Korupsi merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara. Penyelamatan keuangan negara dapat ditempuh dengan cara pidana uang pengganti yang merupakan konsekuensi dari perbuatan korupsi. Adapun permasalahan dalam skripsi ini adalah : (1)  Bagaimanakah kebijakan sanksi pidana pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi? (2) Apa sajakah kekurangan kebijakan sanksi pidana pengembalian kerugian keuangan negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi?Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, menggunakan data sekunder dan ditunjang data primer. Data sekunder yang diperoleh dari studi pustaka dan primer sebagai data penunjang dari studi lapangan, Dianalisis menggunakan metode deskriptif dan ditarik kesimpulan berdasarkan metode deduktif.Berdasarkan hasil penelitian terhadap data dan fakta, maka penulis berkesimpulan pada kebijakan Formulasi pidana pembayaran uang pengganti merupakan pidana tambahan yang memiliki tujuan untuk memidana seberat mungkin para koruptor dan mengembalikan kerugian keuangan negara. Tahap selanjutnya yaitu tahap Aplikasi, dalam penuntutan jaksa ataupun putusan hakim tidak wajib menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti, namun korupsi merupakan kejahatan luar biasa sehingga dalam penanganannya perlu diperhatikan, maka kerugian tersebut harus dipulihkan dengan mewajibkan terdakwa mengembalikan kepada negara hasil korupsinya. Adanya pidana Subsider atau pidana penjara pengganti sangat dihindari dalam menggantikan pidana uang pengganti bagi terpidana perkara korupsi. Tahap Eksekusi pidana tambahan uang pengganti merupakan kewenangan dari jaksa yang telah diatur Undang-Undang untuk melaksanakan putusan hakim. Pelaksanaan putusan uang pengganti memiliki batas waktu yaitu selama 1 bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dengan jumlah maksimal sebanyak harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.