Claim Missing Document
Check
Articles

Found 23 Documents
Search

Pengunaan Kartun Editorial oleh Poliklitik.com sebagai Bentuk Praktik Jurnalisme Alternatif Muhammad Afandi; Aceng Abdullah
Jurnal Kajian Jurnalisme Vol 1, No 2 (2018): Kajian Jurnalisme
Publisher : School of Journalism, Faculty of Communication Sciences, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1018.653 KB) | DOI: 10.24198/jkj.v1i2.21338

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang pendirian Poliklitik.com, mengetahui manajemen strategi media yang dibangun Poliklitik.com dan mengetahui kualitas jurnalistik yang dihasilkan oleh Poliklitik.com. Analisis strategi ini ditinjau dari aspek internal dan eksternal Poliklitik.com dengan menggunakan kerangka strategi manajemen media Sylvia M. Chan – Olmsted. Untuk menguraikannya, peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus intrinsik. Hasil penelitian ini menunjukan penggunaan kartun editorial sebagai konten utamadigunakan  oleh Poliklitik.com sebagai bentuk praktik jurnalisme alternatif di tengah dominasi media arus utama. Strategi tersebut diformulasikan berdasarkan aspek eksternal, yakni perkembangan teknologi dan informasi, serta aspek internal yang meliputi sumber daya utama selaku kekuatan utama Poliklitik.com. Simpulan penelitian adalah Poliklitik.com lahir sebagai sebuah media alternatif dengan menggunakan konten kartun editorial agar dapat memberi pengaruh kepada anak muda. Sementara untuk kualitas jurnalistik yang dihasilkan oleh Poliklitik.com sudah memperhatikan kaidah-kaidah jurnalistik namun belum cukup kredibel karena menggunakan teknik agregasi dan kurasi.
Wacana Keislaman dalam Antropologi Kuliner Indonesia Ilman Alanton Sudarwan; Aceng Abdullah; Nunik Maharani
Jurnal Kajian Jurnalisme Vol 3, No 1 (2019): Kajian Jurnalisme
Publisher : School of Journalism, Faculty of Communication Sciences, Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (225.642 KB) | DOI: 10.24198/jkj.v3i1.22445

Abstract

Makanan merupakan bagian dari kebudayaan yang erat kaitannya dengan identitas, sehinggakisah mengenai makanan khas Indonesia di media massa mencerminkan kebudayaan dan karakter bangsa Indonesia. Di sisi lain, Islam tidak hanya menjadi agama mayoritas di Indonesia, tapi juga menjadi sistem nilai dan kebudayaan yang hegemonik. Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi wacana keislaman dalam teks berita kuliner MBM Tempo Edisi Khusus Antropologi Kuliner Indonesia, 1-7 Desember 2014. Meski objek yang diteliti telah agak lama, penelitian ini tetap relevan hingga saat ini, karena isu mengenai kehalalan dan jurnalisme wisata saat ini telah semakin berkembang. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Analisis Wacana Kritis (AWK) model Norman Fariclough untuk mengkaji wacana pada dimensi teks, praktik wacana, dan praktik sosial. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wacana keislaman mendominasi ketiga level dimensi wacana. Pada level teks, penggunaan bahasa dalam teks berita mereproduksi wacana kuliner yang berorientasi konsumen Muslim serta wacana-wacana sejarah yang berkaitan dengan sejarah kekuasaan Islam di Indonesia. Pada level praktik, wacana keislaman bekerja sama dengan wacana konsumerisme dan promosi dalam membentuk hegemoni dalam praktik jurnalisme wisata MBM Tempo. Sedangkan pada level praktik sosial, kecenderungan komodifikasi wacana dalam persaingan media membuat wacana keislaman terlibat dalam perjuangan hegemonik dalam kerangka pasar di Indonesia yang lebih luas.
KONVERGENSI DALAM PROGRAM NET CITIZEN JOURNALISM Rhafidilla Vebrynda; Eni Maryani; Aceng Abdullah
Jurnal Kajian Komunikasi Vol 5, No 1 (2017): June 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (949.665 KB) | DOI: 10.24198/jkk.v5i1.7432

Abstract

Di dalam artikel ini, peneliti ingin melihat perkembangan teknologi di Indonesia sebagai sebuah peluang untuk menjalankan sebuah program berita berbasis video kiriman masyarakat. Perkembangan teknologi tersebut adalah teknologi penyiaran, teknologi sosial media dan teknologi dalam proses produksi sebuah video. Di Indonesia, jumlah televisi semakin banyak. Setiap stasiun televisi harus bersaing untuk dapat bertahan hidup. Net TV merupakan sebuah stasiun televisi baru di Indonesia yang harus memiliki berbagai program unggulan baru agar dapat bersaing dengan televisi lainnya yang sudah ada. Net TV menggunakan berbagai platform media untuk menjalankan program Net Citizen Journalism (Net CJ). Penggunaan berbagai platform media dikenal dengan istilah multiplatform dan secara teoritis dikenal dengan istilah konvergensi. Konvergensi yaitu saat meleburnya domain-domain dalam berbagai media komunikasi. Artikel ini menggunakan metode studi kasus untuk melihat bagaimana konvergensi terjadi dalam proses pengelolaan program Net CJ. Teknik pengumpulan data adalah dengan wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Wawancara mendalam dilakukan dari tiga sudut pandang yaitu dari pengelola program, pengguna/audience dan pengamat media. Penelitian ini menemukan bahwa dengan menggunakan berbagai platform media yang fungsinya berbeda, memiliki satu tujuan yang sama yaitu untuk menjalankan program Net CJ. Adapun berbagai platform dalam proses produksi program yaitu tayangan TV konvensional, streaming TV, website, aplikasi Net CJ, facebook, twitter, instagram dan path. Konvergensi media dijalankan dalam dua proses, yaitu proses produksi dan proses promosi program berita.
MEDIA TELEVISI DI ERA INTERNET Aceng Abdullah; Lilis Puspitasari
ProTVF Vol 2, No 1 (2018): March 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (199.872 KB) | DOI: 10.24198/ptvf.v2i1.19880

Abstract

Televisi sebagai media massa yang hampir satu abad menjadi media massa paling disukai saat ini mulai terganggu (disrupted) oleh kehadiran media baru, yakni media sosial. Media baru ini semakin berkembang di Tanah Air yang menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara pengguna internet tertinggi di dunia. Hampir setengah dari penduduk Indonesia saat ini menjadi pengguna internet, mereka mengakses internet umumnya dari telepon pintar atau smartphone. Khalayak media massa Indonesia pun (khususnya generasi muda) sekarang sudah beralih dalam penggunaan media, bukan hanya media cetak yang semakin tidak laku, tetapi juga mempengaruhi media televisi. Pola menonton TV pun telah berubah. Penonton tidak sepenuhnya terpaku oleh jam siaran dan waktu siaran. Di era internet orang bisa menonton TV kapan saja dan dimana saja. Selain itu, menonton acara TV pun tidak harus selalu dari pesawat televisi, tetapi banyak penonton, khususnya generasi milenial yang menonton melalui gadget, smartphone atau laptop. Siaran Televisi pun saat ini diatur dan diawasi dengan sangat ketat oleh pemerintah melalui Komisi Penyiaran Indonesia, tetapi media sosial terlihat masih sangat bebas karena belum adanya peraturan yang spesifik. Penonton bisa menonton apa saja termasuk tontonan yang sangat dilarang untuk disiarkan di televisi, melalui media sosial sebuah tontonan terlarang dengan sangat mudah dan bebas dapat ditonton oleh siapa saja.
SIARAN TELEVISI PAGI HARI (BREAKFAST TELEVISION) DI TELEVISI INDONESIA Aceng Abdullah; Evi Rosfiantika; Rangga Saptya Mohamad Permana
ProTVF Vol 1, No 2 (2017): September 2017
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (145.594 KB) | DOI: 10.24198/ptvf.v1i2.19875

Abstract

Perkembangan televisi siaran di Indonesia cukup pesat. Media massa yang satu ini di Indonesia jauh lebih disukai dibanding media massa cetak atau pun media radio. Para pengusaha media massa ini melihat kue iklan di Indonesia yang pada tahun 2016 saja mencapai angka sekitar Rp 150 trilyun. Dari jumlah itu sekitar 80% diraup oleh stasiun televisi besar di Jakarta yang jumlahnya hanya beberapa buah. Siaran televisi yang melayani para pemirsanya di pagi hari acaranya disebut sebagai Breakfast Television, yakni acara televisi yang dikhususkan bagi mereka yang akan mempersiapkan diri untuk berangkat kerja, sekolah, kuliah, atau aktivitas lainnya. Tujuan studi atau pengkajian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana ragam siaran televisi pagi hari di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif-kualitatif. Hasil menunjukkan bahwa hampir setiap stasiun TV menayangkan acara Film kecuali MetroTV, tvOne dan Kompas TV. Ternyata hampir semua program TV yang biasa ditayangkan pada jam di luar pagi ditayangkan di pagi hari.
Pemberitaan film A Man Called Ahok dan film 212 di media online Safira Pratiwi Maulany; Aceng Abdullah
ProTVF Vol 3, No 2 (2019): September 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (476.526 KB) | DOI: 10.24198/ptvf.v3i2.22940

Abstract

Film A Man Called Ahok dan film 212: The Power of Love terinspirasi dari fenomena besar di masyarakat dan saling berhubungan di kehidupan nyata serta menarik perhatian media massa untuk memuat pemberitaannya, termasuk media online Republika dan CNN Indonesia yang diketahui memiliki perbedaan perspektif. Pemberitaan media dapat mempengaruhi eksistensi sebuah film, tetapi perbedaan perpektif media menyebabkan perbedaan sudut pandang dalam berita yang ditampilkan. Maka dari itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana perbedaan dua media dalam membingkai pemberitaan mengenai film A Man Called Ahok dan film 212: The Power Of Love dengan menggunakan gunakan metode framing dari Robert N. Entman yang melihat framing dalam dua dimensi yakni seleksi isu dan penonjolan aspek tertentu, dan unsur analisis media yang terdiri dari pendefinisian masalah; memperkirakan penyebab masalah; nilai moral yang ditampilkan; dan penyelesaian masalah yang dimunculkan dalam pemberitaan oleh masing-masing media. Hasil penelitian menunjukan bahwa Republika mendefinisikan film 212: The Power of Love sebagai film Islam yang sangat bagus dan patut ditonton karena mencerminkan nilai kemanusiaan dan nilai Islam sesungguhnya yang cinta damai, dan dalam memberitakan film 212: The Power of Love Republika cenderung mengarah pada promosi. CNN Indonesia membingkai kegagalan film 212: The Power of Love untuk mencapai 1 juta penonton dan kedua media sama-sama mendefinisikan film A Man Called Ahok sebagai film biografi yang apik baik dari segi cerita maupun teknis film, mengaitkan film dengan isu politik juga dibingkai oleh CNN Indonesia sebagai cerminan polarisasi bangsa.
Budaya Menonton Televisi di Indonesia: Dari Terrestrial Hingga Digital Rangga Saptya Mohamad Permana; Aceng Abdullah; Jimi Narotama Mahameruaji
ProTVF Vol 3, No 1 (2019): March 2019
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (797.63 KB) | DOI: 10.24198/ptvf.v3i1.21220

Abstract

Sejak TVRI mulai mengudara pada tahun 1962, televisi menjadi salah satu media hiburan dan informasi yang tidak dapat dilepaskan dari keseharian orang Indonesia. Kegiatan menonton televisi tersebut menciptakan budaya menonton televisi di kalangan audiens televisi Indonesia. Budaya menonton televisi di era televisi terrestrial dan era televisi digital memiliki perbedaan yang signifikan dan menarik untuk digali lebih lanjut. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui budaya menonton televisi di Indonesia, dari mulai menggunakan media televisi terrestrial hingga media televisi digital. Metode penelitian deskriptif-kualitatif digunakan dalam kajian ini dengan metode pengumpulan data menggunakan metode telaah dokumen. Hasil kajian menunjukkan bahwa budaya menonton televisi terrestrial yang bersifat analog dan mengandalkan antena di Indonesia adalah kegiatan yang bersifat komunal dan kolektif, sekaligus menjadi ajang bertukar cerita keseharian para audiens. Sedangkan budaya menonton televisi digital yang mengandalkan jaringan Internet di Indonesia merupakan kegiatan yang personal dan individual, di mana audiens dapat memilih tontonan sesuai minat dan budget mereka. Penggunaan smartphone membuat kegiatan menonton televisi dapat dilakukan kapan pun dan di manapun, dengan syarat tersedia jaringan internet yang memadai.
Pembingkaian media mengenai “Sudut Dilan” yang terinspirasi Film Dilan 1990 dan 1991 Aceng Abdullah; Rangga Saptya Mohamad Permana
ProTVF Vol 4, No 1 (2020): March 2020
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ptvf.v4i1.24184

Abstract

Dilan 1990 dan Dilan 1991 merupakan film Indonesia yang terbilang sukses dari segi juumlah penonton. Kesuksesan kedua film tersebut memicu sebuah pemberitaan tentang rencana pembangunan “Sudut Dilan” di Bandung oleh Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang disorot tajam oleh banyak media dan masyarakat Bandung bahkan secara nasional. Dua media yang kerap memproduksi pemberitaan tersebut adalah HU Pikiran Rakyat dan Tribun Jabar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui framing pemberitaan menganai pembangunan “Sudut Dilan” pada HU Pikiran Rakyat dan Tribun Jabar. Data-data dianalisis menggunakan teknik analisis framing Robert M. Entman, framing dibagi menjadi dua dimensi, yakni dimensi seleksi isu dan dimensi penonjolan aspek-aspek tertentu dari pemberitaan “Sudut Dilan” dalam HU Pikiran Rakyat dan Tribun Jabar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pikiran Rakyat mendefinisikan masalah ini sebagai sebuah “agenda seorang politikus lima tahun ke depan”, sedangkan Tribun Jabar mendefinisikan masalah pembangunan “Sudut Dilan” ini sebagai masalah Pariwisata; (2) Penyebab dari polemik yang muncul, menurut Pikiran Rakyat disebabkan oleh tidak adanya kejelasan urgensi yang logis mengapa taman atau sudut di Lapangan Saparua itu harus dibangun dan dinamai Sudut Dilan, dan hal yang sama ditulis oleh Tribun Jabar; dan (3) Untuk penyelesaian masalah, karena warga Jawa Barat pada umumnya menolak nama Dilan, maka baik itu menurut Pikiran Rakyat maupun Tribun Jabar, gagasan Gubernur Jawa Barat yang akan membangun Taman atau Sudut Dilan itu sebaiknya dibatalkan, atau mengganti namanya dengan nama-nama tokoh Jawa Barat.
Iklan mi instan di televisi pada saat pandemi Covid-19 Aceng Abdullah; Rangga Saptya Mohamad Permana
ProTVF Vol 5, No 1 (2021): March 2021
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ptvf.v5i1.31326

Abstract

Covid-19 memasuki Indonesia sejak trimester pertama 2020 dan pemerintah menganjurkan masyarakat “di rumah saja” untuk meminimalisir penyebarannya. Salah satu kegiatan yang banyak dilakukan masyarakat ketika “di rumah saja” adalah menonton televisi. Salah satu produk yang sering diiklankan melalui televisi adalah mi instan. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Untuk mengetahui makna denotasi iklan mi instan di televisi pada saat pandemi Covid-19; (2) Untuk mengetahui makna konotasi iklan mi instan pada saat pandemi Covid-19; dan (3) Untuk mengetahui mitos pada tayangan iklan mi instan pada saat pandemi Covid-19. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis semiotika Roland Barthes. Tiga merk mi instan yang iklan televisinya diteliti adalah iklan-iklan Indomie (tiga iklan), Mie Sedaap (tiga iklan), dan Mie Sukses’s (satu iklan). Pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan teknik pendokumentasian pada bulan April 2020. Hasil menunjukkan bahwa secara denotatif, iklan Indomie mengandalkan visualisasi sederhana, hemat kata dan tidak terlalu bombastis, sedangkan iklan Mie Sedaap dan Mie Sukses’s mendandalkan deskripsi informasi produk dengan berbagai narasi yang panjang. Secara konotatif, iklan Indomie sesuai dengan kondisi ketika pandemi dengan fokus pada jargon “di rumah saja”, sedangkan iklan Mie Sedaap dan Mie Sukses’s sebaliknya, menyiratkan bahwa meskipun sedang dalam kondisi pandemi, aktivitas outdoor masih bisa dilakukan dan pandemi Covid-19 tidak perlu ditakuti. Sedangkan dalam tataran mitos, iklan Indomie menggambarkan bahwa orang dengan tingkat ekonomi atas takut dengan Covid-19, iklan Mie Sedaap menggambarkan Korea Selatan berhasil mengatasi pandemi Covid-19, dan iklan Mie Sukses’s menunjukkan bahwa orang dengan tingkat ekonomi bawah tidak akan terjangkit Covid-19.
SI DOEL ANAK SEKOLAHAN, SINETRON INDONESIA PALING FENOMENAL (TINJAUAN ILMU KOMUNIKASI ATAS SINETRON SI DOEL ANAK SEKOLAHAN) Aceng Abdullah; Jimi Narotama Mahameruaji; Evi Rosfiantika
ProTVF Vol 2, No 2 (2018): September 2018
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (184.731 KB) | DOI: 10.24198/ptvf.v2i2.20822

Abstract

Sinetron “Si Doel Anak Sekolahan” (SDAS) arahan Rano Karno sampai tahun 2018 masih diputar ulang di salah satu stasiun TV kita. “SDAS” saat ini menjadi satu-satunya sinetron yang sukses meraih simpati penonton di Indonesia. Selain mampu meraih rating dan share tertinggi dalam acara televisi di Indonesia pada tahun 90-an, sinetron ini sampai hampir 25 tahun kemudian masih diputar ulang dan masih dipercaya oleh para pemasang iklan. Karena daya tariknya, SDAS pun sukses di beberapa versi layar lebar termasuk “Si Doel The Movie” yang menjadi film nomor-4 di Indonesia yang paling digemari. Mengapa sinetron ini begitu fenomenal, padahal di pertengahan tahun 90-an itu hampir semua stasiun TV sedang terlena dengan sinetron-sinetron yang mengumbar kemewahan dan seting kisah yang tidak realistis, sementara SDAS hanyalah sebuah sinetron berjenre etnis yang pemainnya kebanyakan adalah seniman lenong Betawi dan Srimulat yang berkisah tentang kaum marginal yang terpinggirkan secara sosial, ekonomi termasuk pendidikan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui Genre, nilai dramatik serta aspek Komunikasi dalam Sinetron Si Doel Anak Sekolahan Berdasarkan kajian ilmu komunikasi, SDAS sukses karena kisah yang ditampilkan, tokoh yang dimunculkan, setting dan adegan yang dibangun merupakan refleksi dari wajah khalayak televisi Indonesia sendiri. SDAS adalah gambaran masyarakat Indonesia yang sesungguhnya. Keluguan dan kesederhanaan yang ditampilkan tampil dengan natural tidak berlebihan. Dari sudut pandang ilmu komunikasi klasik, SDAS sudah amat sesuai dengan bidang pengalaman dan kerangka referensi dari khalayaknya.