Otonomi daerah membawa perubahan yang sangat mendasar pada pengelolaan sumberdaya hutan. Otonomi daerah menjadi alasan pemekaran wilayah yang berimplikasi pada perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sejak Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang diberlakukan, ada 22 pemerintah provinsi yang mengusulkan perubahan RTRW termasuk perubahan fungsi dan peruntukan kawasan hutan. Dari 10 provinsi di wilayah Wallacea (Sulut, Gorontalo, Sulteng, Sulsel, Sulbar, Sultra, Maluku, Maluku Utara, NTB dan NTT), hanya NTB dan Sulsel yang tidak mengusulkan perubahan RTRW. Sementara NTT masih dalam proses penilaian Tim Terpadu. Pasca revisi RTRW, luas hutan di wilayah Wallacea berkurang 1.376.227 Ha (6,24%), dari 22.066.089 Ha menjadi 20.689.862 Ha. Meskipun demikian, luas kawasan konservasi justru bertambah 220.769 Ha (5,42%) yaitu dari 4.070.030 Ha menjadi 4.290.799 Ha. Walaupun dari luasannya bertambah namun proses perubahan peruntukan kawasan konservasi yang terjadi menyebabkan dampak penting pada habitat, akibat proses-proses perubahan lanskap seperti perforaasi, pemotongan, fragmentasi, penyusutan dan erosi habitat yang berdampak pada penurunan dan kepunahan keanekaragaman hayati dalam jangka panjang. Untuk itu perlu dipikirkan skema pencegahan kepunahan melalui pembentukan kawasan konservasi baru sebagai pengganti yang rusak dan hilang. Ada tiga kawasan konservasi baru yang diusulkan di Sulawesi yaitu TN Nantu Boliyohutu, TN. Ganda Dewata dan TN. Mekongga.  Kata Kunci : Otonomi, Wallacea, RTRW, Konservasi, Mekongga, Nantu, Ganda Dewata