Claim Missing Document
Check
Articles

KINERJA REPRODUKSI KAMBING LOKAL YANG DIINDUKSI SUPEROVULASI DENGAN ANTISERUM INHIBIN Hamdan h; Dian Nurcahaya; Tongku Nizwan Siregar; budianto Panjaitan; Husnur rizal
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 6, No 1 (2012): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (146.984 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v6i1.345

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian antiserum inhibin terhadap kinerja reproduksi kambing lokal. Dalam penelitian ini digunakan 12 ekor kambing betina lokal yang dibagi dalam 2 kelompok, kelompok kontrol dan perlakuan (KI dan KII), masing-masing terdiri atas 5 dan 7 ekor kambing. Seluruh kambing diinjeksi dengan 0,5 ml PGF2α (LutalyzeTM) secara intramuskulus, 2 kali injeksi dengan interval 10 hari. Pada kelompok perlakuan (KII), kambing diinjeksi dengan 500 μg antiserum inhibin pada hari ke-9 siklus dan diikuti penyuntikan 0,5 ml PGF2α 48 jam kemudian. Inseminasi dilakukan 10 jam setelah awal berahi dan diulang 12 jam kemudian. Parameter yang diamati adalah persentase berahi, kebuntingan, kelahiran, kelahiran kembar, jumlah anak total, dan jumlah anak per kelahiran. Hasil penelitian menunjukkan semua kambing (100%) pada kedua kelompok memperlihatkan berahi. Persentase kebuntingan pada KI dan KII masing-masing adalah 60,0 dan 57,1%. Angka kelahiran KI dan KII masing-masing adalah 100% dan persentase kelahiran kembar masing-masing adalah 0,0 dan 50,0%. Total jumlah anak pada KI dan KII masing-masing adalah 3 dan 6, dan rata-rata jumlah anak per kelahiran masing-masing adalah 1,0 dan 1,5 ekor. Perlakuan dengan antiserum inhibin dapat meningkatkan kinerja reproduksi kambing lokal.
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK HIPOFISA SAPI TERHADAP PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM PETELUR PADA FASE AKHIR PRODUKSI Amiruddin A; Tongku Nizwan Siregar; Azhari A; Jalaluddi J; Zulkifli Z; Andre Afriadi Rahman; Hamdan H
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 8, No 1 (2014): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (212.364 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v8i1.1267

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penyuntikan dan dosis optimal ekstrak hipofisa sapi terhadap peningkatan produktivitas ayam petelur fase akhir produksi. Sebanyak 60 ekor ayam petelur berumur 22-44 bulan yang telah mengalami penurunan produksi sekitar 50-60% yang terdapat pada peternakan ayam petelur Jantho Farm, Aceh Besar digunakan dalam penelitian ini. Seluruh ayam dibagi 6 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok terdiri atas 10 ekor ayam petelur. Kelompok I, II, III, IV, V, dan VI masing-masing disuntik dengan 0,1 ml NaCl fisiologis, 15 IU PMSG; 0,1 ml ekstrak hipofisa sapi; 0,2 ml ekstrak hipofisa sapi; 0,3 ml ekstrak hipofisa sapi; dan 0,4 ml ekstrak hipofisa sapi. Injeksi dilakukan secara intramuskular pada otot dada setiap dua minggu sekali selama enam minggu.Total rata-rata produksi telur pada kelompok I; II; III; IV; V; dan VI masing-masing adalah 5,81+1,10; 4,28+1,04; 4,60+2,04; 5,43+1,45; 6,29+1,34; dan 5,74+1,17 butir. Total rata-rata berat telur pada kelompok I; II; III; IV; V; dan VI masing-masing adalah 65,27+1,61; 63,66+1,86; 65,38+3,51; 64,01+3,91; 66,20+1,67; dan 65,21+1,91 g sedangkan total rata-rata ketebalan cangkang telur pada kelompok I; II; III; IV; V; dan VI masing-masing adalah 0,43+0,02; 0,42+0,03; 0,43+0,02; 0,42+0,02; 0,43+0,02; dan 0,42+0,02 mm. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ekstrak hipofisa sapi dapat meningkatkan produktivitas ayam petelur pada fase akhir produksi dan dosis optimal ekstrak hipofisa adalah 0,3 ml.
STUDI HISTOKIMIA LEKTIN PADA SEL-SEL SPERMATOGENIK TESTIS MUNCAK (Muntiacus muntjak muntjak) (Lectin Histochemical Study of Testicular Spermatogenic Cells in Muntjak (Muntiacus muntjak muntjak)) Sri Wahyuni; Srihadi Agungpriyono; I. Ketut Mudite Adnyane; Hamny Hamny; Muhammad Jalaluddin; Gholib Gholib; Muslim Akmal; Mulyadi Adam; Dwinna Aliza; Tongku Nizwan Siregar
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 10, No 1 (2016): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (240.962 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v10i1.3396

Abstract

The objective of this study was to identify the type of specific glycoconjugates and its distribution in testicular spermatogenic cells in muntjak (Muntiacus muntjak muntjak) based on lectins histochemistry. An adult male muntjak aged 4-5 years old in hard antler period was used in this study. Testicular tissue was fixed in Bouin solution and processed histologically. Histochemistry method was performed using six types biotinylated lectins such as peanut agglutinin (PNA), soybean agglutinin (SBA), wheat germ agglutinin (WGA), ricinus communis agglutinin (RCA), concanavalin A (Con A), and ulex europaeus agglutinin I (UEA I) with 20 µg/ml of concentration for PNA lectins and 15µg/ml for other type of lectins. The results showed that glycoconjugates were detected by all type of lectins except UEA I in testicular spermatogenic cells with variation in distribution pattern and also the intensity of lectins binding. Glycoconjugates β-galactose, β-glucose, mannose, Nacetylgalactosamine, N-acetylglucosamine and sialic acid were stained intensely by lectins in golgy-cap phase and acrosomal phase of spermatids. Glycoconjugate N-acetylgalactosamine was the sugar residues which distributed abundantly that marked by positive reaction with PNA, SBA, and RCA lectins. In conclusion, glycoconjugates are detected in testicular spermatids cells of muntjak indicated that glycoconjugates have an important role in spermatogenesis particularly in spermiogenesis. Key words: glycoconjugates, lectins, spermatid, spermatozoa, muntjak
GAMBARAN INVOLUSI UTERUS KAMBING KACANG (Capra sp.) BERDASARKAN PENGAMATAN DENGAN ULTRASONOGRAFI TRANSKUTANEUS Ginta Riady; Tongku Nizwan Siregar; Juli Melia; Hamdan H; Reni Ayunanda
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 9, No 1 (2015): March
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.402 KB) | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v9i1.2780

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran involusi uterus kambing kacang berdasarkan pengamatan dengan ultrasonografi (USG) transkutaneus. Hewan yang digunakan adalah 1 ekor kambing kacang betina pascapartus dengan status melahirkan normal dan melahirkan satu ekor anak. Kambing diperiksa dalam posisi berbaring (lateral recumbency). Pengamatan involusi uterus dilakukan setiap hari, dimulai dari hari pertama pascapartus sampai tidak ada lagi pengurangan diameter lumen kornua uterus. Pada hari pertama sampai hari ke-7, gambaran karunkula (hypoechoic), lokia (anechoic), lapisan miometrium, dan endometrium (hypoechoic) yang dipisahkan oleh lapisan pembuluh darah (anechoic) terlihat jelas dengan diameter lumen kornua uterus menurun dari 87,6 menjadi 52,8 mm. Pada hari ke-8 diameter lumen 45,4 mm menurun menjadi 38,4 mm pada hari ke-14. Lokia dan lapisan miometrium masih terlihat sedangkan lapisan pembuluh darah dan karunkula sudah tidak terlihat. Pada hari ke-15 diameter lumen 35,5 mm menurun menjadi 19,3 mm pada hari ke-20 dengan lapisan uterus, lokia, lapisan pembuluh darah, dan karunkula sudah tidak terlihat. Ukuran diameter lumen kornua uterus mengalami penurunan setiap hari dan berhenti mengalami penurunan pada hari ke-20 dengan diameter 19,3 mm. Penelitian ini memperlihatkan bahwa proses involusi uterus kambing dapat diamati dengan metode USG transkutaneus.
The Administration of Epididymis Extract Increased the Testosterone Concentration without Affects the Dihydrotestosterone Concentration in Local Male Goat Nanda Yuliansyah; Muslim Akmal; Tongku Nizwan Siregar; Sri Wahyuni; Mahdi Abrar; Syafruddin Syafruddin; Gholib Gholib; Farida Athaillah
The International Journal of Tropical Veterinary and Biomedical Research Vol 2, No 2 (2017): Vol. 2 (2) November 2017
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (281.671 KB) | DOI: 10.21157/ijtvbr.v2i2.9469

Abstract

This study was aimed to determine the effect of epididymis extract (EE) on the testosterone and dihydrotestosterone (DHT) level of local male goat. An experimental study was performed using a completely randomized design (CRD) pattern of one-way analysis of variance (ANOVA). 15 local male goats aged 1.5 years with body weight 14-16 kg were used in this study. The K0 group as a control group, injected with only 1 ml physiological saline, while each KP1, KP2, KP3, and KP4 groups treated with multilevel EE dose, ie 1, 2, 3, and 4 ml / goat for 13 consecutive days. At the end of treatment (day 14th), testes, epididymis (caput, corpus, and cauda) and ductus deferens samples were taken through the close-castration method for examining the testosterone and DHT concentration by using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) technique. Data gathered were later analyzed using ANOVA followed by Tukey’s HSD in SPSS 16.0 for Windows. The result showed that the average concentration of testosterone on K0, KP1, KP2, KP3, and KP 4 in testis respectively were 10.00±2.64 ng/ml; 7.66±2.51 ng/ml; 10.00±6.55 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 11.66±7.37 ng/ml; caput epididymis; 5.00±1.73 ng/ml; 2.33±1.52 ng/ml; 5.00±2.64 ng/ml; 1.33±0.57 ng/ml; 5.66±1.15 ng/ml; corpus epididymis; 1.33±0.57 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 4.00±2.64 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 4.33±2.30 ng/ml; cauda epididymis: 1.00±0.00 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 1.66±0.57 ng/ml; 1.00 ± 0.00 ng/ml; 2.00±1.73 ng/ml; ductus deferens: 3.66±2.51 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 3.00±1.00 ng/ml; 1.00±0.00 ng/ml and 3.66±1.15 ng/ml. While the average concentration of DHT on K0, KP1, KP2, KP3, and KP 4 in testis respectively; 10.00±2.64 ng/ml; 7.66±2.51 ng/ml; 10.00±6.55 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 11.66±7.37 ng/ml; caput epididymis; 5.00±1.73 ng/ml; 2.33±1.52 ng/ml; 5.00±2.64 ng/ml; 1.33±0.57 ng/ml; 5.66±1.15 ng/ml; corpus epididymis; 1.33±0.57 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 4.00±2.64 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 4.33±2.30 ng/ml; cauda epididymis: 1.00±0.00 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 1.66±0.57 ng/ml; 1.00 ± 0.00 ng/ml; 2.00±1.73 ng/ml; ductus deferens: 3.66±2.51 ng/ml; 0.66±0.57 ng/ml; 3.00±1.00 ng/ml; 1.00±0.00 ng/ml and 3.66±1.15 ng/ml. Statistical analysis showed that the administration of EE only increased testosterone concentration in testes had significant effect (P 0.05). From this study, it can be concluded that the EE has the potential to improve spermatogenesis and sperm quality through increasing the testosterone concentration in the local male goats.
6. Administration of Centella Leaf Extract (Centella asiatica (L.) Urban) for Decreasing cAMP Responsive Element Modulator (CREM) Expression in Testicular Seminiferous Tubule of Male Rats (Rattus norvegicus) Susi Darmayanti; Sri Wahyuni; Muslim Akmal; Tongku Nizwan Siregar; Sugito Sugito
The International Journal of Tropical Veterinary and Biomedical Research Vol 1, No 2 (2016): Vol. 1 (2) November 2016
Publisher : The Faculty of Veterinary Medicine of Syiah Kuala University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (186.092 KB) | DOI: 10.21157/ijtvbr.v1i2.6689

Abstract

The objective of this study was to determine the effect of centella leaf extract administration on decreased of the molecule cAMP responsive element modulator (CREM) expression in the testicular seminiferous tubules of male rats (Rattus norvegicus). Eight rats, aged 3.5 months with 150-250 grams of body weight (BW) were used in this study. All rats were divided randomly into four groups as if K0 as a control group whereas K1, K2, and K3 were given the centella leaf extract with doses 125, 250, and 500 mg / kg body weight respectivelly that given once daily for 30 days. At the end of the treatment, rats were sacrificed and their testes were collected and subsequently fixed in buffered neutral formalin (BNF) 10% as fixative solution for histological preparation. The CREMs expressions were detected using immunohistochemical methods. The results showed that the number of CREM expression in the seminiferous tubules significantly differ (P 0.05) between K0 and the treatment group (K1, K2, and K3). Conclusion, the administration of centella leaf extract with of the dose 125, 250, and 500 mg/kg BW can decreased CREM expression spermatids of testicular seminiferous tubules in male rat.
The Effect of Malaka Leaf (Phyllanthus emblica) Ethanolic Extract in Decreasing Sperm Quality of Mice Elfi Satria Suryani; Cut Nila Thasmi; Tongku Nizwan Siregar
Jurnal Medika Veterinaria Vol 16, No 1 (2022): J.Med.Vet
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.med.vet..v16i1.10628

Abstract

 This study aimed to study the effect of malaka leaf ethanolic extract (Phyllanthus emblica) on the sperm quality of mice. As many as 16 male mice weighing between 25-30 g were used in this study. Ethanolic extract of malaka leaves was given by oral once a day for 21 days. Mice were randomly divided into 4 groups consinted of 4 mice each. Control group (P0) was given distilled water, group P1, P2, P3 were administered ethanolic extract of malaka leaves with the dosage of 300 mg/kg bw, 600 mg/kg bw, and 1200 mg/kg bw respectively. At 21st day after the treatment, the male mice was sacrificed and spermatozoa in cauda epydidimis was collected to evaluate the quality of sperm. The parameters of sperm quality including sperm motility, viability, morphology, and consentration. The result of this study showed that ethanolic extract of malaka leaves had the propensity to decrease sperm quality of all parameters, but not significantly different in statistics (P˃0,05). Therefore, it can be concluded that malaka leaf extract might decrease sperm quality of mice.
Respons Ovarium Kelinci Lokal Bunting Semu yang diinduksi dengan Kopulasi Tiruan Syafruddin Syafruddin; Bagus Setyawan; Mulyadi Adam; Roslizawaty Roslizawaty; Tongku Nizwan Siregar
Al-Kauniyah: Jurnal Biologi Vol 16, No 1 (2023): AL-KAUNIYAH JURNAL BIOLOGI
Publisher : Department of Biology, Faculty of Science and Technology, Syarif Hidayatullah State Islami

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/kauniyah.v16i1.21834

Abstract

Kelinci bunting semu diperlukan untuk kegiatan yang berkaitan dengan mekanisme endokrinologi, terapi, dan transplantasi. Penelitian ini bertujuan mengetahui keberhasilan induksi bunting semu dengan metode kopulasi tiruan pada kelinci lokal. Penelitian ini mwnggunakan sembilan ekor kelinci betina lokal dan satu ekor kelinci jantan lokal, berumur 1–1,5 tahun, dan bobot badan 1,8–2,2 kg yang dibagi  dalam tiga kelompok perlakuan (n= 3), yakni, kelompok kelinci yang diinjeksi dengan 0,1 mL NaCl fisiologis dan tanpa perkawinan (K1, kontrol negatif), kelinci yang mendapat induksi dengan kopulasi tiruan (K2), dan kelinci yang mendapatkan injeksi 100 IU PMSG secara intramuskuluar dan dikawinkan dengan pejantan tiga hari kemudian dan diikuti dengan injeksi 75 IU hCG secara intravena (K3, kontrol positif). Hasil penelitian diamati jumlah dan ukuran folikel serta korpus luteum dengan pemeriksaan histologis menggunakan pewarnaan HE. Jumlah folikel pada kelompok K1; K2; dan K3 masing-masing adalah 5,9 ± 1,45; 0,63 ± 0,35; dan 2,06 ± 1,50 (P <0,05). Pada kelompok K1, tidak terdapat kelinci yang ovulasi. Namun, pada kelompok K2 dan K3 seluruh kelinci berhasil ovulasi. Pada kelompok K2 dan K3 yang berhasil ovulasi, terdapat perbedaan yang signifikan (P <0,05), yaitu jumlah korpus luteum pada K2 (4,83 ± 2,65) dan pada K3 (7,63 ± 0,57), sedangkan ukuran korpus luteum pada K2 adalah 0,68 ± 0,20 dan pada K3 adalah 1,38 ± 0,16 mm. Disimpulkan bahwa kopulasi tiruan dapat menginduksi bunting semu pada kelinci lokal.AbstractPseudo-pregnant rabbits are required for activities related to endocrinology, therapy, and transplantation mechanisms. This study aims to determine the success of pseudopregnancy induction with artificial copulation methods in local rabbits. In this study, 9 local female rabbits and 1 local male rabbit aged 1–1.5 years-old and 1.8–2.2 kg body weight were used, which were divided into three treatment groups (n= 3). The rabbit in group K1 (negative control) were injected with 0.1 mL of physiological NaCl and were not mated. The rabbits in K2 were induced with artificial copulation by inserting a cotton bud of 1 cm into vagina at five o'clock in the morning, while the rabbits in K3 (positive control) received injection of 100 IU PMSG intramuscularly and mated with males three days post injection and then followed by injection of 75 IU hCG intravenously. The number and size of follicles and corpus luteum were determined by histological examination with HE staining. The number of follicles in the K1 group; K2; and K3 were 5.9 ± 1.45; 0.63 ± 0.35; and 2.06 ± 1.50, respectively (P <0.05). There was no ovulation observed at rabbit in K1 but all rabbits ovulated successfully in K2 and K3. The number of CL (4.83 ± 2.65 and 7.63 ± 0.57) and the size of CL (0.68 ± 0.20 and 1.38 ± 0.16 mm) were significantly difference (P <0.05) in groups K2 and K3, respectively. It was concluded that artificial copulation could induce pseudopregnancy in local rabbits.
LEVEL STEROID SAPI ACEH YANG DIINDUKSI DENGAN PREGNANT MARE’S SERUM GONADOTROPIN (PMSG) DAN FOLLICLE STIMULATING HORMONE (FSH) Amiruddin A; Tongku Nizwan Siregar; Teuku Armansyah; Hamdan H; Aris munandar; Muhammad Rifki
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 7, No 2 (2013): September
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v7i2.923

Abstract

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh induksi superovulasi dengan pregnant mare’s serum gonadothropin (PMSG) dan follicle stimulating hormone (FSH) terhadap peningkatan level steroid sapi aceh. Penelitian ini menggunakan 6 ekor sapi aceh betina dengan status tidak bunting, minimal 2 bulan pasca partus, sudah pernah beranak, dan sehat secara klinis. Sapi dibagi atas dua kelompok, masing-masing 3 ekor untuk tiap kelompok. Pada kelompok I, sapi diinjeksi dengan 1.500 IU PMSG pada hari ke-9 yang diikuti dengan penyuntikan 5 ml prostaglandin pada hari ke-11. Pada kelompok II, hari ke-9 sampai hari ke-12, sapi diinjeksi dengan FSH dua kali sehari (pagi dan sore, 08.00 dan 16.00 WIB) menggunakan dosis bertingkat yakni 3-3, 2-2, 1-1, dan 0,5-0,5 ml. Pada hari ke-11 sapi diinjeksi dengan 2,5 ml prostaglandin (pagi dan sore, 08.00 dan 16.00 WIB). Koleksi darah untuk pemeriksaan estrogen dilakukan ketika sapi memperlihatkan gejala berahi (saat inseminasi) setelah pemberian PMSG dan FSH yang diikuti dengan pemberian prostaglandin (berahi sesudah superovulasi) sedangkan koleksi darah untuk pemeriksaan konsentrasi progesteron dilakukan pada hari ke-7 setelah inseminasi. Pengukuran konsentrasi estrogen dan progesteron dilakukan dengan metode enzymelinkedimmunosorbanassay (ELISA). Konsentrasi estrogen pada saat estrus setelah induksi superovulasi dengan PMSG dan FSH masing-masing adalah 89,46±2,46 dan 54,62+9,91 pg/ml sedangkan konsentrasi progesteron pada hari ke-7 setelah inseminasi masing-masing adalah 14,78±2,33 dan 17,40±5,8 ng/ml. Hormon PMSG mempunyai kemampuan yang lebih baik dalam meningkatkan konsentrasi estrogen pada saat berahi tetapi hormon FSH mempunyai kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan hormon PMSG dalam meningkatkan konsentrasi progesteron hari ke-7 setelah inseminasi.
THE IMPROVEMENT OF SEMEN QUALITY AND TESTOSTERONE LEVEL OF BALI CATTLE AFTER PROSTAGLANDIN F2α ADMINISTRATION Eka Meutia Sari; Satria Tanjung; Dewi Ratna Sari; Muslim Akmal; Tongku Nizwan Siregar; Cut Nila Thasmi
Jurnal Kedokteran Hewan Vol 13, No 4 (2019): December
Publisher : Universitas Syiah Kuala

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21157/j.ked.hewan.v13i4.14821

Abstract

This study aimed to determine the effect of prostaglandin F2α (PGF2α) administration on improving semen quality and testosterone levels on Bali cattle. This study used 3 Bali cattle aged 2, 3.5, and 5 years old. The sample used in this study was Bali cattle semen. In this study, the Latin Square Design was used with three different treatments were administered over three time periods. The treatments performed were P1 (5 mL physiological NaCl), P2 (25 mg prostaglandin), and P3 (37.5 mg prostaglandin) while treatment period was three weeks of treatment administration, which were 1st. 2nd, and 3rd week. Blood collected through coccygea vein 30 minutes after treatment to measure testosterone levels using enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) technique. Statistical analysis showed that PGF2α administration at a dose of 25 mg and PGF2α at a dose of 37.5 mg had no effect (P0.05) on volume, color, pH, consistency, concentration, and motility of Bali cattle spermatozoa. The volume of semen obtained from P1; P2; and P3 were 6.5±0.9; 6.3±0.6; and 6.2±1.2 mL, respectively. The color of the semen in P1, P2, and P3 were beige and milky white. The pH in groups P1; P2; and P3 were 6.7±0.6; 7.1±0.2; and 6.5±0.2, respectively. Spermatozoa concentration in P1; P2; and P3 were 1,328±96.43 x 106 cells/mL; 1,354±102.19 x 106 cells/mL; and 1,353.3±88.55 x 106 cells/mL, respectively. Spermatozoa motility in P1; P2; and P3 were 73.3±2.8%; 71.6±2.8%; and 73.3±2.8%, respectively. Testosterone levels in P1 and P3 were 5.05±0.22 and 6.74±1.38 ng/mL, respectively (P0.05). Based on the results of this study, it was concluded that the administration of PGF2α does not affect semen quality but can increase the level of testosterone on Bali cattle.
Co-Authors Abdul Harris Adhea Prestiya Aisyah Fadillah Tunnisa Al Azhar Al-Azhar - Amalia Sutriana Amiruddin - Amiruddin A Amiruddin A Andre Afriadi Rahman Anwar Anwar Arie Febretrisiana Aris munandar Arman Sayuti Arman Sayuti Aulanni'am, Aulanni'am Azhari A Azhari Azhari Bagus Setyawan Basuki B. Purnomo Budianto Panjaitan Budianto Panjaitan Budianto Panjaitan Budianto Panjaitan Budianto Panjaitan Citra Chyntia Helwana Cut Dahlia Iskandar Cut Nila Thasmi Cut Nila Thasmi Cut Nila Thasmi Daffa Gustia Putra Akbar Dasrul Dasrul Dasrul Dasrul Delli Lefiana Dewi Ratna Sari Dian Masyitah Dian Nurcahaya Dwinna Aliza Dwinna Aliza Eka Meutia Sari Eka Meutia Sari Elfi Satria Suryani Erdiansyah Rahmi Erdiansyah Rahmi Fadli A. Gani Farida Athaillah Fuza Khoiriah Gholib Gholib Ginta Riady Ginta Riady Hafizuddin Hafizuddin Hafizuddin Hafizuddin Hafnati Rahmatan Hamdan . Hamdan h Hamdan H Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Hamdan Hamny Sofyan Hasanuddin Hasanuddin Hermawaty Tarigan Herrialfian . Herrialfian Herrialfian Husnur rizal Husnurrizal . Husnurrizal Husnurrizal Husnurrizal Husnurrizal Idawati Nasution Iin Agustina Indah Kesuma Siregar Ira Khubairoh Marpaung Jalaluddi J Jalaluddin - Joharsyah J Juli Melia Juli Melia Ketut Adnyane Mudite Khairil Khairil Lilis Suryani M. Aris Widodo Mahdi Abrar Mahdi Abrar Mauridatun Ramli Mefrianti Efendi Muhammad Adlim Muhammad Hambal Muhammad Hambal Muhammad Jalaluddin Muhammad Rifki Mulkan Mulkan Mulyadi Adam Mulyadi Adam Mulyadi Adam Mulyadi Adam Mulyadi M Muslim Akmal Muslim Akmal Muslim Akmal Muslim Akmal Nanda Yulian Syah Nazaruddin Nazaruddin Nellita Meutia Novi Afriani Nur Afriani Nur Novika Ayuni Rambe Nuzul Asmilia R Roslizawaty Rahmandi r Raihatul Jannah Rasmaidar . Rasmaidar Rasmaidar Razali Daud Razali Daud Razali Razali Reni Ayunanda Riani Desky Rinidar R Roslizawaty R Roslizawaty Roslizawaty Rusli Sulaiman S Syafrudddin S Syafruddin Saifan Nur Satria Tanjung Siti Rizki Hardyana Siregar Sri Wahyuni Sri Wahyuni Sri Wahyuni Sri Wahyuni Sri Wahyuni Srihadi Agungpriyono Sugito Sugito Sugito Sugito Suriadi S Susi Darmayanti Sutiman B. Sumitro Syafruddin - Syafruddin S Syafruddin S Syafruddin Syafruddin Syafruddin Syafruddin Syafruddin Syafruddin T. Armansyah T. Armansyah Teuku Armansyah Teuku Armansyah Tria Deviana Putri Wahyuni, Sri Wenny Novita Sari Wida Puspita Arum Yezi Gita Rahayu Yusmadi Yusmadi YUSRA YUSRA Zainuddin Z ZK Abdurahman Baizal Zuhrawati Zuhrawati Zulkifli Z Zuraidawati -