Claim Missing Document
Check
Articles

Found 10 Documents
Search
Journal : Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum

Analisis Yuridis Terhadap Tindak Pidana Manipulasi Informasi Pengguna E-Commerce Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik: Studi Putusan No. 542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg Yolanda Sari KS; Madiasa Ablisar; Mahmud Mulyadi; Jelly Leviza
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis tentang bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang di dalam UU ITE khususnya menyangkut manipulasi informasi elektronik, pertanggungjawaban pidana pelaku tidak pidana manipulasi informasi elektronik, serta penerapan hukum terhadap Tindak Pidana Manipulasi Informasi menurut putusan nomor: 542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg. Berdasarkan hasil penelitian bentuk-bentuk perbuatan yang dilarang di dalam UU ITE terdapat sekitar enam belas perbuatan yang dilarang, salah satunya adalah manipulasi informasi elektronik yang diatur dalam Pasal 35. Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku tindak pidana manipulasi informasi elektronik pada dasarnya harus memenuhi semua unsur pertanggungjawaban pidana yaitu kemampuan bertanggungjawab, adanya kesalahan, dan tidak adanya alasan penghapus pidana. Penerapan hukum terhadap tindak pidana manipulasi informasi elektronik pengguna e-commerce jika melihat dalam putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor 542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg sudah sesuai, dikarenakan Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar ketentuan Pasal 35. Adapun saran dalam penelitian ini perlu peningkatan dalam memberikan pengertian yang spesifik tentang manipulasi informasi elektronik serta perlu sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar lebih berhati-hati dalam berprilaku, khususnya dalam memanfaatkan perkembangan teknologi yang ada. Kata kunci: e-commerce, tindak pidana manipulasi informasi. Abstract The purpose of this study was to find out and analyze the forms of actions that are prohibited in the Law, especially regarding the manipulation of electronic information, the criminal responsibility of the perpetrators who are not criminals in the manipulation of electronic information, as well as the application of the law to the Crime of Information Manipulation according to decision number: 542/Pid. Sus/2019/PN.Mlg. Based on the results of the research on the forms of actions that are prohibited in the Law, there are around sixteen prohibited acts, one of which is the manipulation of electronic information as regulated in Article 35. Criminal liability for the perpetrators of the crime of electronic information manipulation basically must meet all elements of criminal responsibility. namely the ability to be responsible, the existence of errors, and the absence of a reason for eliminating the crime. The application of the law to the criminal act of manipulating electronic information for e-commerce users if you look at the decision of the Malang District Court Number 542/Pid.Sus/2019/PN.Mlg is appropriate, because the Defendant has been legally and convincingly proven to have violated the provisions of Article 35. As for suggestions in This research needs improvement in providing a specific understanding of the manipulation of electronic information and needs socialization to increase public awareness to be more careful in behavior, especially in utilizing existing technological developments. Keywords: e-commerce, information manipulation crime.
Penerapan Pasal 107 Huruf (D) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan Untuk Meminimalisir Tindak Pidana Pencurian Kelapa Sawit Di PT. Perkebunan Nusantara IV: Studi Putusan Nomor 158/Pid.B/2020/PN.Sim, 303/Pid.B/2020/PN.Sim, 324/Pid.B/2020/PN.Sim Ade Jaya Ismanto; Madiasa Ablisar; Mahmud Mulyadi; Mahmul Siregar
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perkebunan Nusantara IV adalah salah satu peruhsaan perkebunan yang dalam kegiatan usahanya banyak kasus tindak pidana pencurian dan penadahan kelapa sawit. Untuk itu tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan menganalisis tentang penerapan Pasal 107 Huruf D Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan Untuk Meminimalisir Tindak Pidana Pencurian Yang Terjadi Di Kebun Milik PT. Perkebunan Nusantara IV. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan Pasal 107 Huruf D Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan di Kebun Milik PT. Perkebunan Nusantara IV yaitu di PTPN IV Unit Kebun Gunung Bayu dan PTPN IV Unit Kebun Mayang dapat meminimalisir terjadinya pencurian. Kata kunci: Penerapan Hukum, Tindak Pidana Perkebunan, Pencuri Abstract Perkebunan Nusantara IV is one of the plantation companies which in its business activities there are many criminal cases of theft and collection of palm oil. For this reason, the purpose of this study was to find out and analyze the application of Article 107 Letter D of Law Number 39 of 2014 concerning Plantations to Minimize the Crime of Theft that Occurs in the Plantation of PT. Nusantara Plantation IV. The results of the study indicate that the application of Article 107 Letter D of Law Number 39 of 2014 concerning Plantations in Plantations Owned by PT. Nusantara IV plantations, namely PTPN IV Gunung Bayu Plantation Unit and PTPN IV Mayang Plantation Unit can minimize theft. Keywords: Law application, plantation crime, theft
Penegakan Hukum Pidana Oleh Hakim Dalam Tindak Pidana Informasi Dan Transaksi Elektronik : Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 3563/Pid.Sus/2019/PN.Mdn Kumaedi; Alvi Syahrin; Mahmud Mulyadi; Mohammad Ekaputra
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Karena status melalui sosial media Instagram, saksi korban Fitriani Manurung tidak terima dan kemudian melaporkan terdakwa Febi Nur Amalia ke Penyidik ​​Polres Medan Kota karena menyerang kehormatannya melalui media sosial dipersangkakan melanggar Pasal 27 ayat 3 jo Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karena itu, Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan tentang formulasi tindak pidana pertanggungjawaban pidana dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi elektronik, analisis yuridis oleh hakim terhadap tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik pada putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 3563/Pid.Sus/2019/PN.Mdn, serta hambatan yuridis dalam penegakan hukum oleh hakim terhadap tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik. Berdasarkan hasil Penelitian Perkara kedudukan PN Medan sebagai berikut : Terdakwa Febi Nur Amalia atas permintaan saksi korban Fitriani Manurung pada tanggal 12 Desember 2016 meminjamkan uang sebesar Rp. 70.000.000,- (tujuh puluh juta rupiah) melalui transfer ke rekening suami korban. setelah lama tidak dikembalikan, maka pada tahun 2017 terdakwa berusaha menagih hutang kepada saksi korban Fitriani Manurung baik melalui pesan WA maupun datang ke rumahnya namun tidak mendapat respon dari korban saksi Fitriani Manurung dan selalu berusaha menghindar dan tidak mengakui adanya hutang tersebut. Kata kunci: Informasi dan Transaksi Elektronik, Penegakan Hukum, Tindak Pidana. Abstract Due to his status through social media Instagram, victim witness Fitriani Manurung did not accept and then reported the defendant Febi Nur Amalia to the Medan City Police Investigator for attacking her honor through social media, which is suspected of violating Article 27 paragraph 3 in conjunction with Article 45 paragraph 3 of Law Number 19 of 2019 concerning Amendment to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions. Therefore, the purpose of this study is to explain the formulation of criminal acts of criminal responsibility in the Electronic Information and Transaction Law, juridical analysis by judges on criminal acts of Information and Electronic Transactions in the Medan District Court decision Number 3563/Pid.Sus/2019/PN Mdn, as well as juridical obstacles in law enforcement by judges against criminal acts of Information and Electronic Transactions. Based on the results of the research on the position of the Medan District Court as follows: The defendant Febi Nur Amalia at the request of the victim witness Fitriani Manurung on December 12, 2016 lent Rp. 70,000,000,- (seventy million rupiah) by transfer to the victim's husband's account. after a long time not being returned, then in 2017 the defendant tried to collect a debt from the victim witness Fitriani Manurung either through WA messages or came to his house but did not get a response from the victim witness Fitriani Manurung and always tried to avoid and did not admit the existence of the debt. Keywords: Crime, Information and Eletronic Transactions, Law Enforcement.
Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Penanganan Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dwi Natal Ngai Santoso Sinaga; Bismar Siregar; Mahmul Siregar; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kejahatan pencucian uang adalah suatu kejahatan yang berdimensi internasional sehingga penaggulangannya harus dilakukan secara kerja sama internasional, prinsip dasar pencucian uang adalah menyembunyikan sumber dari segala pencucian uang dari aktivitas ilegal dengan melegalkan uang tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut uang diisyaratkan disalurkan melalui suatu penyesatan (imaze) guna menghapus jejak peredarannya dan orang-orang yang mempunyai uang tersebut menyalurkan bisnis yang fiktif yang tampaknya sebagai sumber penghasilan. Untuk itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang bagaimana kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam penanganan pencucian uang/money laundering di Pasar Modal. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kewenangan Otoritas Jasa Keuangan dalam penanganan pencucian uang/money laundering di Pasar Modal adalah melakukan pengaturan dan pengawasan dan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 49 ayat (1) UU OJK. Kata kunci: Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan, Pasar Modal, Pencucian Uang. Abstract Money laundering crime is a crime of international dimensions so countermeasures must be made in intemational cooperation, the basic principle of money laundering is to hide the source of all money laundering from illegal activities by legalizing the money. To implement it hinted money channeled through a misdirection (imaze) in order to remove the traces of its circulation and people who have the money to distribute fictitious business appears to be a source of income. For this reason, this study aims to analyze the authority of the Financial Services Authority in handling money laundering in the Capital Market. Based on the results of the study, it was found that the authority of the Financial Services Authority in the handling of money laundering /money laundering in the capital market is regulated and supervised and investigations as provided for in Article 49 paragraph (1) of the FSA. Keywords: Authority Financial Services Authority, Capital Market, Money Laundering.
Analisis Yuridis Terhadap Penerapan Sanksi Pidana Di Bawah Ancaman Pidana Minimum Khusus Dalam Perkara Tindak Pidana Narkotika: Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 775K/Pid.Sus/2020 Rendra Yoki Pardede; Alvi Syahrin; Mohammad Ekaputra; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penyalahgunaan narkotika dinilai sudah sangat meresahkan masyarakat dikarenakan banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan narkotika ini. Penegakan hukum terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika juga dinilai meresahkan karena tidak mewujudkan kepastian hukum. Salah satunya yaitu penjatuhan pidana dibawah sanksi pidana minimum khusus dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 775 K/ Pid. Sus/ 2020. Pengaturan tindak pidana narkotika dikaitkan dengan sanksi di bawah sanksi minimum tidak mewujudkan kepastian hukum. Pengaturan narkotika sebagaimana yang diatur dalam BAB XV Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika telah disertai ketentuan pidana minimum yang jelas dan terperinci. Pedoman hakim dalam menjatuhkan pidana dibawah ancaman sanksi pidana minimum khusus kepada pelaku tindak pidana narkotika berpedoman pada Asas kebebasan hakim yang menjunjung tinggi keadilan. Selain itu hakim juga berpedoman pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 03 Tahun 2015 Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2015 Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan. Penerapan sanksi pidana di bawah ancaman pidana minimum khusus dalam perkara tindak pidana narkotika berdasarkan putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor: 775 K/ PID. SUS/ 2020 dapat dikemukakan bahwa, Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara dalam telah salah menerapkan hukum karena telah menjatuhkan pidana dibawah ancaman sanksi minimum khusus yang telah diatur dalam pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Hal ini menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum yang telah diatur Undang-Undang sebagaimana mestinya. Kata kunci: Minimun Khusus, Narkotika, Sanksi Pidana. Abstract The abuse of narcotics is considered very unsettling and has a negative impact on the use of narcotics. The application of the law to narcotics offenders is also considered unsettling because it does not create legal certainty. One of them is the imposition of crimes under special minimum criminal sanctions in the Decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number: 775 K / Pid. Sus / 2020. The regulation of narcotics crime linked to sanctions under the minimum sanction does not create legal certainty. Narcotics regulation as regulated in Chapter XV Law Number 35 Year 2009 concerning Narcotics has been accompanied by clear and detailed minimum criminal provisions. Guidelines for judges in imposing crimes under the threat of a special minimum criminal sanction against narcotics offenders are guided by the principle of freedom of judges who uphold justice. In addition, the judges also refer to the Supreme Court Circular Number 03 of 2015 concerning the Enforcement of the Formulation of the Results of the 2015 Supreme Court Chamber Plenary Meeting as Guidelines for the Implementation of Duties for the Court. The application of criminal sanctions under the threat of a special minimum penalty in narcotics crime cases based on the decision of the Supreme Court of the Republic of Indonesia Number: 775 K / PID. SUS / 2020 can be argued that, the Panel of Judges examining and adjudicating a case has wrongly applied the law because it has imposed a crime under the threat of a special minimum sanction as stipulated in article 112 paragraph (1) of Law Number 35 of 2009 concerning Narcotics. This creates uncertainty in the enforcement of the law as it should be regulated by law. Keywords: Criminal Sanctions, Narcotics, Special Minimum.
Pengaturan Dan Penerapan Hukum Terhadap Tindak Pidana Transfer Dana Ditinjau Dari Pasal 85 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana Alberth Mangasi Rumahorbo; Mahmud Mulyadi; Mohammad Ekaputra; Detania Sukarja
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana menambah jenis tindak pidana khusus yang sebelumnya ada di Indonesia. Tindak pidana khusus tersebut adalah tindak pidana transfer dana. Dalam undang-undang tersebut diatur beberapa perbuatan yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana transfer dana, yang salah satunya adalah perbuatan dengan sengaja menguasai dan mengakui sebagai miliknya dana hasil transfer yang diketahui atau patut diketahui bukan haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 85.Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian normatif dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan konseptual. Data yang digunakan terdiri dari data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara teknik studi pustaka dan studi dokumen, data tersebut dianalisa secara kualitatif.Tidak pidana transfer dana memberikan alternatif baru bagi aparat penegak hukum dalam menentukan ancaman pidana dari suatu peristiwa pidana. Sebelum undang-undang tersebut, aparat hukum cenderung menggunakan Pasal 372 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sebagai dasar pemidanaan terhadap peristiwa pidana dimaksud. Namun penerapan undang-undang tersebut masih jarang digunakan aparat hukum karena penerapan ketentuan tersebut membutuhkan proses penyelidikan dan penyidikan yang lebih dalam lagi, untuk menentukan pertanggungjawaban pidana. Undang-undang tersebut juga masih memiliki kekurangan dalam ancaman pidana pokok dan pidana tambahan. Karena apabila pelaku tindak pidana tersebut berbentuk subjek hukum korporasi, maka berlaku ketentuan Pasal 87 undang-undang tersebut, yang menimbulkan kecenderungan bagi Majelis Hakim untuk hanya memberikan sanksi pidana pokok berupa denda dan sanksi tambahan berupa pengembalian dana milik korban atau perbankan, tanpa memberikan sanksi pidana penjara untuk memberikan efek jera. Kata kunci: Perbankan, Sanksi Pidana, Tindak Pidana Transfer Dana. Abstract The Law Number 3 of 2011 concerning Fund Transfers increase the types of special crimes that previously existed in Indonesia. It is a criminal act of transferring funds. The law regulates several acts that qualify as a criminal act of transferring funds, one of them is the act of deliberately controlling and acknowledging as his own funds resulting from the transfer that known or should be known to be not his rights as regulated in Article 85. This study uses a normative research method with a statutory approach and conceptual. The data consists of secondary data. Data collection techniques consisted of literatur study techniques and document studies, the data were analyzed qualitatively. The criminal act of transferring funds provide a new alternative for law officers in determining the criminal threat of a case. Prior to the law, law officers tended to use Article 372 of the Criminal Code as the basis for sentencing the said criminal event. However, the application of the law is still rarely used by legal officials because the application of these provisions requires a deeper investigation process, and to determine criminal liability. The law still has shortcomings in the threat of basic and additional penalties. Because if the perpetrator of the crime is in the form of a corporate legal subject, then the provisions of Article 87 of the law applied, which creates a tendency for the Panel of Judges to only impose basic criminal sanctions as fines and additional sanctions as returning funds belonging to victims or banks, without giving criminal sanctions in prison to provide a deterrent effect. Keywords: Banking, Criminal act of transferring funds, Criminal sanctions.
Penerapan Pasal 112 Dan Pasal 127 Ayat 1 Huruf A Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika: Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Rantau Prapat Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.RAP; 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap; 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap Naharuddin Rambe; Alvi Syahrin; Sunarmi; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peredaran dan penyalahgunaan narkotika merupakan salah satu permasalahan nasional yang dipandang serius oleh pemerintah, karena dapat menyebabkan rusaknya moral bangsa, Pelaku tindak pidana narkotika tidak jarang mendapatkan hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang kurang memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum. Pada kasus-kasus narkotika, terdapat beberapa pasal yang sering digunakan untuk menjerat pelaku ialah Pasal 114, Pasal 112, dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Ketiga pasal tersebut, terdapat dua pasal yang multitafsir dan ketidak jelasan rumusan yaitu pada Pasal 112 dan Pasal 127 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Pasal multitafsir tersebut akan mengakibatkan para pelaku kejahatan narkotika (pengedar) akan berlindung seolah-olah dia korban kejahatan narkotika. Bahwa hal tersebut akan berdampak pada penjatuhan hukuman dengan hukuman yang singkat sehingga menimbulkan ketidakadilan pada proses pelaksanaannya. Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa, mengidentifikasi formulasi dan perbedaan kualifikasi Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika serta mengkaji dasar pertimbangan Hakim dalam menerapkan Pasal 112 dan Pasal 127 Ayat 1 huruf a Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Putusan Nomor 1023/Pid.Sus/2018/PN.Rap Nomor 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, dan Nomor 712/Pid.Sus/2017/PN.Rap. Kata kunci: Formulasi, Kualifikasi, Pengeder dan Penyalahguna Narkoba. Abstract Drug traffic and drug abuse are one of the main national and serious problem because they can mar the people's morality. However, the perpetrators of drug criminal offense are treated unfairly in court for justice and legal certainty. In the cases of narcotics, the articles imposed on the perpetrators are Article 114, , Article 112, and Article 127 of Law No. 35/2009 on Narcotics. Of the three Articles above, two of them (Article 112 and Article 127) have multi-interpretation and unclearness of formula about narcotics which can cause the perpetrators (drug dealers) to get the alibi as if he were the victim. That it will cause the sentence will be reduced so that there will be injustice in its implementation. The objective of the research is to analyze and to identify the formulation and the difference of the qualification of Article 112 and Article 127, paragraph 1 letter a of Law No. 35/2009 on Narcotics and analyzed the judges' consideration in implementing of these two Articles in the Verdicts Number 1023/Pd.Sus/2018/PN.Rap, Number 762/Pid.Sus/2017/PN.Rap, and Number 712/Pid.Sus/ Pid.Sus/2017/PN.Rap. Keywords: Drag Dealers and Abuser, Formulation, Qualification.
Penguatan Kewenangan Jaksa Selaku Dominus Litis Sebagai Upaya Optimalisasi Penegakan Hukum Pidana Berorientasi Keadilan Restoratif Dedy Chandra Sihombing; Alvi Syahrin; Madiasa Ablisar; Mahmud Mulyadi
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Dominus Litis merupakan asas universal yang melekat pada Jaksa. Jaksa selaku penuntut umum memiliki peran sentral dalam sistem peradilan pidana. Kehadiran Perja Nomor 15 Tahun 2020 Tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan keadilan restoratif menjadi landasan bagi Jaksa untuk melakukan penegakan hukum pidana berorientasi keadilan restoratif. Penegakan hukum pidana secara umum maupun berorientasi keadilan restoratif yang dilakukan oleh Jaksa selaku Dominus Litis terdapat kelemahan dan kendala yang ditemukan dalam proses penerapannya. Esensi asas Dominus Litis yang melekat pada Jaksa belum optimal. Pada Tahap Pra Penuntutan, Jaksa selaku Dominus Litis hanya sebatas menerima SPDP dan meneliti berkas dari penyidik untuk ditindak lanjuti ke tahap penuntutan atau dikembalikan ke penyidik. Penerapan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif oleh Jaksa selaku Dominus Litis sudah sesuai dan selaras dengan nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila khususnya pada sila keempat. Akan tetapi dalam penerapanya ditemukan kendala-kendala antara lain:Substansi Hukum, Struktur Hukum, dan Budaya Hukum.Penguatan kewenangan jaksa selaku Dominus Litis dalam penegakan hukum pidana berorientasi keadilan restoratif dapat dilakukan dengan memformulasikan konsep keadilan restoratif kedalam KUHAP. Namun demikian, dalam proses pembaharuan KUHAP membutuhkan banyak aspek pertimbangan serta memakan waktu yang begitu lama. Hal yang paling mungkin dilakukan dalam waktu dekat yaitu melakukan sinergitas antar lembaga Polri Dan Kejaksaan untuk menerapkan asas Dominus Litis dalam penegakan hukum pidana berorientasi keadilan restoratif. Kata kunci: Dominus Litis, Jaksa, Keadilan Restoratif. Abstract Dominus Litis is a universal principle attached to the Prosecutor. The prosecutor as the public prosecutor has a central role in the criminal justice system. The presence of Perja Number 15 of 2020 concerning Termination of Prosecution based on restorative justice is the basis for the Prosecutor to enforce restorative justice-oriented criminal law. The enforcement of criminal law in general and restorative justice oriented carried out by the Prosecutor as Dominus Litis has weaknesses and obstacles that are found in the process of its application.the essence of the Dominus Litis principle attached to the Prosecutor is not optimal. In the Pre Prosecution Stage, the Prosecutor as Dominus Litis is only limited to receiving SPDP and examining files from investigators to be followed up to the prosecution stage or returned to investigators. The application of the termination of prosecution based on restorative justice by the Prosecutor as Dominus Litis is appropriate and in line with the values contained in Pancasila, especially in the fourth precept. However, in its implementation, there were obstacles, including: Legal Substance, Legal Structure, and Legal Culture. Strengthening the authority of the prosecutor as Dominus Litis in the enforcement of restorative justice-oriented criminal law can be done by formulating the concept of restorative justice into the Criminal Procedure Code. However, the process of reforming the Criminal Procedure Code requires many aspects of consideration and takes such a long time. The most likely thing to do in the near future is to synergize between the institutions of the Police and the Prosecutor's Office to apply the Dominus Litis principle in the enforcement of restorative justice-oriented criminal law. Keywords: Dominus Litis. Prosecutor, Restorative Justice.
Pemberatan Pemidanaan Terhadap Aparat Penegak Hukum Sebagai Pengedar/Bandar Narkotika: Studi Putusan No. 2611/Pid.Sus/2017/PN. Lbp dan Putusan No.56/Pid.Sus/2020/PN. Dpk Paian Tumanggor; Ediwarman Ediwarman; Mahmud Mulyadi; Mohammad Ekaputra
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): April
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tindak pidana Narkotika merupakan salah satu kejahatan luar biasa (extra ordinary crime). Meningkat penyalahgunaan tindak pidana Narkotika, bukan hanya di masyarakat saja tetapi sudah mulai mengarah kepada aparat penegak hukum khususnya kepada anggota Kepolisian. Sanksi pidana dengan pemberatan diberikan kepada aparat penegak hukum yang terlibat sebagai bandar Narkotika dan menjadi bagian dari jaringan pengedar Internasional. Munculnya pemberatan pemidanaan ini agar dapat menimbulkan efek jera terhadap pelaku penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika. Pemberatan pidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan, jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika. Aturan hukum mengenai pemidanaan dan pemberatan terhadap pemidanaan khususnya narkotika diatur didalam Pasal 111 sampai dengan Pasal 148 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Aparat penegak hukum yang terbukti menjadi pengedar/Bandar narkotika akan dijatuhkan hukuman mati atau hukuman seumur hidup, selain itu juga akan dikenakan sanksi administratif. Kebijakan hukum pidana terhadap aparat penegak hukum sebagai Bandar narkotika dibagi atas 2 (dua) yaitu Pertama, Kebijakan Penal yang mana lebih menitikberatkan pada sifat repressive sesudah kejahatan tindak pidana narkotika terjadi, sedangkan Kedua, Kebijakan Non Penal yang mana lebih menitik beratkan pada sifat preventive sebelum kejahatan tindak pidana narkotika terjadi Kata kunci: Aparat Penegak Hukum, Bandar Narkotika, Pemberatan Pemidanaan. Abstract Narcotics crime is one of the extraordinary crimes. The increase in drug abuse, not only in the community but has begun to lead to law enforcement officials, especially to members of the Police. Criminal sanctions with blessings are given to law enforcement officials who are involved as narcotics dealers and become part of an international network of dealers. The emergence of this punishment in order to cause a deterrent effect on the perpetrators of abuse and illicit circulation of Narcotics and Narcotics Precursors. The criminal punishment is carried out based on the group, type, size, and amount of narcotics. The rule of law regarding the imposition and imposition of the drug, especially narcotics, is regulated in Article 111 to Article 148 of Law No. 35 of 2009 concerning Narcotics. Law enforcement officials who are proven to be drug dealers will be sentenced to death or life sentences, but will also be subject to administrative sanctions. The criminal law policy against law enforcement officers as narcotics dealers is divided into 2 (two) namely First, penal policy which focuses more on repressive nature after narcotics crime occurs, while second, non-penal policy which focuses more on preventive nature before narcotics crime crime occurs. Keywords: Law Enforcement Officer, Narcotics Dealer, Enforcement.
Peranan Otoritas Jasa Keuangan dalam Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang Menggunakan Bank Sebagai Instrumen Kejahatan Daniel Simamora; Mahmud Mulyadi; Marlina Marlina; Mahmul Siregar
Locus: Jurnal Konsep Ilmu Hukum Vol 2 No 1 (2022): Maret
Publisher : LOCUS MEDIA PUBLISHING

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.56128/jkih.v2i1.236

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisis tentang peranan otoritas jasa keuangan dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang menggunakan bank sebagai instrumen kejahatan, oleh sebab kejahatan pencucian uang (money laundering) mempunyai kaitan yang erat dengan perbankan, dimana harta hasil tindak pidana (predicate crime) ditempatkan pada institusi perbankan, sehingga proses penyamaran hasil kejahatan dapat menjadi clean money secara cepat. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara garis otoritas jasa keuangan berperan sebagaimana kewenangannya yang diatur berdasarkan undang- undangri nomor 21 tahun 2011 meliputi kewenangan memberikan izin (right to license), kewenangan untuk mengatur (right to regulate), kewenanganuntuk mengawasi (right to control), kewenangan untuk mengenakan sanksi (right to impose sanction) serta kewenangan melakukan penyidikan di sektor jasa keuangan.
Co-Authors Ade Jaya Ismanto Adhy Iswara Sinaga Adi Chandra Aditya Pranata Kaban Ady Ranto, Eko Afrizal Chair Nawar Agusta Kanin Agustami Lubis Alberth Mangasi Rumahorbo Aldi Subartono Almunawar Sembiring Alvi Syahrin Alvi Syahrin Alvi Syahrin Amru Eryandi Siregar Andri Dharma Andrio Bukit Anggi P. Harahap Antonius Bangun Silitonga Antonius Leonard Tarigan Arfin Fachreza Arief Rezana Dislan Ariq Ablisar Arivai Nazaruddin Sembiring Armia Pahmi Astri Heiza Mellisa Aulia Annisa Bella Azigna Purnama Bismar Nasution Bismar Nasution Bismar Nasution Nasution Bismar Siregar Bobbi Sandri Bornok Simanjuntak Brian Christian Telaumbanua Budi Bahreisy Budiman Ginting Budiman Ginting Cardiana Harahap Cecep Priyayi Chainur Arrasyid Chairul Bariah Chandra Purnama Dahlia Kesuma Dewi Danang Dermawan Daniel Simamora Dedi Harianto Dedy Chandra Sihombing Des Boy Rahmat Eli Zega DewiMaya Benadicta Barus Dikki Saputra Saragih Dimas B. Samuel Simanjuntak Donny Alexander Dwi Natal Ngai Santoso Sinaga Dwina Elfika Putri Edi Ikhsan Edi Suranta Sinulingga Edi Yunara Edi Yunara Ediwarman Ediwarman Ediwarman Ediwarman Eduward Eduward Edy Ihkhsan Edy Ikhsan Edy Suranta Tarigan Edy Yunara Ekaputra, Mohammad Eko Ady Ranto Eko Hartanto Erwin Pangihutan Situmeang Ester Lauren Putri Harianja Fadilah Khoirinnisa Harahap Fahri Rahmadhani Faisal Akbar Nasution Faisal Rahmat Husein Simatupang Faiz Ahmed Illovi Farah Diba Batubara Ferimon Ferimon Ferimon, Ferimon Fickry Abrar Pratama Fitriani Fitriani Frans Affandhi Freddy VZ. Pasaribu Frendra AH AH Frima A Sitanggang Gilbeth Abiet Nego Sitindaon Gomgoman Simbolon Gunawan Sinurat Gusmarani, Rica Hanawi Aananda Putra Sitohang Hanifah Azizah Hartono Hartono Hasim Purba Hasyim Purba Hendra Eko Triyulianto Herbert Rumanang Herianto Herianto Herlina Sitorus Hia, Hipotesa Ibnu Affan Ibnu Affan Iman Azahari Ginting Iman Rahmat Gulo Imanuel Sembiring Immanuel Colia Immanuel P Simamora Immanuel Simanjuntak Iqbal Ramadhan Satria Prawira Irwan Charles Sitompul Irzan Hafiandy Ismawansa Ismawansa Jamaluddin Mahasari Jefrianto Sembiring Jelly Leviza Jenda Riahta Silaban Jenggel Nainggolan Jhordy M.H. Nainggolan Jimmy Donovan Joko Pranata Situmeang Jonathan Hasudungan Hasibuan Judika Atma Togi Manik Juliani Prihartini Julisman Julisman Junhaidel Samosir Juni Kristian Telaumbanua Jusmadi Sikumbang Kartina Pakpahan Keke Wismana Purba Kondios Meidarlin Pasaribu Kumaedi Leonard Pandapotan Sinaga Lisa Andriansyah Rizal Lisa Yuliani Liza Erwina M Budi Hendrawan M Ekaputra M Hamdan M Hamdani M. Ainul Yaqin M. Eka Putra M. Ekaputra M. Ekaputra M. Hamdan M. Hamdan M. Hamdan M. Harris Sofian Hasibuan M.Eka Putra M.Ekaputra M.Ekaputra Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Ablisar Madiasa Albisar Madiasa Albisar, Madiasa Mahmul Siregar MAHMUL SIREGAR Malto S. Datuan Mangasitua Simanjuntak Manik, Bisker Marihot Tua Silitonga Marlina Marlina Marlina Maryani Melindawati Marzuki Marzuki Marzuki Marzuki Mirza Erwinsyah Mirza Nasution Mirza Nasution Mohd Din Muhammad Ekaputra Muhammad Hamdan Muhammad Husairi Muhammad Hykna Kurniawan Lubis Muhammad Junaidi Muhammad Ridwanta Tarigan Mukidi Mukidi Mukidi, Mukidi Mulya Hakim Solichin Naharuddin Rambe Nara Palentina Naibaho Nasrun Pasaribu Nur Istiono Nurijah Ibrahim Nurpanca Sitorus Nurul Efridha Ocktresia. M. Sihite Oki Yudhatama Paian Tumanggor Panca Hutagalung Panji Nugraha Pantun Marojahan Simbolon Parlindungan Twenti Saragih Pendastaren Tarigan Phio Tuah Reysario Sinaga Pranggi Siagian Putri Mauliza Fonna Rabithah Nazran Ramadhan, Rinaldi Ramli Tambunan Rasina Padeni Nasution Regi Putra Manda Rendra Yoki Pardede Restu Y.S Zendrato Riamor Bangun Rinaldi Ramadhan Robert Robert Robert Valentino Tarigan Ronald F. C. Sipayung Ronny Nicolas Sidabutar Rosnidar Sembiring Rusdi Marzuki Ruth Gladys Sembiring Samandhohar Munthe SANGGAM BILL CLINTON SIMANJUNTAK Saur Sihaloho Secsio Jimec Nainggolan Sianturi, Senior Siregar, Taufik Sonya Airini Batubara Soritua Agung Tampubolon Sri Delyanti Sudarma Setiawan Sugeng Riyadi Sugirhot Marbun Suhaidi Suhaidi Suhaidi Suhaidi Sukarja, Detania Sunarmi Sunarmi Sunarmi Sunarmi, Sunarmi Supian Natalis Surbakti, Benny Avalona Surya Sofyan Hadi Sutiarnoto Sutiarnoto Sutiarnoto Sutiarnoto Syafruddin Kalo Syafruddin Kalo Syafruddin S. Hasibuan Syafruddin Sulung Hasibuan Syahron Hasibuan Syamsul Arifin Syarifah Lisa Andriati Tan Kamello Taryono Raharja Taufik Taufik Teddy Lazuardi Syahputra Tengku Keizerina Devi A Themis Simaremare Tito Travolta Hutauruk Triono Eddy Tumpal Utrecht Napitupulu Tunggul Yohannes Ucox Pratua Nugraha Utari Maharany Barus Utary Maharany Barus Victor Ziliwu Wenggedes Frensh Frensh Wessy Trisna Widiyani, Heni Wilson Bugner Pasaribu Wira Prayatna Wisjnu Wardhana Yakub Frans Sihombing Yetti Q.H. Simamora Yolanda Sari KS Yona Lamerossa Ketaren Yoyok Adi Syahputra Zikrul Hakim Zul, Muaz Zulfahmi Zulfahmi