan untuk efektifitas program ini.  Kata kunci: pengayaan stok, sea ranching, avertebrata laut, overfishing
SISTEM BAGI HASIL PADA USAHA PENANGKAPAN MADIDIHANG SKALA KECIL DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT Ruslan HS Tawari; Domu Simbolon; Ari Purbayanto; Am Azbas Taurusman
Buletin PSP Vol. 21 No. 2 (2013): Buletin PSP
Publisher : Institut Pertanian Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (485.441 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengevaluasi sistem bagi hasil yang berlaku di Kabupaten Seram Bagian Barat berdasarkan aspek proporsional, berkeadilan, berkeuntungan, dan berkelanjutan; 2) mensimulasikan alternatif pola bagi hasil dengan mempertimbangkan kebutuhan minimum nelayan dan pemilik; serta 3) menentukan pola bagi hasil yang ideal bagi kedua belah pihak. Metode analisis yang digunakan adalah analisis profit, analisis upah minimum provinsi (UMP), analisis break event point (BEP), serta simulasi. Hasil penelitian menunjukan bahwa: 1) pola bagi hasil yang berlaku di lokasi studi belum memenuhi aspek bagi hasil yang proporsional, berkeadilan, berkeuntungan dan berkelanjutan 2) pendapatan nelayan berdasarkan pola bagi hasil yang berlaku masih berada di bawah UMP ideal, 3 )sistem bagi hasil yang ideal adalah dengan pola 52:48, dimana pemilik mendapatkan bagian 52 persen dan nelayan memperoleh 48 persen dari hasil tangkapan bersih.
DAMPAK PENANGKAPAN TERHADAP STRUKTUR DAN TINGKAT TROFIK HASIL TANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA Erna Almohdar; Mulyono S. Baskoro; Roza Yusfiandayani; Am Azbas Taurusman
Jurnal Teknologi Perikanan dan Kelautan Vol 4 No 2 (2013): NOVEMBER 2013
Publisher : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (468.595 KB) | DOI: 10.24319/jtpk.4.131-138

Abstract

Penangkapan ikan memberikan dampak langsung dan tidak langsung terhadap ekosistem perairan. Penangkapan ikan yang dilakukan nelayan di perairan Maluku Tenggara terhadap ikan cukup intensif. Nelayan umumnya menangkap ikan menggunakan jaring insang (gillnet), bagan dan pancing. Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak penangkapan terhadap ekosistem, yakni struktur komunitas dan tingkat trofik hasil tangkapan berdasarkan alat tangkap. Pengambilan sampel ikan dilakukan dengan metode experimental fishing, yaitu berupa operasi penangkapan ikan menggunakan alat tangkap jaring insang (gillnet), bagan dan pancing di lokasi studi. Analisis data meliputi parameter kebiasaan makan hubungan panjang berat ikan, dan tingkat trofik hasil tangkapan. Hasil penelitian menunjukan tingkat trofik ikan pada alat tangkap bagan dan jaring berkisar 2,9 – 3,7 dan berada pada pengelompokan tingkat trofik (TL3) yakni didominasi oleh jenis omnivora yang cenderung pemakan hewan (zooplankton). Alat tangkap pancing berkisar 4,0 – 4,5 berada pada TL5 dan didominasi oleh jenis karnivora yang cenderung pemakan ikan dan cephalopoda. Ukuran rata-rata panjang total jenis ikan hasil tangkapan yang dominan menurut alat tangkap adalah ikan layang (18,2±12,5 cm), ikan lemuru (19,8±13,3 cm), ikan selar (21,9±14,2 cm), ikan lencam (20,1±13,3cm) dan ikan biji nangka (21,9±14,2 cm). Berat rata-rata hasil tangkapan utama adalah ikan layang (90 ±35gr), ikan lemuru (81 ± 28 gr), ikan selar (89 ± 40 gr), ikan lencam (92±28 gr) dan ikan biji nangka (90±30 gr). Hasil tangkapan oleh bagan, jaring insang dan pancing mengindikasikan bahwa terjadi eksploitasi yang tidak seimbang pada rantai makanan. Kelompok TL 3 dan 5 lebih dominan dieksploitasi. Hal ini secara teoritis berpotensi merusak keseimbangan ekologis sumberdaya ikan di habitat tersebut. Alat tangkap bagan dan jaring mempunyai dampak lebih besar terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan dibandingkan dengan alat tangkap pancing (TL5), karena kedua alat tangkap tersebut cenderung lebih eksploitatif pada ukuran ikan yang belum layak tangkap.
STRATEGI DAN REKOMENDASI PENGELOLAAN PERIKANAN KARANG BERDASARKAN STATUS KELEMBAGAAN (Strategies and Reef Fisheries Management Recommendations Based on Institutional Status) Irfan Yulianto; Budy Wiryawan; Am Azbas Taurusman
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 2 No. 2 (2011): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (315.614 KB) | DOI: 10.29244/jmf.2.2.121-127

Abstract

Dengan adanya Undang-undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten atau pemerintah kota memiliki peranan penting dalam pengelolaan perikanan karang. Disisi lain kapasitas sebagian pemerintah kabupaten dan kota dalam pengelolaan perikanan masih relatif lemah. Sehingga banyak pemerintah kabupaten dan kota tidak melakukan kegiatan pengelolaan perikanan karang. Kota Sabang, merupakan kota terletak di ujung barat laut Pulau Sumatera, termasuk wilayah Provinsi Aceh. Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Kota Sabang, bidang perikanan merupakan salah satu bidang prioritas dalam rencana tersebut. Salah satu masalah utamanya adalah kapasitas pemerintah Kota Sabang masih terbatas dalam melakukan pengelolaan perikanan khususnya perikanan karang sehingga memiliki kelemahan dalam menyusun strategi pengelolaan perikanan. Tujuan penelitian ini adalah: adanya kajian status kelembagaan pemerintah kota sabang dalam melakukan pengelolaan perikanan karang; dan adanya strategi dan rekomendasi pengelolaan perikanan karang berdasarkan status kelembagaan. Metode yang dipakai dalam studi ini adalah Institutional Development Framework (IDF) yang dikembangkan oleh Renzi (1996) dan Manulang (1999). Hasil penelitian menunjukkan secara kelembangaan, Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA), dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan, Kebersihan dan Pertamanan (BAPEDALKEP) berada dalam tahap pemantapan dalam melakukan pengelolaan perikanan karang.Kata kunci: kapasitas pemerintah, pengelolaan perikanan, perikanan karang
DINAMIKA PERIKANAN KERAPU DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (Grouper Fishery Dynamics in Karimunjawa National Park) Irfan Yulianto; Budy Wiryawan; Am Azbas Taurusman; Prihatin I. Wahyuningrum; Vita R. Kurniawati
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 4 No. 2 (2013): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (513.465 KB) | DOI: 10.29244/jmf.4.2.175-181

Abstract

ABSTRACTKarimunjawa National Park is one of the national parks that have the objective to maintain fish populations in the Java Sea, where one of them is grouper. Grouper is one of the target fish in the national park. The objective of this study is to assess the conditions and dynamics of the grouper fishery in Karimunjawa National Park. Fish landing surveys were conducted to collect the data. Fishing gear types, grouper species, and weight of each species were collected. Calculation of Catch per Unit Effort (CPUE) per month and two-way ANOVA statistical tests were used for data analysis. Results of this study indicated that catches of grouper using speargun was significantly higher than the catch using handline. There was a seasonal cycle of the grouper catch, where the value of the highest CPUE occurred in transitional season between the west and east monsoon season, from March to May.Key words: CPUE, grouper fishery, Karimunjawa National Park-------ABSTRAKTaman Nasional Karimunjawa merupakan salah satu taman nasional yang salah satu tujuannya untuk mempertahankan populasi ikan di Laut Jawa, dimana salah satunya adalah perikanan kerapu. Ikan kerapu merupakan salah satu target penangkapan di perairan Taman Nasional Karimunjawa. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kondisi dan dinamika perikanan kerapu di Taman Nasional Karimunjawa. Survei pendaratan ikan dilakukan untuk pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan kerapu, jenis hasil tangkapan, dan berat masing-masing jenis hasil tangkapan setiap trip. Perhitungan nilai Catch per Unit Effort (CPUE) setiap bulan dan uji statistik two ways ANOVA digunakan untuk analisis data. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan kerapu dengan menggunakan speargun lebih tinggi dan berbeda nyata secara statistik dibandingkan hasil tangkapan dengan menggunakan pancing. Terdapat siklus musiman hasil tangkapan, dimana nilai CPUE tertinggi terjadi pada musim peralihan antara musim barat dan musim timur yakni dari bulan Maret hingga Mei.Kata kunci: CPUE, perikanan kerapu, Taman Nasional Karimunjawa
ANALISIS OPTIMASI ARMADA PENANGKAPAN MADIDIHANG SKALA KECIL DI KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT (Fishing Fleet Optimization Analysis of Small Scale Yellowfin Tuna in West Seram Regency) Ruslan H.S. Tawari; Domu Simbolon; Ari Purbayanto; Am Azbas Taurusman
Marine Fisheries : Journal of Marine Fisheries Technology and Management Vol. 5 No. 2 (2014): Marine Fisheries: Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Laut
Publisher : Bogor Agricultural University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (347.406 KB) | DOI: 10.29244/jmf.5.2.129-137

Abstract

ABSTRACTOptimum allocation of catching fleet must be determined optimally so that the level of utilization of fish resources is not excessive and prevent horizontal conflicts among fishermen in getting the same fishing area in the future. This study aims to determine the optimum allocation of catching yellowfin small-scale units in the district of West Seram. Research using the linear goal programming (LGP). To optimize the number of fishing unit, this study suggested that increasing number of the 40 HP fishing boat size from 25 to 38 units, while for the boat of 18 and 15 HP sizes should be maintained on the actual number of 55 and 45 units, respectively. The allocation does not reduce unit allocation of certain existing arrest, thus avoiding conflict and socially friendly.Keywords: allocation, optimum, fishing fleet, small-scale-------ABSTRAKAlokasi optimum armada penangkapan harus ditentukan secara optimal agar tingkat pemanfaatan potensi sumber daya ikan tidak berlebihan dan mencegah timbulnya konflik horizontal antar nelayan dalam memperebutkan daerah penangkapan yang sama di kemudian hari. Penelitian ini bertujuan menentukan alokasi optimum unit penangkapan madidihang skala kecil di Kabupaten Seram Bagian Barat. Penelitian menggunakan metode Linier Goal Programming (LGP). Optimasi unit penangkapan madidihang, menunjukkan terjadi peningkatan pada alokasi unit penangkapan armada 40 PK dari 25 unit menjadi 38 unit, sedangkan armada 18 PK dan armada 15 PK dipertahankan sesuai kondisi aktualnya masing-masing 55 unit dan 45 unit. Pengaturan alokasi ini tidak mengurangi alokasi unit penangkapan tertentu yang sudah ada, sehingga menghindari konflik dan ramah secara sosial.Kata kunci: alokasi, optimum, armada penangkapan, skala kecil